Hukum pemeriksaan pra nikah


Sebagaimana dimaklumi, pada zaman modern ini terjadi krisis kepercayaan dan kejujuran antar sesama, terutama bila sudah menyangkut kekurangan diri, baik terkait fisik maupun kepribadiannya.

Keadaan ini menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam masalah pernikahan, karena pernikahan membutuhkan kejujuran tentang hal-hal ini sebelum akad nikah dilangsungkan. Pada sisi lain, ilmu kedokteran juga sudah semakin maju dan kebutuhan terhadapnya dalam hal pernikahan juga semakin dibutuhkan, yaitu untuk memastikan bahwa kedua calon mempelai yang akan melangsungkan pernikahan benar-benar sehat dan tidak ada penyesalan dari masing-masing pihak di kemudian hari.

Faktor-faktor itulah yang kemudian menyebabkan munculnya tradisi pemeriksaan kesehatan bagi calon mempelai. Tujuan dari pemeriksaan atau tes kesehatan ini, tak lain adalah untuk mengetahui apakah salah satu dari kedua calon mempelai tersebut mengidap penyakit berbahaya, penyakit menular, atau penyakit kelamin, dan lain sebagainya yang dikhawatirkan dapat memengaruhi kesehatan mereka di kemudian hari dan juga kesehatan keturunan mereka.

Untuk melihat penting tidaknya tes kesehatan ini, kita akan membahasnya dari beberapa sudut pandang.

A. Dari Sudut Pandang Ilmu Kesehatan

Dari sudut pandang ilmu kesehatan, tes kesehatan sebelum menikah memiliki manfaat (sisi positif) dan dampak negatif. Berikut penjelasannya;

Manfaat atau sisi-sisi positif tes kesehatan sebelum menikah:

1. Sebagai tindakan pencegahan yang sangat efektif untuk mengatasi timbulnya penyakit keturunan dan penyakit berbahaya lain yang berpotensi menular.

2. Sebagai tindakan pencegahan yang efektif untuk membendung penyebaran penyakit-penyakit menular yang berbahaya di tengah masyarakat. Hal ini juga akan berpengaruh positif bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

3. Sebagai upaya untuk menjamin lahirnya keturunan yang sehat dan berkualitas secara fisik dan mental. Sebab, dengan tes kesehatan ini akan diketahui secara dini tentang berbagai penyakit keturunan yang diderita oleh kedua calon mempelai.

4. Mengetahui tingkat kesuburan masing-masing calon mempelai. Hal ini penting karena salah satu penyebab utama timbulnya pertengkaran dan ketidakharmonisan antara sepasang suami-istri adalah masalah kemandulan.

5. Memastikan tidak adanya pelbagai kekurangan fisik maupun psikologis pada diri masing-masing calon mempelai yang dapat menghambat tercapainya tujuan-tujuan mulia pernikahan.

6. Memastikan tidak adanya penyakit-penyakit berbahaya yang mengancam keharmonisan dan keberlangsungan hidup kedua mempelai setelah pernikahan terjadi.

7. Sebagai upaya untuk memberikan jaminan tidak adanya bahaya yang mengancam kesehatan masing-masing mempelai yang akan ditimbulkan oleh persentuhan atau hubungan seksual di antara mereka.

Dampak atau sisi negatif dari tes kesehatan sebelum menikah:

1. Pemeriksaan kesehatan tak jarang menimbulkan dampak psikologis dan sosial yang kurang baik bagi kedua calon mempelai. Sebagai contoh, bila dalam pemeriksaan ini ditemukan indikasi bahwa calon mempela wanita memiliki peluang untuk mandul atau terkena kanker payudara misalnya, kemudian hal ini diketahui oleh banyak orang, maka hal itu seakan-akan merupakan vonis bagi wanita ini dan membuatnya tidak nyaman secara psikologis dan sosial. Padahal pemeriksaan medis semacam ini dapat salah dan benar.

2. Hasil negatif tes kesehatan acapkali menimbulkan kegelisahan, kegalauan, dan rasa putus asa bagi sebagian orang, terutama jika dalam pemeriksaan ini seseorang dinyatakan mengidap suatu penyakit kronis yang berat dan tidak dapat disembuhkan.

3. Hasil tes kesehatan itu sifatnya baru diagnosis yang mengandung banyak kemungkinan. Artinya, hasil tes kesehatan belum dapat dijadikan patokan untuk menentukan keberadaan suatu penyakit di tubuh seseorang di masa yang akan datang.

4. Hasil tes kesehatan kadangkala juga menjadi penyebab terjadinya pembatalan suatu pernikahan.

5. Hampir semua orang memiliki penyakit pada dirinya. Artinya, akan sulit menemukan orang yang benar-benar bersih dari penyakit. Apalagi, seperti dimaklumi bahwa jumlah penyakit keturunan saat ini sudah mencapai 3.000 lebih jenis penyakit.

6. Terlalu dini meyakini sebuah hasil tes kesehatan seringkali menimbulkan persoalan-persoalan baru yang justru lebih sulit diselesaikan.

7. Ada kekhawatiran dari sementara pihak bahwa hasil pemeriksaan kesehatan itu akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Itulah beberapa fakta menyangkut sisi negatif dan positif tes kesehatan sebelum pernikahan. Lantas, bagaimanakah syariat menyikapi hal tersebut? Bolehkah memaksa kedua mempelai yang akan menikah untuk memeriksakan kesehatannya terlebih dahulu?

B. Sudut Pandang Syariat

Sudah barang tentu bahwa pada zaman dahulu pembahasan masalah ini belum ada. Karena itu pula, wajar jika tidak ada pendapat yang dikemukakan oleh para ulama terdahulu tentang persoalan ini. Ada beberapa alasan mengapa hal itu terjadi. Selain pada zaman itu pembahasan tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan belum dibutuhkan, kaum muslimin generasi pertama adalah orang-orang istimewa yang amanah dalam menyampaikan kabar tentang berbagai aib. Kemudian, ilmu kedokteran pada zaman itu juga belum semaju saat ini, sehingga tidak memungkinkan dilakukannya pemeriksaan kesehatan tersebut.

Adapun para ulama zaman ini, tentang masalah tes kesehatan tersebut, pendapat mereka terbagi dalam dua kelompok sebagaimana berikut;

Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa pemeriksaan kesehatan itu tidak boleh dan tidak diperlukan. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Baz—mudah-mudahan Allah menyinari kuburnya. Menurutnya, pemeriksaan kesehatan itu membuat orang tidak lagi berprasangka baik kepada Allah swt. dan seringkali menghasilkan pernyataan yang tidak tepat.

Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa pemeriksaan itu boleh dilakukan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jumhur ulama berpegangan pada pendapat ini. Menurut mereka, tes kesehatan tidak bertentangan dengan syariat dan keimanan kepada Allah swt. sebab, pada dasarnya tes tersebut hanya sekadar sebagai sebuah ikhtiar manusia untuk kebaikan hidupnya. Dan upaya seperti ini, secara tersirat diperbolehkan berdasarkan pernyataan Umar ibnu Khaththab ketika terjadi wabah penyakit menular di Syam. Diriwayatkan, Umar berkata, “Aku lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.” (HR. Bukhari)

Atas dasar semua itu, penulis menyimpulkan, “Pendapat kedua agaknya lebih medekati kebenaran dan dapat digunakan dengan beberapa syarat yang harus diperhatikan. Berbagai alasan dan dalil-dalil yang dapat menjadi dasar pelaksanaan tes kesehatan tersebut sebagai berikut.

1. Memelihara dan menjaga keturunan merupakan salah satu dari lima tujuan dasar penetapan syariat dan salah satu perkara yang berulangkali disebut-sebut dalam Al-Qur`an. Seperti dimaklumi, tentang keturunan yang baik ini, Nabi Zakaria pernah berdoa,

“… Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu…” (QS. Ali ‘Imran [3]: 38) Bahkan, salah satu doa yang diajarkan Al-Qur`an kepada umat Islam adalah,

“…Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan [25]: 74)

Atas dasar dan dalil di atas, maka tidak ada larangan atau halangan bagi seseorang untuk berupaya dan berusaha mendapatkan keturunan yang baik dan tidak memiliki cacat.

2. Anjuran Rasulullah saw. untuk memilih istri dari keluarga yang subur dan memiliki banyak keturunan. Diriwayatkan, beliau saw. pernah bersabda,

“Nikahilah wanita yang subur dan penuh cinta kasih. Aku sungguh berharap bisa membanggakan jumlah kalian yang banyak di antara umat-umat lain.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa`i)

Hadits di atas termasuk salah satu dalil yang menunjukkan arti pentingnya pemilihan pasangan hidup berdasarkan kesehatan dalam rangka mewujudkan keturunan yang baik dan sehat di masa mendatang.

3. Diriwayatkan, Umar pernah berkata, “Jika seorang lelaki menikahi seorang wanita yang gila atau mengidap penyakit kusta maupun lepra, maka ia tetap wajib membayar mahar kepada wanita itu. Tetapi orang yang menikahkan keduanya juga wajib membayar ganti rugi kepada lelaki tersebut.” (HR. Malik, Abdurrazzaq, dan Baihaqi)

4. Dalil-dalil yang menganjurkan agar seorang lelaki melihat wanita yang dipinangnya dan mengetahui kekurangan (aib)-nya. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berikut ini.

Rasulullah bersabda kepada seorang lelaki, “…Pergilah dan lihatlah ia! Orang-orang Anshar bisa dibaca dari matanya.” (HR. Muslim dan an-Nasa`i)

5. Dalil-dalil umum yang memerintahkan agar seseorang menjauhi mereka yang terkena penyakit menular. Salah satunya adalah sabda Rasulullah saw. berikut ini.

“(Binatang) yang mengidap penyakit menular jangan digabungkan dengan (binatang) yang sehat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah saw. bersabda, “Menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa!” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Baihaqi)

Pada zaman ini, penyakit-penyakit itu tentu saja hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan kesehatan.

6. Dalil-dalil umum yang menjelaskan tentang kewajiban menghindari bahaya. Dalil-dalil juga dapat digunakan sebagai dasar untuk membolehkan tes pemeriksaan kesehatan ini.

Berdasarkan beberapa alasan dan dalil di atas, bisa disimpulkan bahwa pemeriksaan kesehatan sebelum pernikahan tidak bertentangan dengan syariat. Bahkan, tindakan ini justru sesuai dengan tujuan-tujuan syariat. Atas dasar itu, apabila pemerintah mewajibkan pemeriksaan kesehatan seperti pada zaman ini dikarenakan semakin banyaknya jenis penyakit menular, hal itu juga dibolehkan.

Meski demikian halnya, tetap harus dicatat bahwa pemeriksaan kesehatan itu sama sekali tidak berpengaruh apa pun terhadap sah atau tidaknya suatu akad nikah.