Saya mengikuti rapat komite sekolah SMA dan kepala sekolah
bercerita tentang percakapan seorang siswa dan ibunya.
Ibu: Nak, belajarlah yang rajin agar jadi anak yang pandai
sebagai bekal hidupmu kelak. Sekarang kau kelas 1, belajarlah agar naik kelas
2.
Anak: Iya bu, saya berjanji. Nanti kalau saya naik kelas
belikan aku hp ya?
Ibu: Belajarlah yang rajin nak. Dan berdoalah, apa yang kau
minta pasti kau dapatkan nanti.
Si anak berdoa dan belajar dan ibunyapun mendoakan.
Si anak naik kelas 2.
Anak: Bu aku naik kelas. Mana hp untukku?
Ibu: Nak, doamu dan doaku terkabul, kau naik kelas. Soal hp,
kau tau keadaan kita sekarang. Berdoa dan belajarlah terus yang rajin agar naik
kelas 3.
Anak: Aku mengerti bu. Nanti kalau saya naik kelas, belikan
aku komputer ya?
Ibu: Belajarlah yang rajin nak. Dan berdoalah, apa yang kau
minta pasti kau dapatkan nanti.
Si anak berdoa dan belajar dan ibunyapun mendoakan.
Si anak naik kelas 3.
Ibu: Nak, saya bangga kau naik kelas, peringkat satu lagi.
Anak: Kapan kita beli komputernya?
Ibu: Nak, ...
Anak: Bagaimana sih! Ibu kan selalu bilang: "Berdoalah,
apa yang kau minta pasti kau dapatkan nanti."
Ibu: ... (meneteskan air mata)
Anak: Pokoknya aku mau hp dan komputer, titik!
Ibu: (Lembut tapi tegas) Nak, kau sudah sma, kau sudah besar
dan sekarang kelas 3. Kau tau kan, masa depanmu ada di tanganmu. Kau yang
menentukan masa depanmu. Ibu dan bapakmu berdoa untukmu dan melakukan semua
untuk membantumu. Sampai saat ini SPP dan kebutuhanmu yang lain bisa kami
penuhi. Setahun lagi ... (air mata menetes).
Anak: Aku mengerti ... (dipeluknya ibunya)
Ibu: Gunakanlah dan manfaatkan komputer di lab sekolah sebaik
mungkin. Bila memang perlu kau boleh ke warnet untuk belajar. Nak, ...
Anak: Aku mengerti ... (dipeluknya ibunya lebih erat)
Ibu: Belajarlah yang rajin nak. Dan berdoalah, apa yang kau
minta pasti kau dapatkan nanti.
Si anak berdoa dan belajar dan ibunyapun mendoakan. Si anak
lulus sma.
Sang ibu terbayang akan permintaan anaknya tapi, karena
keadaan, dia tak pernah berani menjanjikan untuk membelikannya. Kemudian
terlintas di pikirannya, sejak melahirkan anaknya dan kemudian membesarkannya
sampai lulus sma seberapa besar jumlah biayanya? Nilai hp dan komputer pasti
tak cukup untuk menggantinya. Tapi, seorang ibu tak hendak membuat
hitung-hitungan dengan anak.
Beberapa hari kemudian si anak memberitahu bahwa dia diterima
di perguruan tinggi dengan beasiswa. Sang Ibu meneteskan air mata haru penuh
syukur dan bangga.
Dua minggu kemudian pada acara pelepasan di sekolah sang ibu
naik ke atas panggung mendampingi sang anak menerima hadiah sebuah laptop dan
sebuah iPod. Selama di sekolah sang ibu hanya tersenyum kepada sang anak
(selebihnya dia simpan untuk dicurahkan di rumah). Di hanya bilang "Nak,
berterimakasihlah pada guru-gurumu."