Ghrar Pada Aqad


GHARAR PADA AQAD

Bisnis yang mengandung gharar pada aqad banyak sekali, di bawah ini beberapa conotohnya:

Bay’atani Fi Bay’ah ( Dua Akad Penjualan dalam satu jual beli)

Bisnis dengan sistem bisnis ini diharamkan berdasarkan hadits rasulullah saw. :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ض قَالَ { نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ وَلِأَبِي دَاوُد

“ Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. melarang dua aqad dalam satu jual beli” (HR Ahmad, Nasa’I, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Abu Dawud)

Para ulama sepakat mengharamkan bentuk jual beli ini, namun berbeda pendapat dalam menafsirkan atau menjelaskan bentuk jual beli seperti ini. Dan yang di haramkan oleh jumhur ulama adalah jika dalam satu aqad mengandung dua penjualan, seperti saya jual barang ini seribu kontan dan seribu dua ratus kredit dalam waktu satu tahun. Lalu pembeli mengatakan saya terima, tanpa menjelaskan bahwa dia membeli yang kontan atau yang kredit. Kemudian keduanya berpisah. Maka inilah cara yang diharamkan sebagaimana hadits diatas. Tafsir kedua yang diharamkan seperti saya jual rumahku padamu dengan syarat engkau menjual mobilmu padaku”.

Adapun jika penjual mengatakan saya jual barang ini satu juta kontan, dan satu juta dua ratus ribu kredit dalam waktu setahun. Kemudian pembeli memilih salah satunya, maka dibolehkan oleh para ulama[5]

Sebab larangan disini adalah gharar pada aqad, karena tidak tahu jenis aqad mana yang diambil. Sedangkan pada bentuk tafsir kedua tidak tahu apakah akad terjadi atau tidak. Maka keduanya mengandung gharar.

Bayul ‘Urbun

Bay’ul Urbun atau Urban adalah uang muka yang hangus akibat tidak jadi membeli barang. Jika jadi membeli maka uang muka tersebut menjadi sebagian pembayaran. Hadits terkait dengan bay’ul urbun adalah:

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ قَالَ : { نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ }

Dari Amru Bin Syu’aib berkata, “ Rasulullah saw melarang bayul Urban” (HR Malik)

Jumhur ulama mengharamkan jual beli seperti ini karena ada unsur gharar tetapi imam Ahmad dan ulama yang lain membolehkannya[6]. Jalan tengahnya maka penjual dapat mengambil sebagian uang muka sebagai konpensasi atas kerugian waktu dll yang ia lakukan, dan ini dilakukan setelah pemberitahuan.

Bay’ul Hashoh, Mulamasah dan Munabadzah

Bay’ul Hashoh, Mulamasah dan Munabadzah diharamkan berdasarkan hadits Nabi saw:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ { : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

" Dari abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah saw melarang bay’ul hashoh dan bay’ul gharar” (HR Muslim)[7]

Diantara bentuk gharar pada transaksi adalah: Ba’yul Hashoh yaitu kedua penjual dan pembeli sepakat untuk transaksi berdasarkan batu yang dilempar, atau batu tersebut diletakkan pada komoditi. Bay’ul Mulamasah, yaitu jika calon pembeli memegang komoditi tersebut, maka wajib membelinya.

Bay’ul Munabadzah, yaitu jika dagangan tersebut dilemparkan pada seseorang atau diletakkan pada seseorang maka ia wajib membelinya. Para ulama mengharamkan jenis bisnis tersebut, karena sama dengan qimar atau judi.