hadits syad dan mahfudz




Definisi

Kata Syadz secara bahasa adalah kata benda yang berbentuk isim fa’il yang bererti “sesuatu yang menyendiri”. Menurut majoriti ulama, kata Syadz bermakna : “yang menyendiri”.

Adapun secara istilah, menurut Ibnu Hajar, hadits Syadz adalah “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya yang bertentangan dengan perawi yang lebih terpercaya”. Bisa kerana perawi yang lebih terpercaya tersebut lebih kuat hafalannya, lebih banyak jumlahnya, atau kerana sebab-sebab lain yang membuat riwayatnya lebih dimenangkan, seperti kerana jumlah perawi dalam sanadnya lebih sedikit.

Sedangkan kata Mahfudz secara bahasa adalah kata benda yang berbentuk isim maf’ul dari kata Al-Hifdz yang bermakna “kekuatan hafalan”. Oleh sebab itu para ulama berkata : “Orang yang hafal adalah hujjah bagi orang yang tidak hafal”.

Menurut istilah, hadits Mahfudz adalah “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih kuat hafalannya, lebih banyak jumlahnya, atau hal-hal lain yang membuat riwayatnya dimenangkan, dimana riwayat tersebut bertentangan dengan riwayat perawi yang kuat”. Hadits Mahfudz adalah kebalikan dari hadits Syadz.

Hadits Syadz dapat terjadi pada sanad mahupun matan.

Contoh-Contoh Hadits Syadz

1. Contoh Syadz yang Terjadi dalam Sanad

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah; dari jalur Ibnu ‘Uyainah dari Amr bin Dinar dari Ausajah dari Ibnu ‘Abbas,”Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang meninggal di masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ia tidak meninggalkan ahli waris kecuali bekas budaknya yang ia merdekakan. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan semua harta warisannya kepada bekas budaknya”.

Imam Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits tersebut dengan sanad mereka dari jalur Ibnu Juraij, dari ‘Amr bin Dinar, dari Ausajah, dari Ibnu ‘Abbas,”Sesungguhnya seorang laki-laki meninggal…………”.

Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu ‘Uyainah, kerana ia meriwayatkan hadits tersebut dari ‘Amr bin Dinar dari Ausajah tanpa menyebutkan Ibnu ‘Abbas.

Masing-masing dari Ibnu ‘Uyainah, Ibnu Juraij, dan Hammad bin Yazid adalah perawi yang terpercaya. Namun Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu ‘Uyainah dan Ibnu Juraij, kerana ia meriwayatkan hadits di atas secara mursal (tanpa menyebutkan shahabat Ibnu ‘Abbas). Sedangkan keduanya meriwayatkannya secara bersambung dengan menyebutkan perawi shahabat. Oleh kerana keduanya lebih banyak jumlahnya, maka hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dan Ibnu ‘Uyainah dinamakan Hadits Mahfudz. Sedangkan hadits Hammad bin Yazid dinamakan Hadits Syadz.

2. Contoh Syadz pada Matan

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi; dari hadits Abdul Wahid bin Ziyad, dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah secara marfu’ : ”Jika salah seorang di antara kalian selesai shalat sunnah fajar, maka hendaklah ia berbaring di atas badannya yang kanan”.

Imam Al-Baihaqi berkata,”Abdul Wahid menyelisihi banyak perawi dalam hadits ini. Kerana mereka meriwayatkan hadits tersebut dari perbuatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, bukan dari sabda beliau. Bererti Abdul-Wahid menyendiri dengan lafadz tersebut dari para perawi yang terpercaya dari teman-teman Al-A’masy”. Maka hadits yang diriwayatkan dari jalur Abdul-Wahid ( = ia adalah seorang perawi yang terpercaya) adalah hadits Syadz. Sedangkan yang diriwayatkan dari para perawi terpercaya yang lain dinamakan hadits Mahfudz.

 

Hukum Hadits Syadz dan Mahfudz

Hadits Syadz termasuk dari hadits-hadits yang tertolak. Sedangkan hadits Mahfudz termasuk hadits-hadits yang diterima.

 

maraji' : 1- Ulumul-Hadits halaman 68-72;

              2- Al-Ba’itsul-Hatsits halaman 56;

              3- Tadribur-Rawi halaman 533;

              4- Nudhatun-Nadhar halaman 55;

              5- Taisir Musthalahul-Hadits halaman 117