Di antara harta haram, adalah harta yang bercampur dengan hak Allah yang tidak dibayarkan, seperti : zakat yang tidak ditunaikan.
Tindakan ini adalah sebuah kezaliman terhadap hak Allah, dan harta tersebut terhitung harta haram yang harus secepatnya dikeluarkan.
Allah telah menciptakan seluruh makhluk dan juga telah menjamin rezki mereka seluruhnya ; "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezkinya". (Huud : 6)
"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu". (Al Ankabuut : 60)
Sebagian manusia memperoleh rezkinya dari pengguna jasa mereka dalam bentuk upah, mereka adalah kaum buruh, pegawai dan orang upahan.
Dan Sebagaian manusia mendapatkan rezkinya dari harga barang yang mereka hasilkan, mereka adalah kaum produsen dan petani.
Dan ada sebagian manusia yang mendapat rezkinya dari keuntungan selisih harga barang yang mereka beli dengan harga barang yang mereka jual, mereka adalah kaum pedagang.
Dan juga ada sebagian manusia, rezki mereka bukan karena barang atau jasa yang mereka berikan kepada pihak kedua, akan tetapi karena status mereka sebagai kaum fakir dan miskin. rezki mereka berada di tangan orang-orang yang wajib zakat. Ini tidak berarti islam menganjurkan orang miskin untuk bermalas-malasan, berpangku tangan dengan alasan rezki mereka sudah ditentukan Allah dalam harta orang-orang yang wajib zakat. Karena status miskin yang dimaksud di sini orang yang sudah berusaha mencari rezki akan tetapi Allah mentakdirkan rezki mereka tidak mencukupi kebutuhan mereka.
Allah berfirman, "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)". (Al Maarij : 24-25).
Ayat di atas menjelaskan bahwa zakat yang merupakan rezki para kaum lemah telah ditentukan Allah persentasenya pada harta orang kaya, maka tidak cukup jika dikeluarkan sekehendak pemilik harta.
Bilamana diketahui bahwa zakat bagi fakir miskin sama artinya dengan upah bagi seorang pekerja dan sama dengan harga barang yang diberikan pembeli kepada penjual maka sebagaimana Allah mencela orang yang telah menggunakan jasa buruh namun menunda-nunda upahnya atau sama sekali tidak diberikan, maka Allah juga mencela orang-orang yang menahan rezki kaum dhuafa.
Pencelaan terhadap orang yang menahan upah buruh dapat dicerna oleh logika dan naluri manusiawi, akan tetapi pencelaan terhadap orang-orang yang menahan rezki fakir miskin tidak demikian halnya.
Oleh karena itu, Islam datang mewajibkan kepada orang-orang yang telah memenuhi syarat untuk menunaikan zakat dan menjadikan kewajiban zakat sebagai salah satu rukun islam, serta mengancam dengan siksaan yang berat bagi orang yang tidak menunaikannya. Dikarenakan orang yang menahan zakat telah menzalimi pihak kaum dhuafa yang tidak berani mengambil rezki mereka yang berada di genggaman orang-orang yang kaya.
Sungguh kezaliman yang sangat besar jika kaum kafir tersebut tidur dengan perut lapar dan badan tidak terbalut kain sedangkan rezki mereka telah ditentukan Allah pada harta orang-orang kaya disekeliling mereka cukup untuk menutupi kebutuhan pokok mereka namun orang-orang kaya tersebut tidak memberikannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis, ketika dua orang datang meminta harta zakat dan Nabi melihat mereka berbadan kuat, beliau bersabda, "zakat tidak diperuntukkan bagi orang kaya, orang yang kuat dan mampu berusaha". (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan pada setiap harta orang-orang muslim yang kaya (zakat) yang mencukupi untuk menutupi kebutuhan orang-orang muslim yang fakir. Dan tidaklah mereka kelaparan dan tubuh mereka tidak berbalut pakaian melainnkan karena orang-orang kaya tidak mengeluarkan zakat. Ketahuilah! Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban mereka (orang kaya yang tidak berzakat) dan akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih". (HR. Tabrani, dishahihkan oleh Al Haitamy).
Demi menjaga martabat dan harga diri kaum dhuafa, Allah tidak memerintahkan mereka untuk datang meminta-minta atau dengan cara paksa mengambil hak mereka yang berada di tangan orang yang wajib zakat, akan tetapi Allah memerintahkan pihak yang berkuasa (pemerintah) untuk mengambil hak para kaum dhuafa dari harta orang kaya dan menyerahkannya kepada mereka.
Allah berfirman : "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka". (At Taubah : 103).
Perintah untuk menarik zakat dalam ayat di atas ditujukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang juga pemimpin pemerintahan Islam kala itu.
Bila orang yang wajib zakat menunda menunaikan rezki fakir miskin ini maka Islam menjatuhkan sanksi kepadanya dengan memerintahkan pihak berwenang untuk menarik zakat dan menyita setengah hartanya. (Penerapan sanksi dengan menyita setengah harta orang yang enggan membayar zakat merupakan qaul qadim Imam Syafii dan Mazhab Hanbali, sedangkan Jumhur Ulama tidak menerapkan sanksi ini)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang enggan menunaikannya (zakat), maka akan kami tarik zakatnya dan menyita setengah hartanya, hal ini merupakan ketetapan Rabb kami." (HR. Abu Daud. Sanad Hadis ini Hasan).
Jika orang-orang yang enggan menunaikan zakat berjumlah banyak dan membentuk sebuah kekuatan, maka darahpun boleh ditumpahkan dengan cara pemerintah memerangi mereka, demi memperjuangkan hak fakir miskin. Sebagaimana dahulu Abu Bakar Ash-Shiddiq memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat.
Dari keterangan di atas sangat jelas bahwa zakat yang tidak ditunaikan merupakan harta haram, karena harta zakat itu telah ditentukan Allah sebagai hak fakir miskin.
Dan harta haram ini akan mengotori bahkan memusnahkan harta yang bercampur dengan zakat yang tidak ditunaikan.
Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang telah menunaikan zakatnya, niscaya hilang kotoran dari hartanya". (HR. Tabrani, sanad hasan)