Untuk mengemukakan para ahli pikir yagn sejaman dengan ibn Bajjah, kami hanya mendapatkan sumber keterangan yang kuat dari muridnya sendiri, ibn Imam, dan lewat dia kami memperoleh bahan-bahan mengani tulisan-tulisannya.
Al-Wazir abu al-Hasan Ali ibn Abd al-Azis ibn al-Imam, seorang murid setia ibn Bajjah, meletarikan tulisan-tulisan tokoh itu dalam suatu antalogi (bunga rampai), yang di situ dia memberikan kata pendahuluannya, kemantengan ibn Bajjah dengan muridnya ini, seorang pejabat tinggi, tampak jelas sekali dari mukadimah surat-suratnya yang ditujukannya kepadanya, yang kini terdapat pada bungai rampai tersehut yang disimpan di Bodleian Library, Oxford.
Dalam kata pendahuluan bunga rampai itu, ibn Imam mengatakan:
"........................ buku-buku filsafat banyak beredar di kota-kota di Spanyol pada masa pemerintahan al_Hakam II (350 H/ 961 M – 366 H / 976 M, yang telah mendatangkan karya-karya langka yang digubah di Timur dan membuat penjelasan-penjelasan karya – karya itu. Dia (ibn Bajjah) membuat catatan-catatan sendiri atas buku-buku kuno ini serta yang lain-lainnya, dan meneliti karya-karya tersebut.
Caranya tidak diketahui oleh peneliti mana pun sebelum dia (ibn Bajjah). Dan tidak ada sesuatu pun, kecuali kesalahan dan perubahan, dicatat olehnya menyangkut ilmu-ilmu kuno. Sejumlah kesalahan, misalnya, dibuat oleh ibn Hazm, yang merupakan salah seorang peneliti paling masyhur pada jamannya, sementara sebagian besar mereka bahkan tidak berusaha mencatat pemikiran-pemikiran mereka.
Ibn Bajjah lebih unggul dari ibn Hazm dalam hal meneliti, dan lebih tajam dalam hal membuat perbedaan-perbedaan. Cara-cara penelitian dalam ilmu-ilmu itu hanya diketahui oleh sarjana ini (ibn Bajjah) dan Malik ibn Wuhaib dari Sevile, keduanya hidup sejaman. Tapi tidak ada sesuatu pun yang dicatat oleh Malik kecuali sebuah risalah pendek mengenai prinsip-prinsip logika.
Kemudian dia tidak lagi meneliti ilmu-ilmu ini dan membicarakan ilmu-ilmu tersebut secara terbuka, dikarenakan oleh usaha-usahanya untuk membahas ilmu-ilmu filsafat dan menguasai subyek-subyek ilmiah. Dia berpaling kepada ilmu-ilmu keagamaan dan menjadi salah seorang tokoh dalam biang itu tapi cahaya ilmu filsafat tidak menyinari benaknya, pun dia tidak mencatat sesuatu dalam bidang itu bagi penerusnya sepeninggalnya.
Sedangkan mengenai abu Bakr (Semoga Allah mengasihinya), keunggulan wataknya mendorongnya untuk tidak berhenti meneliti, menrik kesimpulan dan membaca semuanya, yang meninggalkan kesan nyata dalam benaknya, pada berbagai kesempatan ketika keadaan sedang berubah-ubah dan jamannya.”
Kata-kata ibn al-Imam secara jelas sekali memperlihatkan penghargaannya keapda Malik yang hidup sejaman dengan ibn Bajjah, dan pendahulu-pendahulunya seperti ibn Hazm. Pujian ibn al-Imam terhadap gurunya ternyata sama dengan pujian sejumlah ahli sejarah terhadap orang yang sama.
Ibn Tufail, pengarang termasyhur roman filosofis terkemuka, Hayy ibn Yaqzan dan seorang tokoh lebih muda yagn hidup sejamannya dengan ibn Bajjah, menyebut ibn Bajjah secara khusus dalam karya romannya yang abadi itu dan melukiskannya sebagai berikut:
“Tapi tak seorang pun dari mereka yang memiliki pikiran yang lebih tajam, pandangan yang lebih akurat atau wawasan yang lebih luas selaibn abu Bakr ibn al-Sha’igh.”
Tokoh lain yang hidup sejaman dengan ibn Bajjah adalah al-Amir al-Muqtadir ibn Hud, yang memerintah Saragossa (438 H/1046 M – 474 H/1081 M).
Dia disebut oleh al-Syaqandi, yang menujukan kata-katanya kepada orang-orang Afrika, sebagai berikut:
“Apakah kalian memiliki seorang raja yang ahli dalam bidang matematika dan filsafat seperti al-Muqtadir ibn Hud, penguasa Saragossa?”
Putranya al-Mu’tamin (meninggal tahun 474 H/1085 M) adalah seoerang pendukung ilmu-ilmu rasional.