pembagian hadits menurut perowi hadits




1. Hadith Mutawatir

Dari segi bahasa al Mutawātir adalah Ism al Fā’il daripada al Tawātur yang bermaksud yang berturut-turut. Dari segi istilah pula, hadith mutawatir bermaksud hadith yang diriwayatkan oleh bilangan yang ramai di mana mustahil dari segi akal mereka berpakat untuk menipu.

Syarat-Syaratnya :

Dari definisi di atas jelaslah bahawa hadits mutawatir tidak akan terwujud kecuali dengan empat syarat berikut ini :

1. Diriwayatkan oleh jumlah perawi yang ramai.
2. Jumlah yang banyak ini berada pada semua peringkat atau tingkatan (thabaqat) sanad - (sahabat – tabi’in – seterusnya).
3. Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol/bersepakat untuk dusta.
4. Sandaran hadits mereka dengan berdasarkan hissi / menggunakan indera seperti perkataan mereka : kami telah mendengar, atau kami telah melihat, atau kami telah menyentuh, atau yang seperti itu. Adapun jika sandaran mereka dengan menggunakan akal, maka tidak dapat dikatakan sebagai hadits mutawatir.

Apakah untuk Mutawatir Disyaratkan Jumlah Tertentu ??

1. Jumhur ulama berpendapat bahawasannya tidak disyaratkan jumlah tertentu dalam mutawatir. Yang pasti harus ada sejumlah bilangan yang dapat meyakinkan kebenaran nash dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

2. Di antara mereka ada yang mensyaratkan dengan jumlah tertentu dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut.

a. Ada yang berpendapat : Jumlahnya empat orang berdasarkan pada kesaksian perbuatan zina.
b. Ada pendapat lain : Jumlahnya lima orang berdasarkan pada masalah li’an.
c. Ada yang berpendapat lain juga yang mengatakan jumlahnya 12 orang seperti jumlah pemimpin dalam firman Allah (yang ertinya) : ”Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin” (QS. Al-Maidah ayat 12).
Ada juga yang berpendapat selain itu berdasarkan kesaksian khusus pada hal-hal tertentu, namun tidak ada ada bukti yang menunjukkan adanya syarat dalam jumlah ini dalam kemutawatiran hadits.

Pembagian Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir terbagi menjadi dua bahagian, iaitu Mutawatir Lafdzy dan Mutawatir Ma’nawi .

1. Mutawatir Lafdzy adalah apabila lafadz dan maknanya mutawatir. Misalnya hadits (yang ertinya) : ”Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku (Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam) maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka”. Hadits ini telah diriwayatkan lebih dari 70 orang shahabat, dan di antara mereka termasuk 10 orang yang dijamin masuk syurga.

2. Mutawatir Ma’nawy adalah maknanya yang mutawatir sedangkan lafadznya tidak. Misalnya, hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini telah diriwayatkan dari Nabi sekitar 100 macam hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. Dan setiap hadits tersebut berbeza kesnya dari hadits yang lain. Sedangkan setiap kes belum mencapai darjat mutawatir. Namun boleh menjadi mutawatir kerana adanya beberapa jalan dan persamaan antara hadits-hadits tersebut, iaitu tentang mengangkat tangan ketika berdo’a.

Keberadaannya

Sebahagian di antara mereka mengira bahawa hadits mutawatir tidak ada wujudnya sama sekali. Yang benar (insyaAllah), bahawa hadits mutawatir jumlahnya cukup banyak di antara hadits-hadits yang ada. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hadits ahad, maka jumlahnya sangat sedikit.

Misalnya : Hadits mengusap dua khuff, hadits mengangkat tangan dalam shalat, hadits tentang telaga, dan hadits : ”Allah merasa senang kepada seseorang yang mendengar ucapanku…..” dan hadits ”Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf”, hadits ”Barangsiapa yang membangun masjid kerana Allah, maka Allah akan membangun untuknya rumah di syurga”, hadits ”Setiap yang memabukkan adalah haram”, hadits ”Tentang melihat Allah di akhirat”, dan hadits ”tentang larangan menjadikan kuburan sebagai masjid”.

Mereka yang mengatakan bahawa hadits mutawatir keberadaannya sedikit, seakan yang dimaksud mereka adalah mutawatir lafdzy, sebaliknya…..mutawatir ma’nawy banyak jumlahnya. Dengan demikian, maka perbezaan hanyalah bersifat lafdzy saja.


Hukum Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir mencapai darjat ilm yaqin iaitu ilmu yang wajib diterima dengan penerimaan yang kukuh tanpa sebarang ragu-ragu, wajib beramal dengannya. Manusia perlu mempercayainya dengan sepenuh hati sehingga tidak perlu lagi mengkaji dan menyelidiki. Seperti pengetahuan kita akan adanya Makkah Al-Mukarramah, Madinah Al-Munawarah, Jakarta, New York, dan lainnya; tanpa memerlukan penelitian dan pengkajian. Maka hadits mutawatir adalah qath’I tidak perlu adanya penelitian dan penyelidikan tentang keadaan para perawinya .


Kitab-kitab berkenaan hadith mutawatir

· الأزهار المتناثرة فى الاخبار المتواترة للسيوطي

1. Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil-Akhbaar Al-Mutawattirah, karya As-Suyuthi, berurutan berdasarkan bab.

· قطف الأزهار للسيوطي

2. Qathful Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab di atas

· نظم المتناثر من الحديث المتواتر : أبو عبد الله محمد بن جعفر الكتاني

3. Nadhmul Mutanatsirah minal-Hadiits Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin Ja’far Al-Kittani.


2. Hadith Ahad

Ahad menurut bahasa mempunyai erti satu. Dan khabarul-wahid adalah khabar yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir. Hadits ahad terbahagi menjadi 3 macam, iaitu : Masyhur, ‘Aziz, dan Gharib.

  • Hadits Masyhur

Masyhur menurut bahasa adalah “terkenal” atau 'famous'. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir.

Contohnya, sebuah hadits yang berbunyi (ertinya) : ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba. Akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).

Hadits masyhur ini juga disebut dengan nama Al-Mustafidh.

Hadits masyhur di luar istilah tersebut dapat dibahagi menjadi beberapa macam yang meliputi : mempunyai satu sanad, mempunyai beberapa sanad, dan tidak ada sanad sama sekali; seperti :

a. Masyhur di antara para ahli hadits secara khusus, misalnya hadits Anas : ”Bahawasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’ berdoa untuk (kebinasaan) Ra’l dan Dzakwan” (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Masyhur di kalangan ahli hadits dan ulama dan orang awam, misalnya : ”Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya” (HR. Bukhari dan Muslim).

c. Masyhur di antara para ahli fiqh, misalnya : ”Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talaq” (HR. Al-Hakim; namun hadits ini adalah dla’if).

d. Masyhur di antara ulama ushul fiqh, misalnya : ”Telah dibebaskan dari umatku kesalahan dan kelupaan…..” (HR. Al-hakim dan Ibnu Hibban).

e. Masyhur di kalangan masyarakat umum, misalnya : ”tergesa-gesa adalah bahagian dari perbuatan syaithan” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Lihat Nudhatun-Nadhar halaman 26 dan Tadribur-Rawi halaman 533).

Hukumnya

Terbahagi kepada hadith sahih, hasan atau dho’if bergantung kepada perawinya.

Kitab-kitab yang berisi tentang kumpulan hadits masyhur, antara lain :

· المقاصد الحسنة فى الأحاديث المستهرة على الألسنة : السخاوى
1. Al-Maqaashidul-Hasanah fiimaa Isytahara ‘alal-Alsinah, karya Al-Hafidh As-Sakhawi.

· كشف الخفاء و مزيل الإلباس عما اشتهر من الأحاديث على ألسنة الناس : العجلوني
2. Kasyful-Khafa’ wa Muzilul-Ilbas fiimaa Isytahara minal-Hadiits ‘alal Asinatin-Naas, karya Al-Ajluni.


3. Tamyizuth-Thayyibi minal-Khabitsi fiimaa Yaduru ‘alaa Alsinatin-Naas minal-Hadiits, karya Ibnu Daiba’ Asy-Syaibani.

 

  • Hadits ‘Aziz

’Aziz ertinya : yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat.

’Aziiz menurut istilah ilmu hadits adalah : Suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya, atau dengan kata lain diriwayatkan oleh 2 orang perawi pada setiap peringkat.

Contohnya : Nabi shallallaahu bersabda : ”Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga aku (Nabi) lebih dicintainya daripada bapanya, anaknya, serta seluruh manusia” (HR. Bukhari dan Muslim; dengan sanad yang tidak sama).

Keterangan : Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalan Anas. Dan diriwayatkan pula oleh Bukhari dari jalan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhuma.

Susunan sanad dari dua jalan tersebut adalah : Yang meriwayatkan dari Anas = Qatadah dan Abdul-‘Aziz bin Shuhaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah adalah Syu’bah dan Sa’id. Yang meriwayatkan dari Abdul-‘Aziz adalah Isma’il bin ‘Illiyah dan Abdul-Warits.

Hukumnya

Terbahagi kepada hadith sahih, hasan atau dho’if bergantung kepada perawinya.

  • Hadits Gharib