Kenaikan Musa a.s. ke Bukit Thursina


“Dan tatkala Musa datang (untuk bermunajat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan .....”
(Qs. 7:143).

Ada tujuh perjalanan Musa a.s. yang bersejarah dalam hidupnya:

1. Perjalanan untuk menghindari amarah serta ancaman Fir’aun yang zalim, dengan dihanyutkan oleh ibunya di sungai (safarul ghadhab).

“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: Susukanlah dia, dan apabila kamu khawatir kepadanya, hanyutkanlah dia di sungai (nil)” .....”
(Qs. 28:7).

2. Perjalanan Musa a.s. sewaktu melarikan diri dari negeri Mesir ke Madyan (safarul Harb).

“(Maka keluarlah Musa a.s.) dari kota itu, dengan rasa takut menunggu-nunggu, ia berdoa: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim!”
(Qs. 28:21).

3. Perjalanan dalam mencari titik cahaya api yang dia lihat ketika membutuhkannya di tengah perjalanan pulang dari negeri Madyan (Safaruth thaib). “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan berangkat bersama isterinya, dilihatnya api yang berkedip di lereng gunung, ia berkata kepada keluarganya:

“Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suluh api agar kamu dapat menghangatkan badan.”
(Qs. 28:29)

4. Perjalanan yang menyebabkan kebinasaan musuhnya. Yaitu tatkala ia membelah laut untuk menyelamatkan diri dan kaumnya, sedang Fir’aun dan pasukannya yang menguntitnya tenggelam digulung air hingga binasa (safurus sabab).

“Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain (Fir’aun dan kaumnya.”
(Qs. 26:65-66).

5. Perjalanan yang sarat dengan keheranan, sat Musa a.s. dan para pengikutnya terdapar di tanah sesat (negeri Tih) selama empat puluh tahun, yang Allah beri makan mereka dengan manna dan salwa (sebangsa madu dan manisan – Pen), dan Ia pancarkan mata air dari batu sebagai minuman mereka (safarul ‘ajab). “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu kami berfirman:

“Pukullah batu itu dengan tongkatmu! ‘Lalu memancar darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempt minumnya.”
(Qs. 12:60).

“Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu Manna dan salwa .....”
(Qs. 2:56).

Menurut sumber lain, jumlah pengikut Musa di negeri Tih kala itu adalah tujuhpuluh ribu orang.

6. Perjalanan dalam mencari Nabi Khdihir a.s. untuk berguru, hingga sampai di tempat pertemuan dua laut (safarul ladab).

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya (Yusya bin Nun): “Aku tak akan berhenti berjalan sebelum sampai di pertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan hingga bertahun-tahun.”
(Qs. 18:60).

7. Perjalanan penuh suka cita, yaitu ketika naik bukit Thursina untuk bermunajat kepada Alalh swt. (safiruth tharb).

“Dan ketika Musa datang (bermunajat kepada-Ku) pada wktu yang Kami tentukan.”
(Qs. 7:143).

Ayat ini melukiskan mi’rajna Musa dan sebagai dalil penguat kejadian besar (Isra Mi’raj nabi Muhammad saw.) yang diabadikan dalam ayat:

“Mahasuci (Allah) yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Qs. 17:1).

Pada Mi’raj keduanya (Musa a.s. dan Rasulullah saw.) terdapat beberapa perbedaan:

1. Musa a.s. naik ke Bukit Thursina. Sedangkan Rasulullah saw. turun dari Buraq di Batil Maqdis lalu dinaikan oleh Allah Maula ‘Azza wa Jalla ke angkasa hingga ke Sidratil Muntaha. Sesampainya di sebuah tempat, beliau berkata dalam hati: “Wahai, di manakah gerangan berada jiwa al-Musthafa ini?” Kalbunya menyahut dengan seuntai tanya: “Wahai, dimanakah perasaan al-Musthafa ini berada?” “Ah, Muhammad tengah menyaksikan apa pula ?” nuraninya bertanya.

2. Nabi Musa a.s. Mi’raj ke bukit Thursina, sedangkan Nabi Muhammad Mi’raj ke atas hamparan cahaya.

3. Kepada Nabi Musa a.s. Allah berfirman: “Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu hai Musa”
(Qs. 20:83).

Sedangkan kepada Rasulullah saw. Allah berfirman: “Mahasuci Allah yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Qs. 17:1).

4. Kepada Musa a.s. Allah memerintahkan agar melepas alas kakinya. “ ..... maka tanggalkan kedua terumpahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah suci Thuwa.”
(Qs. 20:12).

Adapun kepada Nabi Muhammad saw. Allah melarang melepaskan terumpahnya : “Jangan kau lepaskan sandalmu!.”

Menurut sebuah riwayat, Rasul saw. pernah bercerita : “Aku bermaksud akan melepas alas kaki pada malam Isra Mi’rajku. Tapi tiba-tiba kudengar suara: “Jangan! Jangan kau tinggal terumpahmu. Kenakanlah! Agar “Arasy mendapat kehormatan dan Kursi-Ku menjadi di bawah tapak alas kakimu!”.

Aku Muhammad berkata: “Ya Rabbi, Kau titahkan saudaraku, Musa, meelpaskan alas kakinya saat di lembah suci Thuwa untuk menghadap-Mu.” Allah Ta’ala menjawab: “Dekatlah engkau ke sini Ya Ahmad! Hampirlah kemari, wahai Abal Qasim! Engkau bukanlah Musa. Dia Kalim-Ku, sedang engkau Habib.”

Adapun Musa a.s. (Sebagaimana tersebut dalam Qs. 7:43), dikala datang ke Miqat Allah swt. (pada saat yang telah Ia tentukan), dia berkeinginan amat melewati batas kehendak seorang manusia: ingin melihat Allah secara langsung.

Tapi Allah berfirman: “Wahai Musa! Itu tak mungkin. Jauh ....! Amat jauh sekali engkau dapat melihat-Ku. Aku adalah Allah, Mahawelas, Mahasayang, yang apda hari ini ( di dunia) tak mungkin mata dapat memandang dan melihat-Nya.

Menu