Hukum Menjamak Shalat karena Sakit


Semua orang ingin dirinya selalu sehat. Pada kenyataannya, orang yang terlalu capek beraktivitas atau usia yang sudah menua tidak terhindar dari penyakit, baik penyakit ringan maupun sampai yang komplikasi. Saat dalam keadaan sakit, bolehkah melakukan shalat jamak, baik jamak takdim maupun jamak takhir?

Syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fathul Muin menjelaskan demikian.

يجوز الجمع بالمرض تقديما وتأخيرا – على المختار – ويراعي الارفق، فإن كان يزداد مرضه – كأن كان يحم مثلا وقت الثانية قدمها بشروط جمع التقديم، أو وقت الاولى أخرها بنية الجمع في وقت الاولى.
Menjamak shalat karena sakit itu boleh, baik jamak takdim maupun jamak takhir menurut pendapat yang terbaik, dan disesuaikan konidisi yang paling memungkinkan.

Bila sakit bertambah parah, misalnya demam semakin meninggi saat waktu kedua, maka sebaiknya yang dilakukan adalah jamak takdim sesuai syarat yang berlaku. Atau sakitnya bertambah parah di waktu shalat pertama, maka lakukanlah jamak takhir dengan niat pada waktu shalat pertama.

وضبط جمع متأخرون المرض هنا بأنه ما يشق معه فعل كل فرض في وقته، كمشقة المشي في المطر، بحيث تبتل ثيابه. وقال آخرون: لا بد من مشقة ظاهرة زيادة على ذلك، بحيث تبيح الجلوس في الفرض. وهو الاوجه.
Ulama mutaakhirin membatasi sakit yang boleh melakukan jamak di sini adalah sakit yang membuat payah melakukan shalat fardu pada setiap waktu. Batasannya itu sama seperti berjalan untuk berjamaah saat turun hujan yang menyebabkan baju basah.

Ulama lain berpendapat bahwa masyaqqah sakit itu harus benar-benar tampak lebih dari itu. Ukurannya adalah sekiranya sakit tersebut menyebabkan kebolehan shalat sambil duduk.

Menurut Syekh Abu Bakar Syatha, kebolehan menjamak shalat tersebut didasarkan atas hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.

جمع رسول الله صلى الله عليه وسلم بين الظهر والعصر وبين المغرب والعشاء بالمدينة من غير خوف ولا مطر قال فقيل لابن عباس ما أراد بذلك قال أراد أن لا يحرج أمته
Rasulullah saw. menjamak shalat Zuhur dan Asar, Magrib dan Isya, di Madina tanpa ada sebab takut ataupun hujan. Ditanyakan pada Ibnu Abbas, “Maksud Rasul melakukan jamak tersebut apa?” “Itu agar menjadi solusi bagi umatnya untuk tidak terlalu terbebani,” kata Ibnu Abbas. (HR Tirmidzi).