Landasan dinasti Muwahhid berkaitan dengan nama ibn Tumart (meninggal 524 J/1130 M), seorang pemimpin keagamaan dan politik yang menganggap dirinya sebagai Mahdi. Dia memperkenalkan kepada dunia barat skolatikisme al-Ghazali dan mendesak orang-orang untuk mempelajari Fiqh Zahiriah.
Dalam pengembaraannya dia bertemu dengan ‘Abd al-Mu’min al-Qumi (meninggal 558 H/1163 M), putra seorang pembuat barang tembikar, dan membuatnya menjadi pengikutnya serta warisannya dalam gerakan puritanismenya. Dia mengangkar bendera pemberontakan melawan para penguasa Murabiah Spanyol, tapi akhirnya keberhasilan jatuh kepada ‘Abd al-Mu’min, yang menguasai Oran, Tlemcen, Fez, Ceuta dan pada tahun 542 H/1147 M menjadi penguasa Muwahhid pertama di Maroko.
Dia digantikan oleh abu Ya’qub Yusuf (meninggal pada tahun 580 H/1184 M) dan kemudian oleh abu Yusud al-Mansur (meninggal pada tahun 595 H/1199 M) yang dalam Pemerintahannya kedua orang besar termasyhur itu, ibn Tufail dan ibn Rusyd, memancarkan kegemilangan abadi mereka.
Orang-orang Muwahhid itu mengaku sebagai pengikut al-Ghazali. Mereka dikenal karena keyakinan puritanis mereka mengenai keesaan Tuhan.
Gagasan antropomorfis bagi mereka merupakan suatu laknat. Karena pengaruh ibn Tumart, mereka mempertahankan ketaatan membuta mereka terhadap aspek eksoteris agama. Fiqh Zahiriah merupakan agama Negara Muwahhid.
Sebagai pewaris ibn Bajjah, mereka menganggap filsafat sebagai bagian dari kebenaran esoteris yang disediakan bagi sebagian kecil orang-orang yang mendapatkan pencerahan. Orang awam, karena tidak mampu mencerna pengetahuan murni, tidak boleh diajari lebih dari sekedar makna harfiah ilmu akhirat Al-Quran.
Tak perlu dikatakan bahwa persiapan mental ibn Tufail sebagian besar ditunjang oleh agama resmi Muwahhid, dan karyanya Hayy ibn Yaqzan tak lain merupakan suatu pembelaan atas sikap para Muwahhid terhadap rakyat dan para filosof.