1. Dunia


Apakah dunia itu kekal, atau diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan atas kehendak-Nya? Inilah salah satu masalah paling menantang dalam fislafat Muslim. Ibn Tufail sejalan dengan kemahiran dialektisnya, menghadapi amsalah itu dengan tepat,s ebagaimana Kant. Tidak seperti para pendahulunya, dia tidak menganut salah satu doktrin saingannya, pun dia tidak berusaha mendamaikan mereka.

Di lain pihak, dia mengecam dengan pedas para pengikut Aristoteles dan sikap-sikap teologis. Kekekalan dunia melibatkan konsep eksistensi tak berbatas yang tak kurang mustahil dibandingkan gagasan tentang rentangan tak berbatas.

Eksistensi semacam itu tidak dapat lepas dari kejadian-kejadian yang diciptakan dan karena itu tidak dapat mendahului mereka dalam hal waktu dan yang tidak dapat ada sebelum kejadian-kejadian yang tercipta itu pasti tercipta secara lambat-laun. Begitu pula, konsep creatio ex nihilo tidak dapat mempertahankan penelitiannya yang seksama.

Sebagaimana al-Ghazali, dia mengemukakan bahwa gagasan mengenai kemaujudan sebelum ketidak maujudan tidak dapat dipahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum dunia ada tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari dunia, dan karena itu kemaujudannya mendahului kemaujudan dunia dikesampingkan. Lagi, segala yang tercipta pasti membutuhkan Pencipta.

Kalau begitu mengapa sang Pencipta menciptakan dunia saat itu dan bukan sebelumnya? Apakah hal itu dikarenakan oleh sesuatu yang terjadai atas-Nya? Tentu saja tidak, sebab tiada sesuatu pun maujud sebelum Dia untuk membuat sesuatu terjadi atas-Nya. Apakah hal itu meski dianggap bersumber dari suatu perubahan yang terjadi atas sifat-Nya? Tapi adakah yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tersebut?

Karena itu ibn Tufail tidak menerima baik pandangan mengenai kekekalan maupun penciptaan semetara dunia ini.

Antinomi ini dengan jelas meramalkan sikap para pengikut Kant bahwa nalar ada batasnya dan bahwa argumentasinya akan mendatangkan kontradiksi yang membingungkan.

Menu