Tak pernah dinanti, datang sendiri.
Kitab ini telah jatuh dari atas pohon yang entah,
Sungai sebagai daun, gunung sebagai buah.
Dan kita, adalah anak-anak ulat bulu, yang seolah ditakdirkan menabur gatal, di sekujur negeri.

Jangan memakan daun terlalu lahap saudaraku,
Musim hujan masih lama,
Sisakan untuk kemarau, agar daun mengering, menjadi pertapa.

Januari, 2013

BALDAH
Di sebuah negeri yang bisu, tanganmu satu, berjemari lidi, berkuping tuli.
Apa yang hendak kau bersihkan? jika tanpa kata, tanpa suara.
Seorang raja, telah mencuri rok ibunya sendiri, kau diam saja.

Api adalah suara,
Yang terbakar tak akan lantang, jika bara diam, jika panas telah padam.

Maka, bakarlah!
Bakarlah apa saja dengan kata-kata,
Istana telah lama terinveksi,
Dengan nanah amis,
Yang bisa saja kau hitamkan menjadi arang, sekalipun dengan tangis.

Duh,
Memang, halaman tentang hijau dan sejuk,
Dalam buku ini,
Telah lama hilang.

Cirebon, 2013

SUNGAI
Di sebuah sungai,
Dogeng panjang dimandikan,
Tak ada sabun,
Melati melintas sesekali,
Sekuntuman mawar, jarang tertebar.

Di sebuah sungai,
Tatapannya hanyut,
Mengaliri apa saja yang putus asa,
Aku diam,
Tak sangka bisu sepanjang itu.

Ialah sebuah sungai,
Yang mengalir dari mata para petani,
Mesti kita hentikan.

2 Januari 2013

I’TIRAF
Mula-mula tuhan ada di dadaku,
Cantik bersemayam,
Kupuja-puja.

Tak kutahu bagaimana bisa berpaling ke arahmu,
Politik setan,
Sim-salabim, lalu kaya.

Masuklah segala sampah ke dada, kuhembuskan segala asap busuk ke udara.
Mulutku terlepas,
Dadaku panas,
Hidupku naas,

Kudengar, tuhan pura-pura tuli? Atau derita rakyat, membuatku mati.

Jakarta, 2013

NEGERI AWAN
Semoga, tahun tahun tak semakin bisu,
Terjebak angka-angka,
Di kantong dada dan celana.

Seperti dasi yang kau kenakan tuan?
Bukankah dia bisu?
Untuk apa menggantung di lehermu?

Negeri ini negeri awan,
Tahun ini, tahun hujan,
Turun,
Jatuh,
Tercerai-berai.

Rahmat hanya di otakmu tuan,
Laknat kusimpan perlahan,
Karena yang lemah,
Sungguh hafal rute Senayan.

Jakarta, 2013