Indah namanya , umurnya genap enam tahun. Kulitnya putih
dengan rambut hitam tergerai panjang. Indah memang cantik, dan hatinya jauh
lebih cantik. Indah dibesarkan dengan kasih sayang, dengan kepercayaan, dan
dengan teladan yang baik dari kedua orangtuanya. Bu Mila dan Pak Faisal memang
membesarkan Indah dengan penuh kasih sayang namun tidak berlebihan. Sejak kecil
Indah dididik untuk memegang teguh komitmen yang dibuat. Janji adalah janji,
sebisa mungkin harus ditepati.
Segala sesuatu yang dimulai dengan kebohongan akan berakhir
dengan kebohongan. Sesuatu yang dimulai dengan kecurangan akan berakhir dengan
kegagalan. Sesuatu yang dimulai dengan kesombongan akan berakhir dengan
kehancuran. Sebaliknya sesuatu yang dimulai dengan niat baik dan ketulusan akan
berakhir dengan kebahagiaan.
Hari ini Indah ulang tahun, Bu Mila dan Pak Faisal memang
tidak pernah merayakan ulang tahun Indah dengan pesta yang mewah. Cukup
syukuran kecil-kecilan di rumah. Namun tidak seperti biasanya, kali ini Indah
minta hadiah. “Umi, beliin Indah kaus kaki renda ya... punya temen Indah
baguuuss deh... ada coraknya...”, ujar indah dengan penuh harap, begitu halus
intonasinya sebenarnya Bu Mila tak sanggup menolak, tapi apapun yang terjadi,
komitmen harus dipertahankan..
“Boleh, nanti Indah ikut Umi ke Swalayan ya, kita beli disana
aja. tapi Indah mesti janji, nggak boleh minta apa-apa lagi.” ujar bu Mila
penuh kasih. “Makasi ya Umi, Indah janji nggak akan minta apa-apa lagi, kaus
kaki itu sudah cukup buat Indah.”. Sesuai janji, sore itu Bu Mila mengajak
Indah ke Swalayan dekat rumah. Nggak perlu waktu lama bagi indah untuk
menemukan kaus kakinya. Tapi ceritanya jadi lain saat Indah melihat kalung
mutiara plastik di etalase kios asesoris kecantikan.
Kalung itu sungguh menarik, warnanya putih mengkilap seperti
kalung mutiara sungguhan. Indah bingung, Ia terlanjur janji tidak akan minta
apa-apa lagi. tapi kalung itu begitu menarik baginya. Indah tidak sanggup
menahan hasrat untuk memiliki kalung itu. Lidahnya kelu, ia malu, tapi desakan
itu kian kuat.
akhirnya dengan terbata-bata, Indah berkata “Umi maafin Indah
ya.. Indah nggak jadi beli kaus kaki renda, Indah mau kalung itu. tapi kalo
nggak boleh, nggak apa-apa Indah nggak maksa, maafin Indah ya Umi, tapi indah
mau kalungnya..” ujar Indah.
Sebenarnya Bu Mila bisa saja membelikan keduanya sekaligus,
namun Indah tetap harus memegang komitmen yang dibuat. “Indah boleh beli
kalungnya, tapi kaus kakinya nggak jadi ya? Karena harganya lebih mahal, Umi
akan potong sisanya dari tabungan Indah minggu ini. Gimana, Indah setuju?” .
“Setuju Umi, nggak apa-apa deh nggak pake kaus kaki renda juga yang penting
pake kalung mutiara, hehe... makasi ya Umi... Umi baik deh...”
Akhirnya Bu Mila membelinya dan Indah segera memakainya.
Indah semakin terlihat cantik, wajahnya merona ceria sekali. Kalung itu jadi
mainan kesayangan Indah, tiap hari selalu dipakainya. Indah sering cerita pada
Bu Mila dan Pak Faisal, betapa sayangnya Ia pada kalung mutiaranya.
Tidak
terasa sebulan telah berlalu, dan Indah semakin tidak bisa berpisah dengan
kalung mutiaranya. Kemanapun Indah pergi, kalung itu selalu menempel di
lehernya, membuat Indah semakin tampak cantik dan menggemaskan.
Malam itu seperti biasa, Pak Faisal membacakan dongeng
sebelum Indah tidur. menjelang akhir kisahnya, Pak Faisal mengajukan sebuah
pertanyaan pada Indah. “Indah..., Indah sayang sama Ayah?” . “Tentu dong yah,
Indah sayaaang sama ayah, sama Umi juga... kenapa...?” .
“Kalo Indah sayang
sama Ayah..., Kalungnya buat Ayah ya...?” . “Ya… Ayah, jangan dong yah... Ayah
boleh ambil boneka kancil punya Indah, atau si Twingky... atau si Tweety...
tapi jangan kalung ini yah...” ujar Indah memelas. “Ya udah... nggak apa-apa...
Ayah ngerti kok” , ujar Pak Faisal bijak.
Esok malamnya, di akhir ceritanya, Pak Faisal kembali
mengajukan pertanyaan yang sama pada Indah. “Indah..., Indah sayang sama Ayah?”
. “Tentu dong yah, Indah sayaaang sama ayah, sama umi juga… emang kenapa…?”.
“Kalo Indah sayang sama Ayah..., Kalungnya buat Ayah ya..?”. “Ya... Ayah,
jangan dong yah... Ayah boleh ambil boneka beruang punya Indah, atau si bantal
kingkong kesayangan Indah, tapi jangan kalung ini... Indah sayaaang banget sama
kalung ini... ” ujar Indah memelas sambil matanya barkaca-kaca.
“Ya udah...
nggak apa-apa.. Ayah ngerti kok... Indah tidurnya yang lelap ya, tapi jangan
kesiangan, bangunnya pagi pagi ya sayang...”ujar Pak Faisal, mencoba mencairkan
suasana.
Esok malamnya ketika Pa Faisal masuk kamar Indah, Pa Faisal
melihat Indah menangis, tangisan polos anak kecil yang cantik. Siapapun yang
mendengarnya, pasti terenyuh hatinya karena Indah memang jarang nangis. Pak
Faisal mendekat dan mengusap lembut rambut Indah yang tergerai panjang. Indah
berbalik, hingga Pak Faisal dapat melihat raut muka Indah yang sedang menangis.
Air matanya menetesi pipi-pipinya yang halus, matanya berkaca-kaca, tangannya
yang mungil menggenggam erat kalung mutiaranya. Dengan terbata-bata Indah
berkata, “Ayah.. Indah sayaaanng banget sama Ayah.. sama Umi juga.. Indah juga
sayang sama kalung ini.. tapi Indah lebih sayang sama ayah dan Umi… jadi…
kalung ini buat ayah aja..” ujar Indah disela-sela isak tangisnya.
Melihat ketulusan Indah, Pak Faisal terenyuh hatinya. Sambil
tersenyum, ia berkata “Indah… Ayah sama Umi juga sayaang sama Indah, makasih
Indah mau ngasih kalungnya ke Ayah. Boleh Ayah ambil kalungnya sekarang..?”.
Dengan senyum yang tulus, Indah mengulurkan tangannya.. sambil tersenyum, Indah
berkata “Boleh.. Indah ikhlas kok.. lagian kalung ini nggak ada apa-apanya
dibandingkan kasih sayang ayah sama umi..” ujar Indah dengan tulus.
Dengan perlahan sambil menatap mata Indah, Pak Faisal
mengambil kalung itu dari tangan Indah dan memasukkan kalung itu ke saku celana
panjangnya. Kemudian… Pak Faisal merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan kotak
kecil berwarna merah dan memberikannya pada Indah. “Makasih Indah, Bapak bangga
sama Indah.. sebenarnya bapak mau ngasih hadiah ini sebulan yang lalu.. tapi
sepertinya sekaranglah saat yang tepat.. dibuka ya hadiahnya..” Ujar Pak
Faisal, setengah berbisik.
Dengan cekatan, tangan mungil Indah segera bergerak
membuka kotak kecil itu, muka Indah tiba-tiba merona, berwarna merah muda,
indaaahh sekali..
ternyata kotak kecil itu berisi…………………… “kalung mutiara yang
asli!”.
Sahabat, sedikit renungan yang dapat kita petik dari cerita
di atas, terkadang kita terlalu terikat dengan apa yang telah kita capai dan
kita inginkan. Entah itu berupa kekayaan, kedudukan, pangkat, jabatan,
pasangan, atau apapun. Kita selalu merasa berat untuk kehilangan benda atau
orang yang sangat kita sayangi. Seperti Indah yang demikian sayangnya pada
kalung mutiara imitasi-nya. Namun tahukah sahabat, seperti Pak Faisal,
sesungguhnya seperti itulah Allah membimbing kita.
Terkadang Allah mencabut kedudukan kita, mengambil kekayaan
kita, mengambil orang yang sangat kita sayangi, melalui kuasanya. Sebenarnya
Allah sedang menunggu.. Apakah kita akan melepaskan segala kepalsuan yang
melekat pada diri kita atau tidak. Sekali kita melepaskan kepalsuan yang
melekat, saat itu juga, Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang asli, yang
lebih bersinar, dan abadi.
Sahabat, mudah2an kita dapat mengambil sedikit pelajaran dari
kisah kalung mutiara tersebut. Beberapa waktu yang lalu, saya dapat sms dari
seorang sahabat di Malang. Sebuah puisi tentang kaktus dan kupu-kupu.. tolong
disimak ya.. Ketika aku meminta setangkai bunga yang indah, Allah memberiku
kaktus berduri.
Ketika aku meminta binatang mungil nan cantik, Allah memberiku
ulat berbulu. Ketika Aku meminta kebijaksanaan, Allah memberiku setumpuk
masalah untuk diselesaikan. Aku sedih, protes, dan kecewa.. betapa tidak
adilnya ini.
Namun kemudian.. Kaktus itu berbunga, indaaah sekali,
berwarna-warni. Ulat itu pun berubah menjadi kupu-kupu yang cantik, Dan
ternyata, setumpuk masalah itupun dapat diselesaikan.
Itulah jalan Allah, ‘INDAH PADA WAKTUNYA”, “Allah tak memberi
apa yang kita harapkan, tapi Allah memberi apa yang kita perlukan. Kadang kita
sedih, marah dan kecewa. Tapi jauh diatas segalanya, Allah sedang merencanakan
yang terindah buat kita”.
“Perjalanan hidup itu ibarat sebuah hari, Dini hari adalah
masa dimana lembar baru tercipta, Pagi hari adalah masa kanak-kanak dimana
mimpi digantungkan. Siang hari adalah masa dewasa dimana mimpi dikejar dan
diraih. Senja hari adalah masa tua dimana mimpi dinikmati, sedangkan malam
adalah masa untuk mengakhirinya dengan istirahat panjang.. Sahabat, semoga
hidup ini sebaik perjalanan hari-harimu”.