Kisah ini terjadi ± tahun 1995, sudah cukup lama memang,
namun setiap ingin memasuki I’dul Adha saya selalu teringat dengan kejadian
yang pernah saya alami ini, dan sampai saat ini saya
tidak pernah melupakannya.
Awalnya saat saya sedang menjajakan dagangan bersama teman
(kami berempat waktu itu), kami mengeluh karena sudah 3 hari kami berdagang
baru 6 ekor yang terjual, tidak seperti tahun sebelumnya, biasanya sudah
puluhan ekor laku terjual dan hari raya sudah didepan mata (tinggal 2 hari
lagi). Kami cukup gelisah waktu itu. Ketika sedang berbincang salah seorang
teman mengajak saya untuk sholat ashar dan saya pun bersama teman saya
berangkat menuju masjid yang kebetulan dekat dengan tempat kami berjualan.
Setelah selesai sholat, seperti biasa saya melakukan zikir dan doa. Untuk saat
ini doa saya fokuskan untuk dagangan saya agar Allah memberikan kemudahan
semoga kiranya dagangan saya laku/ habis terjual.
Setelah selesai saya dan teman kembali bergegas untuk kembali
ke tempat kami jualan, dari kejauhan kami melihat ditempat kami berjualan
banyak sekali orang disana dan terlihat teman kami yang berada disana kesibukan
demi melayani calon pembeli. Akhirnya saya dan teman saya berlari untuk cepat
membantu melayani teman kami. Alhamdulillah pada saat itu sudah ada yang
membeli beberapa ekor kambing. “Terima kasih Ya Robb, Engkau telah mendengar dan
menjawab doa kami”, Syukur saya dalam hati.
Namun setelah semuanya terlayani dan keadaan kembali normal,
saya melihat seorang ibu-ibu sedang memperhatikan dagangan kami, seingat saya
ibu ini sudah lama berada disitu, pada saat kami sedang sibuk ibu ini sudah ada
namun hanya memperhatikan kami bertransaksi. Saya tegur teman saya “Ibu itu mau
beli ya ? dari tadi liatin dagangan terus, emang gak ditawarin ya ?,
sepertinya dari tadi udah ada disitu. Kayaknya Cuma liat-liat
aja, mungkin lagi nunggu bus kali.
Jawab teman singkat. Memang sih kalau dilihat dari pakaiannya
sepertinya gak akan beli ( mohon maaf.. ibu itu berpakaian lusuh sambil
menenteng payung lipat ditangan kanannya)
kalau dilihat dari penampilannya tidak mungkin ibu itu ingin
berqurban.
Namun saya coba hampiri ibu itu dan coba menawarkan.
“Silahkan bu dipilih hewannya, ada niat untuk qurban ya bu ?. Tanpa menjawab
pertanyaan saya, ibu itu langsung menunjuk, “Kalau yang itu berapa bang ?” Ibu
itu menunjuk hewan yang paling murah dari hewan yang lainnya. Kalau yang itu
harganya Rp. 600.000,- bu, jawab saya. Harga pasnya berapa bang ?, gak usah tawar
lagi ya bu... Rp. 500.000 deh kalau ibu mau.
Fikir saya memang dari harga
segitu keuntungan saya kecil, tapi biarlah khusus untuk ibu ini. “Uang saya
Cuma ada 450 ribu, boleh gak”. Waduh... saya bingung, karena itu harga modal
kami,
akhirnya saya berembug dengan teman yang lain. “Biarlah
mungkin ini jalan pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kalau dilihat dari
penampilannya sepertinya bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita
membantu niat ibu itu untuk berqurban”. Sepakat kami berempat. “Tapi bawa
sendiri ya.. ?” akhirnya si ibu tadi bersedia, tapi dia minta diantar oleh saya
dan ongkos bajaj-nya dia yang bayar dirumah. Setelah saya dikasih alamat
rumahnya si ibu itu langsung pulang dengan jalan kaki. Saya pun berangkat.
Ketika sampai di rumah ibu tersebut. Subhanallaah.....
Astaghfirullaah.....Alaahu Akbar, merinding saya, terasa mengigil seluruh badan
saya demi melihat keadaan rumah ibu tersebut.
Ibu itu hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya)
dan satu orang anaknya di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari
kawat. Saya tidak melihat tempat tidur/ kasur, yang ada hanya dipan kayu
beralas tikar lusuh.
Diatas dipan sedang tertidur seorang perempuan tua kurus yang
sepertinya dalam kondisi sakit. “Mak ... bangun mak, nih liat Sumi bawa apa”
(oh ternyata ibu ini namanya Sumi), perempuan tua itu terbangun dan berjalan
keluar. “Ini ibu saya bang” ibu itu mengenalkan orang tuanya kepada saya. Mak
Sumi udah beliin kambing buat emak qurban, ntar kita bawa ke Masjid ya mak.
Orang tua itu kaget
namun dari wajahnya terlihat senang dan bahagia, sambil
mengelus-elus kambing orang tua itu berucap, Alaahu Akbar, Alhamdulillaah,
akhirnya kesampaian juga emak qurban.
“Nih bang duitnya, maaf ya kalau saya nawarnya telalu murah,
saya hanya kuli cuci, saya sengaja kumpulkan uang untuk beli kambing yang mau
saya niatkan buat qurban ibu saya. Aduh GUSTI....... Ampuni dosa hamba, hamba
malu berhadapan dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang Miskin Harta tapi
dia kaya Iman.
Seperti bergetar bumi ini setelah mendengan niat dari ibu
ini. Rasanya saya sudah tidak sanggup lagi berlama-lama berada disitu. Saya
langsung pamit meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.
“Bang nih ongkos bajajnya.!, panggil si Ibu, “sudah bu cukup,
biar ongkos bajaj saya yang bayar. Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau
mata ini sudah basah, karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah
mempertemukan saya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh
keimanan ingin memuliakan orang tuanya.