1. Logika


Filsafat al-Farabi mempunyai corak dan tujuan yang berbeda. Ia mengambil ajaran-ajaran para filosof terdahulu, membangun kembali dalam bentuk yang sesuai dengan lingkup kebudayaan, dan menyusunnya sedemikian sistematis dan selaras. Al-Farabi adalah seorang yang logis baik dalam pemikiran, pernyataan, argumentasi, diskusi, keterangan dan penalarannya.

Filsafatnya mungkin tertumpu pada beberapa perkiraan yang keliru dan mungkin juga berisi beberapa hipotesa yang telah ditolak oleh ilmu pengetahuan modern, tetapi ia mempunyi peranan penting dan pengaruh yang besar di bidang pemikiran masa-masa sesudahnya. Dimulai dengan studi logika al-Farabi, akan kami jelaskan corak dan unsur-unsur penting filsafatnya.


1. Logika

Telah dijelaskan di atas bahwa sebagian besar karya al-Farabi dipusatkan pada studi tentang logika, tetapi hal ini hanya terbatas pada penulisan kerangka Organon, dalam versi yang dikenal oleh para sarjana Arab saat itu. Ia menyatakan bahwa “seni logika, umumnya memberikan aturan-aturan, yang bila diikuti dapat memberikan pemikiran yang besar dan mengarahkan manusia secara langsung kepada kebenaran dan menjauhkan kesalahan-kesalahan.

Menurutnya, logika mempunyai kedudukan yang mudah dimengerti, sebagaimana hubungan antara tata bahasa dengabn kata-kata, dan ilmu matra dengan syair. Ia menekankan praktek dan penggunaan aspek logika, dengan menunjukkan bahwa pemahaman dapat diuji lewat aturan-aturannya, sebagaimana dimensi, volume dan masa ditentukan oleh ukuran.

Logika juga membantu kita membedakan yang benar dan yang salah dan memperoleh cara yang benar dalam berpikir atau dala menunjukkan orang lain kepada cara ini ia juga menunjukkan dari mana kita mulai berpikir dan bagaimana mengarahkan pikiran itu kepada kesimpulan-kesimpulan akhir.

Dalam berpidato dan berdialog, atau dalam geometri dan ilmu hitung, logika tak pernah dapat dikesampingkan, sebagaimana dalam mempelajari sejumlah puisi atau pidato, orang tak dapat mengesampingkan tata bahasa. Seni logika – menurut pendapat umum bukanlah sekadar hiasan tak berguna, karena ia tak dapat digantikan dengan kemampuan ilmiah.

Tetapi al-Farabi selalu membedakan antara tata bahasa dan logika tata bahasa hanya berkaitan dengan kata-kata, sedangkan logika berkaitan dengan arti dan kata-kata yang merupakan penjelmaan makna. Terlebih, tata bahasa selalu berkenaan dengan aturan-aturan bahasa, sedangkan bahasa itu berbeda-beda, tetapi, logika berkaitan dengan pemikiran manusia yang selalu sama di mana dan kapanpun.

Masalah pokok logika ialah topik-topiknya yang membahas aturan-aturan pemahaman. Topik-topik itu dikelompokkan menjadi delapan:

1. Pengelompokkan

2. Penafsiran

3. Pengupasan Pertama

4. Pengupasan kedua

5. Topik

6. Sofistik

7. Retorik dan

8. Puisi

Yang kesemua itu merupakan tujuan utama logika. Bagian keempat merupakan bagian paling berguna dan paling penting dibandingkan yang lainnya yang terdahulu dapat dianggap sebagai pendahuluan dan berikutnya merupakan penerapan dan perbandingan yang dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dan kebingungan.

Jelaslah bahwa al-Farabi mengikuti langkah-langkah Aristoteles, meskipun ia memasukkan retorika dan puisi ke dalam cabang logika. Kesalahan serupa dilakukan oleh para pengikut Aristoteles, terutama yang berasal dari aliran Alexandria.

Beberapa di antara mereka bahkan mengakui Isagoge (pendahuluan)-nya Porphyry sebagai bagian dari Organon-Nya Aristoteles, teapi pengakuan ini tidak didukung oleh al-Farabi yang terkenal sebagai “Guru Kedua” (The Second Teacher), sedang Aristoteles dianggap sebagai Guru Pertama. Tak diragukan lagi, pemaparan dipandang penting oleh Aristoteles, tetapi tampaknya ia lebih bangga dengan penemuannya terntang silogisme.

Sumbangan al-Farabi di bidang logika ada dua. Pertama, ia telah berhasil secara tepat dan jelas menerangkan logika Aristoteles kepada bangsa yang berbahasa Arab.

Dalam pendahuluan dari salah satu risalahnya yang diterbitkan akhir-akhir ini, ia menunjukkan bahwa ia menerangkan prinsip-prinsip silogisme Aristoteles dalam istilah yang dikenal oleh Bangsa Arab, karena itu ia memberikan contoh dari kehidupan sehari-hari yang terjadi pada masa hidupnya, yang menggantikan contoh-contoh samar dan asing yang telah digunakan oleh Aristoteles. Proses yang dilakukannya betapapun tidak merugikan studi logika Aristoteles, dan tidak pula membuat jalan lain, atau memutar balikan arti filsafatnya.

Pada pihak lain, al-Farabi meletakkan landasan bagi lima bagian penalaran, dengan menampakkan sifat demonstratifnya bila hal itu membawa kepada kepastian dialektik, bila hal itu membawa kepada kesamaan keyakinan lewat niat baik sofistik, bila hal itu membahwa pada kesamaan keyakinan lewat niak buruk dan kesalahan retorika, bila hal itu membawa kepada suatu pendapat yang mungkin dan puitis, bila hal itu membawa kepada imajinasi yang menyenangkan atau menyakitkan jiwa.

Keragaman ini diberlakukan sesuatu dengan situasi dan tingkatan pendengar. Para filosof dan sarjana menggunakan penalaran demonstratif, ahli teologi menggunakan silogisme dialektik dan politikus menggunakan silogisme retorik. Jelaslah bahwa cara menghadapi setiap kelompok masyarakat harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan mereka dan dengan demikian, silogisme demonstratif digunakan untuk kelompok dan massa yang sulit.

Menu