Ia termasyhur sebagai orang yang paling durhaka dan durjana pada zamannya. Setiap orang pasti mengenal namanya. Sepanjang hari ia lumuri dirinya dengan lumpur dosa dan kemaksiatan dengan bermabuk-mabukan dan melakukan kejahatan-kejahatan lain.
Suatu hari, ketika hadir di Majelis ilmu Syeikh Hasan al-Barsry, ia mendengar seseorang membaca ayat:
“Belumkah datang waktu bagai orang-orang beriman untuk menundukkan hati mengingat Allah dan kepada kebenran yang telah turun (kepada mereka)........”
(Qs.57:16).
Kemudian, Syeikh Hasan menerangkan sifat ayat tersebut sedemikian rupa sehingga membuat hadirin menumpahkan air mata.
Tiba-tiba berdirilah seorang pemuda seraya bertanya : “Ya Syeikh, apakah Allah menerima tobat seseorang yang paling durhaka dan berlumur dosa seperti diriku?”
“Tentu saja Allah menerima tobatmu, kendati kesalahan dan dosamu sebanyak yang dipikul Uthbah al-Ghulam.” Jawab Hasan al-Basry.
Maka pucat pasilah wajah sang pemuda yang tidak lain al-Ghulam itu. Tubuhnya bergetar hebat mendengar jawaban itu. Ia lalu menjerit dan jatuh pingsan.
Ketika ia siuman, Hasan menyambutnya dengan untaian syair yang membuatnya pingsan kembali:
“Wahai pemuda
Yang maksiat kepada Pemelihara Arasy
Tahukah dengan apa ia dibalas
Di neraka Sa’ir ia binasa
Pada hari ubun-ubun diremas
Bermaksiatlah
Bila kau sanggup dilalap api
Jika tidak
Jauhilah
Ingatlah
Bila melangkah menuju dosa.
Berarti lumuri diri dengan nista
Maka sungguh-sungguhlah
Mencari selamat jiwa raga”
“Ya Syeikh .....” Katanya setelah sadar, “adakah Allah yang Mahamulia menerima tobat seorang yang paling nista seperti aku?”
“Adakah selain Allah yang Maha Pemaaf yang dapat mengampuni seorang hamba yang selalu menetang dan menjauhi Nya?” Sang Syeikh menanggapi.
Lalu Uthbah al-Ghulam menengadahkan kepala seraya mengangkat tangannya, berdoa: “Ilahi, jika engkau menerima tobatku dan mengampuni dosa-dosaku, maka ilhamkan kepadaku kemampuan memahami dan menghafal, sehingga aku cept mengerti dan selalu ingat serta dapat memelihara al-Qur’an dan setia ilmu yang aku dapat.
“Rabbi, anugerahilah hamba kemerdduan suara dan lembutnya senandung agar siapa saja yang mendengar bacaanku, bertambah sadar dan lembut hatinya, walau ia orang paling sesat sekalipun.
“Ilahi, karuniailah hamba rizki yang halal, yang kedatangannya tidak terduga, dari sisi-Mu.”
Allah Ta’ala akhirnya mengabulkan doanya. Kini setiap kali ia menyampaikan ayat-ayat Qur’an, siapa saja yang mendengarnya menjadi insaf dan bertobat kepada Allah. Tiada pula seorang yang tahu dari mana atau siapa yang memberikan makanan yang selalu terhidang kepadanya, setiap hari.
Ia habiskan sisa umurnya dengan melakukan amal-saleh hingga berpisah dengan dunia fana.
Begitulah keadaan orang yang benarbenar insaf dan kembali kepada Allah.
“Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat ihsan (kebajikan).”
(Qs. 9:120).