VETERAN
Di pertigaan Tugu Lilin Solo ini, dulu saat Class ke-2, saya
berdarah-darah karena diserempet peluru Kompeni. Kini, di tempat yang sama,
dengan baju veteran kebanggan saya, saya kembali berdarah-darah diserempet
Motor Ninja.
SUMUR
2 bulan SPP belum dibayar. Besok, Bu Guru pasti marah lagi
padaku. Dan sepatu ini terus saja membuatku malu. Teman-teman suka mentertawakan
jari-jariku yang keluar dari ujung sepatu. Aku malu masuk sekolah. Aku cari
tali, tetapi di rumahku tak ada tali. Dan tiang-tiang kayu di rumahku tampaknya
juga terlalu lapuk. Kini, aku berjalan menuju sumur di belakang rumah.
GUNUNG
Dari Top Roof kantornya yang terletak di lantai 7, Pram
memandang jauh ke timur, ke sebuah Gunung yang berdiri megah jauh di sana.
Tiba-tiba semilir dinginnya angin pengunungan dapat dirasakan oleh kulitnya.
Ketika menoleh ke bawah, Ia melihat rumput-rumput hijau tumbuh di lantai beton
yang di pijaknya. Lalu, sebuah Id Card Biru tampak melayang pelan dari lantai 7
bangunan itu.
HEADLINE
“Istriku, berita yang aku tulis berhari-hari dengan
perjuangan itu akhirnya jadi Headline hari ini!” Malamnya, seorang lelaki bertamu
ke rumah menemui suaminya. Ketika Sang Istri sedang membawa kopi ke ruang tamu,
koran dengan headline yang ditulis suaminya telah bersimbah darah. Lelaki yang
bertamu tadi, hilang entah kemana.
KEBIASAAN
Lelaki itu segera mengenakan celana dalamnya. Ia lalu
mengambil dompet di celana panjangnya, dan cepat-cepat menyodorkan dua lembar
uang seratus ribuan kepada seorang wanita yang telanjang di atas tempat tidur.
Wanita itu tiba-tiba menampar pipinya dan berteriak, “Mas, aku ini istrimu!!!”
PIKNIK
Sepeda Jengki tua yang dinaiki Yati dan bapaknya berhenti di
depan Gerbang Taman Jurug, Solo. “Ti, kita piknik di sini saja, ya!”, kata Sang
Bapak sambil mengusap air mata di pipi Yati. Tetapi, air mata Yati terus
meleleh makin menjadi-jadi tatkala melihat Bis Pariwisata melintas di depannya.
Di dalam Bis tampak teman-teman sekelas Yati melambaikan tangan kepadanya.
MEMBELIMU
“Aku sudah membelimu! Jadi, terserah aku mau mukulin kamu
atau mau ngapaian kamu!” Pria itu berteriak sambil tangannya menunjuk sederetan
uang yang disusun indah dalam sebuah bingkai berukir yang tergantung di dinding
rumah. Uang itu berjumlah, dua juta, sepuluh ribu dua ratus, sepuluh rupiah.
SAWER
Marni menggenggam uang 50 ribuan lusuh. Seorang pria dengan
bau minuman keras yang menyengat, menyelipkan uang tersebut ke dalam BH-nya,
tadi malam. Bau minuman keras itu tak jua hilang. Setelah ia membayangkan
harumnya aroma nasi yang baru masak, untuk sarapan anak-anaknya nanti, Marni
baru bisa menghilangkan bau aroma minuman keras tadi.
PAHLAWAN
Jalanan malam itu sungguh sepi. Aku hampir saja mati jadi
korban tabrak lari, kalau saja Kakek Tua itu tidak muncul menolongku, memapahku
ke rumah Mantri Desa di ujung jalan ini. Sebelum pagi menjelang, kakek itu
pergi berlalu, berjalan menembus sebuah tembok putih, tembok sebuah makam
pahlawan.
TERTIPU
Aku tertawa keras dalam kematianku! Mereka semua tertipu!
Mereka berteriak “Tuhan!”, tetapi aku melihat sendiri, yang datang hanyalah
setan-setan ketika mereka membunuhku. Sesungging senyum puas terlukis di
wajahku, wajah di sebuah kepala yang kini terapung sendirian di atas Bengawan,
meninggalkan badanku.
KANKER
Seorang wanita cantik terbatuk-batuk parah. Sangat parah
hingga setiap kali ia terbatuk, darah segar muncrat dari bibirnya. Tak lama
kemudian wanita cantik itu mati. Sebuah makam dengan gaya punden berundak bak
putri bangsawan di anugerahkan kepadanya. Dengan huruf jawa kuno, dituliskan
sebuah nama di nisannya, “Rara Mendut”.
SAMA
Joni yang setengah mabuk mengencani pelacur di sebuah bilik bambu
belakang terminal. “Jangan Nungging!”, bentaknya kasar. Dan, ketika pelacur itu
membalikkan badannya. Joni seketika muntah-muntah. Joni kaget melihat pelacur
tersebut, Ia seakan melihat bayangannya sendiri di dalam cermin!
MALAIKAT
Ketika ia menarik tanganku, maka seketika itu juga rasa
sakit, perih dan panas yang mendera perutku tiba-tiba saja sirna. Awalnya aku
tak begitu jelas memperhatikan kehadirannya di antara kerumunan orang di
sekitarku. Tapi sosoknya mulai tampak terlihat jelas, ketika Marno menuangkan
cairan pengusir nyamuk ke dalam gelas minuman keras yang aku tenggak malam itu.
RESTAURANT
Lelah kerja lembur berhari-hari yang dirasakan Karto hilang
sudah. Ia akhirnya punya cukup uang untuk mengajak Suti, anaknya, makan di
sebuah restoran cepat saji. Dengan bersepeda mereka berdua kesana lalu memesan
sepotong ayam serta segelas soda untuk anaknya. Matanya berkaca-kaca ketika ia
memandangi Suti yang tampak begitu bahagia menikmati sepotong ayam yang
diimpikannya.
AYAHKU?
“Bu itu siapa?” Tanya seorang anak kecil kepada Ibunya. “Itu
ayahmu”. “Lalu wanita itu siapa?” “Itu istrinya”. Kalau lelaki itu ayahku, lalu
lelaki yang di rumah kita siapa?” “Lelaki itu suamiku, ayahmu juga.” Sampai
larut malam, anak kecil itu masih bingung atas jawaban ibunya. Tuhan begitu
mencintainya, lalu memberinya mimpi indah tentang sebuah taman bermain yang
terbuat dari coklat.
BAYI
Ketika akan menggendong bayi yang baru saja lahir dari rahim
istrinya, Andre tiba-tiba termangu dan kebingungan ketika melihat bayi tersebut
memiliki rambut ikal yang tebal. Di luar ruangan, tampak Sukro, supir pribadi Andre, mengintip dari balik
pintu kamar bersalin tersebut. Ia menghela napas lega dengan seraut wajah yang
sangat bahagia ketika melihat bayi mungil itu.
PARABOLA
Ketika aku kecil, orang-orang di desaku sering berkata,
“Denok, parasmu begitu ayu, kelak ibumu akan sangat beruntung memilikimu.” Aku
baru menyadari benar arti kata itu ketika aku berumur 15 tahun, saat Pak Hasan
datang ke rumah membawa penghulu untuk menikahiku selama 3 bulan lamanya. Lalu
kulihat Ibuku begitu bahagia karena memiliki parabola baru.
ORDER
“Bro, ada orderan tajir. Jam delapan di hotel biasa, kamar
603. Jangan lupa Bro, 30 persennya buat aku!” Berbekal sms itu, aku memasuki
lobby sebuah hotel berbintang empat dan langsung menuju kamar 603. Di dalam
kamar, ketika wanita setengah baya tersebut menoleh ke arahku, kami berdua
saling bertatapan dan sama-sama terdiam kaku. “Damn! Ini reuni keluarga yang
sungguh aneh”, makiku dalam hati.
STASIUN
Di stasiun pinggiran kota, Annelies duduk di bangku menunggu
kekasihnya tiba. Hatinya cemas mendengar kabar bahwa ada kekacauan jauh di
Batavia sana. Sebuah penerbitan pers diserbu tentara kerajaan, beberapa orang
terbunuh, banyak yang ditangkap. Berpuluh-puluh tahun kemudian, kuli dan tukang
batu yang merenovasi stasiun itu, masih melihatnya menunggu di bangku yang
sama.
PERTAMA
Waktu kita pertama kali bersama-sama melakukan dosa itu, aku
kira engkau menitikkan air mata karena takut akan azab dari dosa yang kita lakukan.
Setelah aku bertanya, ternyata engkau menitikkan air mata karena menahan perih,
karena memang belum terbiasa melakukannya.