Sekarang dapat kami simpulkan bahwa doktrin al-Farabi sangat selaras dan konsisten, tiap-tiap bagiannya benar-benar saling berkait. Dari Yang Esa, Sebab Pertama, al-Farabi terus menuju ke sepuluh intelegensi, yang darinya dua dunia langit dan bumi memancar.
Lingkungan-lingkungannya digerakkan oleh intelegensi-intelegnsi yang mengaturnya, dan alam dengan pertumbuhan dan kehancurannya, terkena intelegensi-intelegensi ini, yaitu intelegensi agen. Begitu pula politik dan etika, karena kebahagiaan yang dituntut oleh manusia tak lain hanyalah berhubungan dengan dunia langit “Kota Model”-nya hanyalah dimaksudkan untuk ini.
Ajaran ini pada waktu yang sama bersifat spiritualistis dan idialistis, karena al-Farabi hampir memandang segala sesuatu sebagai jiwa.
Tuhannya adalah Jiwa dari segala Jiwa, lingkung-lingkung astronominya diatur oleh jiwa-jiwa langit, dan pangeran kotanya adalah seorang yang jiwanya mengatasi tubuhnya.
Spiritualisme ini berakar pada gagasan-gagasan dan konsepsi-konsepsi, dan secara keseluruhan untuk dispekulasikan dan direnungkan. Yang Esa adalah gagasan tiada tara dan Akal yang mengakali diri. Kemaujudan-kemaujudan lainnya disebabkan oleh akal ini. Melalui spekulasi dan perenungan, manusia dapat berhubungan dengan dunia langit dan memperoleh kebahagiaan sempurna. Tak spiritualisme pun berkait erat dengan idealisme kecuali spiritualisme al-Farabi.
Meskipun doktrin al-Farabi merupakan pencerminan Abad-abad Pertengahan, tetapi ia mengandung gagasan-gagasan modern dan kontemporer. Ia senang terhadap ilmu pengetahuan, menganjurkan eksperimen dan menolak peramalan dan astrologi. Ia mempercayai sepenuhnya sebab-akibat dan takdir, sehingga ia mengakui adanya sebab-sebab, meskipun terhadap efek-efek yang tak jelas sebabnya. Ia mengangkat akal ke tingkat yang sedemikian suci, sehingga ia terdorong untuk mendamaikannya dengan tradisi sehingga tercapai kesesuaian antara filsafat dan agama.