Rukhin dan mustofa



Kang Rukhin dan Kang Mustofa adalah dua nama yang seringkali kita dengar dalam pengajian-pengajian Gus Baha. Bahkan tak jarang, Gus Baha menggunakan dua orang muridnya itu sebagai perumpaan

Dalam tradisi pengajian ala pesantren, bukan merupakan sesuatu yang baru jika seorang Kiai terkadang melakukan “gojlokan-gojlokan” ringan kepada santrinya. Ini dilakukan agar pengajian lebih komunikatif dan tidak terlalu serius. Model pengajian riang gembira yang biasa diterapkan dalam model pengajian ala pesantren juga dilakukan Gus Baha. Dan kedua santri yang biasa dijadikan obyek “gojlokan” adalah Kang Rukhin dan Kang Mustofa.

Sebelum Gus Baha populer dan diundang ke berbagai acara, Kang Rukhin dan Kang Mustofa hampir bisa dipastikan muncul dalam setiap pengajian Gus Baha yang biasa diselenggarakan di sebuah Musolla. Menurut Gus Baha, musolla tersebut adalah satu di antara dua lokasi tempat beliau istiqomah mengajar sebuah kitab sampai khatam. Di pengajian rutin tersebut, Kang Rukhin dan Kang Mustofa hampir bisa dipastikan hadir dan duduk di depan.

Dalam sebuah acara bersama Habib Quraish Shihab dan Najwa Shihab, Gus Baha tampak tersenyum geli ketika ditanya mengenai dua sosok santrinya itu. Kata Gus Baha, Rukhin dan Mustofa adalah dua orang dari sekitar 20 orang yang mengaji kepada Gus Baha di masa-masa awal saat mengontrak rumah di Yogyakarta. Menurut Gus Baha, Kang Rukhin dan Kang Mustofa adalah orang yang menganggap dirinya guru, tapi ya tetap berani makan di depan Gus Baha dan melakukan apa saja. Heuheu…

Gus Baha juga mengakui sering menjadikan Kang Rukhin dan Kang Mustofa sebagai obyek gojlokan. Sambil tersenyum dan sedikit tertawa, Gus Baha menjelaskan kalau kebiasaan berkomunikasi dan berdialog dalam pengajian semacam itu sudah dilakukan sejak jaman Nabi. Bahkan para ulama-ulama kita juga selalu berupaya membuat suasana pengajian tidak terlalu angker. Dengan menjadikan beberapa santri sebagai obyek gojlokan, perumpaan dan sasaran dialog, pengajian tentu akan berjalan lebih mengalir, komunikatif dan riang gembira.

Misalnya dalam sebuah pengajian, Gus Baha menggunakan Kang Rukhin sebagai obyek gojlokan untuk memperjelas situasi yang biasa dialami para sahabat ketika salat. Gus Baha bercerita, bagaimana nikmatnya Sayyidina Umar ketika salat. Sampai-sampai, sakitnya panah yang dicabut dari tubuh beliau tidak terasa,
“Sayyidina Umar niku dipanah. Panah niku ra wonten mata pancing. Dadi dinak mlebbu ditarik sakit, sakit sekali. Ditarik dokter paling canggih pun sakit. Akhire Sayyidina Umar kondo, nkok tarek pas aku salat. Mergo nek aku salat iku lali. Tenan, pas beliau salat, ditarik iku gak ubah blas. Ditakoi, kok panjenengan ra ubah blas? Mosok aku neng arepe pangeran, kan iling pangeran, keroso loro iku kan dadi aneh. Tapi Alhamdulillah kowe keroso, seng aneh yo kowe iku. Wong sowan pangeran kok eroh ono wong liwat hehehe… Mulane ra ono sahabat mati kecuali pas salat. Mergo pembunuhe eroh, paling lengah iku pas salat. Aku yakin wong nakal maten Rukhin pas salat iku raiso, yakin aku, wes yakin! Hehehe… plengaane ngono jeh, piye? Ckckk… masio salat tetep siaga toh? Hahahaha…”

“Sayyidina Umar itu pernah dipanah. Panah itu kan seperti mata pancing. Jadi kalau masuk ditarik saki, sakit sekali. Ditarik dokter apaling canggih pun sakit. Akhirnya Sayyidina Umar ngomong, nanti tarik pas aku salat. Karena pas aku salat, aku jadi lupa. Benar, ketika beliau salat, ditarik beliau gak bergeming. Ditanya, kok panjenengan gak bergeming? Masa aku di hadapan Tuhan, kang sedang ingat Tuhan, merasakan sakit itu kan aneh. Tapi Alhamdulillah kalau kalian kerasa, yang aneh yang kalian itu. Wong sowan Tuhan kok sadar ada orang lewat hehe… Makanya tidak ada sahabat kecuali pas salat. Karena pembunuhnya tahu, paling lengah itu ya pas salat. Aku yakin orang nakal mau bunuh Rukhin pas salat itu gak bisa, yakin aku, sangat yakin aku! Hehehe… tolah-tolehnya gitu kok, gimana? Ckckck… meski salat tetap siaga toh? Hahaha…”

Gus Baha memecah suasana pengajian dengan tawa santri-santrinya ketika mengambil Rukhin sebagai perbandingan dengan salatnya Sayyidina Umar. Cara Gus Baha menjelaskan dan peran sentra Kang Rukhin sebagai “korban tamsil” membuat pengajian terasa sangat rileks dan riang gembira.

Baik Kang Rukhin maupun Kang Mustofa adalah perwajahan awam yang di tangan Gus Baha belajar Islam dan ilmu para ulama jadi menyenangkan. Kang Rukhin dan Kang Mustofa mencerminkan kondisi umat yang butuh oase di tengah kesibukan dan keterbatasannya soal kehidupan dunia. Gus Baha selalu memberikan contoh bagaimana pengajian harus dijadikan oase itu. Jangan sampai orang tidak suka pengajian dan belajar karena tidak menyenangkan. Alih-alih membawa kebahagiaan, pengajian kok justru membuat orang semakin emosian dan marah-marah.


Gus Baha ungkap siapa sosok rukhin dan mustofa

Ulama muda ‘alim asal Rembang, Jawa Tengah dan juga pakar turats Islam, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha akhirnya mengungkap siapa sosok Rukhin dan Mustofa yang sering disebut-sebut dalam setiap ngajinya.

Bagi siapapun yang sering mengikuti ngaji Gus Baha pasti tidak asing lagi mendengar nama Rukhin dan Mustofa. Keduanya kerap disebut Gus Baha sebagai bahan percontohan.

Hal ini yang membuat netizen akhirnya penasaran dengan dua sosok tersebut. Pada kesempatan acara Shihab & Shihab yang dipandu Najwa Shihab, Gus Baha akhirnya mengungkap sosok Rukhin dan Mustofa tersebut.

Sebelumnya Najwa Shihab mengajukan pertanyaan tentang Rukhin dan Mustofa ini mewakili netizen. “Siapa Kang Rukhin dan Kang Mustofa yang sering disebut-sebut oleh Gus Baha, apakah itu orang beneran?” tanya Najwa Shihab dikutip Ahad (2/8/2020).

“Itu orang beneran. Jadi saya ngaji itu kan, saya termasuk yang menghindari diundang di acara-acara publik. Kecuali pernah (ada hubungan) sepuh atau guru. Sehingga sebenarnya ngaji saya itu hanya istiqomah di Jogja dan di rumah (Rembang),” ujar Gus Baha menerangkan.

“Nah dulu kan saya kerja di UII Press, jadi sambil ngaji. Karena saya ini gak pernah gak ngaji memang. Singkat cerita dua orang ini (Rukhin dan Mustofa) termasuk yang pertama. Ketika (jamaah ngajinya) masih 20, ketika masih di kontrakan (di Jogja),” jelasnya.

“Karena adatnya pondok itu gojlok-gojlokan, ya akrab betul (sama Rukhin dan Mustofa. Ya, mereka menganggap saya gurunya, tapi ya (dia) berani makan di depan saya, ya berani apa saja, ya karena akrab,” sambung Gus Baha.

Jadi lanjut Gus Baha, memang harus ada yang diajak lawan bicara dalam setiap ngajinya. “Tapi memang (Rukhin dan Mustofa) temen akrab. Kalau sekarang anaknya sudah mondok di saya,” tandasnya.

Dalam acara tersebut, selain mengundang sosok Gus Baha, acara bertajuk Shihab & Shihab spesial edisi merayakan hari raya Idul Adha ini juga menghadirkan pakar tafsir al-Qur’an Quraish Shihab. (MK/Hidayatuna)