By: Echa Nurrizqi
“Eh… Mba Echa ya…”, sapa seorang anak perempuan yang
perawakannya seukuran aku. Aku segera bangkit dari dudukku dan menyalami anak
gadis yang baru saja menyapaku.
“Iya, ni de siapa ya?”, ucapku seraya tersenyum kepadanya.
Putih, manis, dan tinggi.. Dia terlihat begitu sempurna.
Nggak seperti diriku yang biasa-biasa saja, dengan tinggi badan yang hanya
mencapai 158 cm dan berat badan hampir 50 kg’an dan kulit kuning langsat, aku
tumbuh menjadi seorang gadis yang pemalu dan menyimpan banyak misteri.
“Nela mba…”, jawabnya seraya tersenyum.
“Ini lho kakak kelas kita di SMK dulu, inget nggak?”, ucap
gadis berparas cantik itu pada satu dari sekian banyak anak yang
berbondong-bondong memenuhi warteg di samping kosku.
“Mmm… Lupa Nel, hehe”, ucapnya lirih seraya menyalami aku.
Aku dengar perkataan itu de, Sakiiit… Huft
Aku yang sedang menunggu temanku yang parasnya cantik dan
pribadinya yang menarik, duduk lagi di kursi panjang dekat etalase makanan
sambil memainkan jariku di atas keyboard HP baruku.
“Mba Naya… Mba Naya..”.
Secara kompak mereka meneriakkan nama itu saat dilihatnya
sosok cantik berbusana muslim berpakaian serba pink berjalan keluar dari
warteg. Hm, Asyik sekali Naya ya, dikenal semua orang, sedangkan aku hanya bisa
tersenyum sambil menahan rasa malu dan iri, fikirku.
Aku bangkit dari dudukku dan melempar senyum pada MaBa yang
nggak kenal sama aku sambil berjalan beriringan dengan Naya yang menenteng tas
kresek di tangan kanannya.
Diam tanpa kata. Sepanjang perjalanan aku mengotak atik HP ku
yang sepi tanpa satu pun sms masuk, aku cuma diam dan berulang kali menoleh ke
kanan dan ke kiri tanpa tau apa yang aku cari sampai akhirnya aku dan Naya di
sambut oleh pintu kos yang sudah menganga menyambut kedatangan kami.
“Ayo Nay mampir dulu…”, ucapku sambil perlahan membuka pintu
kamarku yang dikunci.
“Iya Echa, Aku langsung pulang aja, kayaknya Dia di kamar
deh..”, jawabnya sambil tersenyum.
Sebenarnya tidak ada yang salah dan buruk dalam diri Naya,
tapi terkadang aku yang sering beriringan dengan dia ke kampus dan di
acara-acara organisasi, merasa iri dan sebel karena ketenarannya. Aku iri, aku
ingin seperti dia yang dikenal orang banyak, pandai bertutur kata dan rupawan.
Aku dan dia tidak bisa dibandingkan, aku tidak ada apa-apanya, Aku yang pemalu
hanya bisa diam dan mengandalkan orang lain untuk menyampaikan apa yang ada di
fikaranku. Kadang aku malah menyimpannya sendiri sampai hatiku sakit. Hm
“Mba, kenapa ya dari awal aku masuk kampus sampai sekarang
semester 3, aku nggak menemukan keberanian buat ngungkapin pendapatku, aku
malah Cuma bisa nyimpen apa yang ada di fikiranku buat diriku, Aku pengin bisa
ngomong di depan umum mba”, curhatku panjang lebar` pada Mba Iyah yang
mengambil jurusan yang berbeda denganku.
“De, kamu coba deh belajar ngomong sambil ngaca”, jawabannya
singkat, padat dan cukup jelas buatku.
“Aku ingin berubah mba, bantu aku ya, Mba dari SMK dulu kan
udah pinter menyampaikan pendapat, aku juga pengin kaya mba, bantu ya mba”,
ucapku denga nada merengek.
“Mba juga lagi nyoba kok de… Kamu juga harus coba ya…
Semangatin diri kamu”, ucapnya dengan nada tegas, maklumlah dulunya dia itu
Pradana Pramuka saat masa pemerintahanku dan kawan-kawan seangkatanku di
Ambalan SMK…
“Yang bikin mba termotivasi apa mba?”.
“Mau tau…? Apa mau tau banget? hehehehe”. Candaannya
mencairkan suasana hatiku yang lagi setengah galau,
“Mau tau aja, hehe… Apa to mba?”.
“Mba termotivasi karena mba punya keinginan buat bisa ngomong
di depan umum ade, Motivasi itu penting, Apalagi motivasi dari diri sendiri.
Kalau bukan kita yang mau memotivasi diri kita, mau siapa coba? Orang lain
belum tentu mau menyisihkan waktu mereka buat memotivasi kita, jadi mantapkan
niat dan motivasi diri ade sendiri ya.. Biar nggak terombang ambing karna
lingkungan dan teman. Oke ade…”, ucapnya panjang kali lebar.
Api semangatku menyala, wah wah, kata-kata yang super,
sesuper kata motivasi dari salah satu motivator favoritku, MARIO TEGUH, aku
kerap membaca kata-kata motivasinya di facebook, benar-benar super duper…
“Iya iya mba… Makasih ya mba, Aku mau berusaha, Aku mau bisa,
Aku mau ngaca dulu ya mba”, ucapku sambil ngacir ninggalin Mba Iyah yang lagi
duduk santai di depan laptop ACER Warna merahnya.
“De, tunggu dulu…”.
Aku tersentak dan menghentikan langkah kaki seribuku dan
membalikkan badanku ke arah mba Iyah yang udah dalam posisi berdiri.
“Apa lagi mba Iyah sayang…?”.
“Ajarin donk..”.
“Ajarin apa mba Iyah sayang…?”
“Ajarin ngomong bahasa Inggris, Ya ade, kamu kan pinter, udah
pernah ikut debat bahasa Inggris, Ya ya ya…”.
“Oke.. oke.. Kita langsung belajar aja ya mba Iyah sayang…”,
ucapku sambil tersenyum licik, hehe
“Oke… Bentar mba ambil buku sama pulpen dulu yo…”.
Ndak usah mba, buat apa? Kan belajar ngomong Bahas Inggris,
nggak belajar nulis kan, hehe”.
“Oh iya, Ayo de dimulai..”.
“Mba Iyah ikutin aku ya…”, ucapku sekali lagi sambil menahan
nyengir
“Ok…”.
“B-A BA H-A HA S-A SA BAHASA… aduuuh…”. Belum selesai aku
ngajari mba Iyah ngomong bahasa inggris, sepotong karet penghapus mendarat di
kepalaku.. Hehe
“Adeee… Kok gitu sih?!”.
“Hehe, Peace mba”, teriakku sambil lari ngacir meninggalkan
Mba Iyah yang bingung nyariin penghapusnya sambil terus ngedumel, hehehe
Aku sendiri sekarang sedang sibuk di depan kaca, bukan buat
dandan dan kawan=kawannya, tapi untuk memastikan kalau aku sudah cantik, hehe…
Nggak dink, aku lagi berusaha keras buat bisa ngomong, dimulai dari diri
sendiri dulu sambil liatin bayangan diri di kaca dan mungkin suatu saat siapa
tau aku bisa bicara di depan orang banyak… Aaamin
“Kenapa aku nggak bisa ngomong atau berpendapat di depan
orang banyak coba? Jawabannya itu karena aku malu. Tapi kenapa harus malu,
nggak ada yang kurang dari diriku secara fisik, temanku bilang aku manis, tapi
aku nggak tau mereka bohong atau nggak?! Huft, aku memang manis, tapi mukaku
kusam, sedangkan mereka-mereka yang tenar mukanya putih merona dan bercahaya,
aku nggak PD, gimana ya? Bla bla bla…”.
Ternyata banyak sekali pertanyan yang timbul dari diriku
sendiri, Aku coba menjawab satu per satu pertanyaan itu dan meyakinkan diriku
bahwa aku mampu. Pasti menyenagkan bila aku bisa mengungkapkan pendapatku…
“De, jangan lama-lama ngacanya… Ntar kacanya pecah, heheh”,
ledek mba Iyah dari balik pintu.
“Ih, mba Iyah nyebelin…”, ucapku seraya keluar dari kamr
dengan niat memberi pelajaran pada Mba Iyah.
Semangat.. Semangat, Echa pasti bisa, DOA KU..