Etika


Ibn Bajjah membagi tindakan menjadi tindakan hewani dan manusiawi. Yang pertama dikarenakan oleh kebutuhan-kebutuhan alamiah, bersifat hewani sekaligus manusiawi. Makan, misalnya, bersifat hewani sepanjang hal itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan dan keinginan, juga bersifat manusiawi sepanjang hal itu dilakukan untuk menjaga kekuatan dan kehidupan demi meraih karunia-karunia spiritual.

Ibn Bajjah membawa perhatian kita kepada unsur-unsur manusiawi yang aktig, sebab manusia terlalu tinggi untuk dikualifikasikan dengan unsur-unsur pasif yang bersifat material atau hewani. Unsur manusia untuk mempelajari merupakan unsur pasif, begitu pula dalam arti yang berbeda. Unsur aktif berkeinginan mencapai kesempurnaan saja, sesudah itu ia berhenti sebagaimana dalam cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu urusan dagang.

Tapi pengulangan cara itu dilaksanakan hanya lewat pendapat dan ruh (soul) yang berhasrat. Apa yang dilaksanakan karena ruh (soul) yang mengandung hasrat merupakan tindakan yang dilakukan oleh pendapat merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang lain. Ruh (soul) yang mengandung hasrat menginginkan suatu obyek yang bersifat kekal, keinginan itu disebut kesenangan, dan ketiadaannya disebut kejemuan dan kesakaitan.

Siapa pun yang bertindak dengan cara ini dianggap sebgai telah melakukan tindakan hewani. Dan mereka yang bertindak melalui pendapat atau pikirannya bertindak secara manusiawi. Pendapat menggerakkan orang ke arah yang secara esensial kekal, atau ke arah yang kekal karena hal itu berlimpah-limpah.

Jika tindakan bersifat kekal dikarenakan kelimpahan, maka tujuan akan menggantikan tindakan permulaan. Pengupayaan tujuan ini terjadi karena kecenderungan semata, yang dalam hal itu ia merupakan suatu tindakan hewani, atau karena pendapat yang bertujuan mencapai kesempurnaannya.

Tujuan itu beragam sesuai dengan sifat individu-individu beberapa orang misanya, lahir untuk menjadi pembuat sepatu,d an yang lain untuk menguasai ketrampilan lain. Tujuan-tujuan saling melayani,d an mereka semua menuju ke tujuan akhir yang sama – yaitu tujuan utama. Manusia utama tentu saja adalah yang mempersiapkan dirinya untuk mencapai tujuan utama itu, dan mereka yang tidak siap untuk itu tentu saja tunduk.

Oleh karena itu sebagian orang tentu saja patuh dan diperintah oleh yang lain, dan sebagian memiliki wewenang alamiah dan memerintah yang lain.

Pendapat secara esensial kadang-kadang benar. Hal ini terjadi bila ia menginignkan yang kekal. Kadang-kadang ia secara kebetulan benar dan bukan secara esensial. Pendapat-pendapat orang pandai, misalnya, adalah benar tentang obyek-obyek yang telah mereka bangun tapi tidak benar dalam diri mereka sendiri.

Pendapat-pendapat ini secara relatif benar, tapi secara universal tidak benar. Tanaman colocynth bermanfaat bagi orang yang berdarah dingin, tapi tidak untuk semua orang. Di pihak lain, roti dan daging bermanfaat secara alamiah dan secara universal. Pendapat yang secara relatif dan umum benar adalah benar secara mutlak.

Tapi kadang-kadang apa yang secara relatif benar, tidak benar secara umum, dan karena itu ia benar dalam satu segi dan salah dalam segi lain.

Untuk menyatakan apakah sesuatu tindakan itu bersifat hewani atau manusiawi, perlulah memiliki spekulasi di samping kemauan. Dengan memperhatikan sifat kemauan dan spekulasi ibn Bajjah membagi kebajikan menjadi dua jenis, kebajikan formal dan spekulatif. Kebajikan formal merupakan pembawaan sejak lahir tanpa pengaruh kemauan atau spekulasi, seperti kejujuran seekor anjing, sebab mustahil bagi seekor anjing untuk tidak jujur.

Kebajikan ini tidak bernilai pada manusia. Kebajikan spekulatif didasarkan pada untuk memenuhi keinginan alamiah disebut tindakan ketuhanan bukan manusiawi, sebab hal ini jarang terdapat pada manusia. Yang baik, menurut ibn Bajjah, merupakan eksistensi, dan yang jahat merupakan ketiadaan. Dengan kata lain, yang jahat, baginya, benar-benar tidak jahat.

Menu