Wafatnya Rasulullah


Ibnu Mas’ud berkata: “Di kala hari perpisahan Rasulullah saw. telah dekat, kami berkumpul di rumah Aisyah. Beliau memandangi kami dengan berlinang air mata: “Selamat datang saudara-saudaraku. Semoga Allah melimpahkan hidayah kemuliaan dan kasih sayang kepada kalian. Aku berwasiat kepadamu, bertakwalah kepada Allah. Dia telah berpesan kepadaku, yang telah menjadikanku khalifah kalian, bahwa aku adalah pembawa peringatan yang nyata. Jangalah kalian berlaku sombong kepada-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan kita!.”

“Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kejahatan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu bagi orang-orang takwa.”
(Qs. 28:83).

“Kemudian kami bertanya tentang ajalnya. “Sesungguhnya.” Jawabnya: “Ajal telah dekat, dan tempat berpulang hanyalah kepada Allah, ke sidratul Muntaha, ke surga dan Asary yang tinggi.”

“Siapakah yang berkenan memandikanmu?”

“Seorang laki-laki Ahlul Baitku.”

“Bagaimana cara kami mengafanimu, ya Rasulullah”

“Cukup dengan bajuku ini, atau dengan kain tenunan Yaman, bila kalian mau.” Jawabnya sendu.

“Dan siapa pula yang akan menyalatimu?”

“Sementara beliau belum sempat menjawab, berderailah air mata sendu-sedan kami, tiada tertahankan, menanggung kesedihan mengiringi cucuran air mata beliau. Beliau lantas menjawab:

“Tunggulah sejenak. Semoga Allah memaafkan kalian.”

“Seuasai memandikan dan mengafaniku, baringkanlah aku di atas peterana di rumah ini, di sisi lobang lahatku. Lalu keluarlah kalian sejenak, yang pertama kali menyalatiku adalah karibku Jibril, kemudian Mikail, Israfil dan izrail, bersama bala tentara mereka masing-masing. Sesudah mereka, masuklah kalian secara bergantian. Hendaklah orang yang pertama kali menyalatiku di antara kalian adalah seorang lelaki dari Ahlil Baitku, kemudian kamum wanitanya. Barulah yang lain.”

“Sehari atau dua hari berselang, Rasulullah jatuh sakit (sakit terakhir) selama delapan belas hari yang mengantarkannya ke akhir hayatnya. Pada hari Ahad, semakin bertambah sakitnya. Kala itu Bilal mengumandangkan azan. Kemudian memanggil Rasul saw.

“Assalamu’alaikum, ya Rasulullah. Telah tiba waktu shalat!” Dari dalam, Fatimah az-Zahra menjawab: “Rasulullah tengah sakit.” Mendengar jawaban Fatimah, Bilal kembali masuk ke Masjid dengan perasan gelisah sampai fajar. Ketika fajar tiba, kembali memanggil-manggil nabi. Kali ini beliau mendengar suara Bilal. “Masuklah Bilal, Aku sdang menanggung sakit. Suruhlah Abu Bakar menjadi imam shalat kalian.”

“Dengan langkah gontai, Bilal keluar sambil mengeluh: “Oh, tolonglah aku. Tolonglah, betapa remuk redam tulang balungku. Seandainya ibuku tak melahirkanku.”

“Wahai Abu Bakar, Rasulullah menyuruh Anda mengimami shalat pada subuh ini.” Kata Bilal.

“Abu Bakar, yang berperasaan lembut, demi melihat Rasulullah tak ada di tempat shalatnya, pingsan sehingga jamaah berhiruk pikuk sampai terdengar oleh Rasulullah. “Fatimah, suara apakah itu?” Rasulullah bertanya kepada puterinya.”

“Suara riuh kaum muslimin di masjid, karena kehilangan ayah.” Jawab Fathimah.”

“Saat itu juga Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib untuk membimbing Nabi ke Masjid. Seusai shalat, Rasulullah berpidato: “Hadirin! Kalian adalah amanat Allah, dan dalam naungan-Nya. Aku berpesan, bertakwalah kalian kepada Allah. Aku akan segera meninggalkan dunia ini. Hari ini adalah hari awal akhiratku, dan hari akhir duniaku.”

Kemudian Allah memerintahkan malaikat maut:

“Datanglah engkau kepada kekasih-Ku, Muhammad, dengan sebaik-baik rupa dan penampilan. Dan lemah-lembutlah dalam menjemput ruhnya. Bia ia memperkenankamu, masuklah. Jika tidak, maka kembalilah!.”

“Assalamu’alaikum ya Ahlul Bait wahyu dan Risalah.” Malaikat maut turun mengetuk pintu Rasulullah dengan sosok seorang Arab amat tampan. Mendengar suara itu itu, Fatimah menjawab:

“Wahai hamba Allah, Rasulullah sedang sakit.” Kemudian malakul maut mengulangi salamnya.

“Assalamu’alaikum.” Ucap malaikat maut lagi.

Mendengar seseorang mengucap salam, Rasulullah bertanya kepada Fatimah: “Siapakah dia?”

“Seorang lelaki, Ayah. Sudah kusampaikan bahwa Rasul sedang sakit.”

Tidak lama kemudian, malaikat maut mengucapkan salam kembali dengan suara yang menggetarkan badan dan mengguncangkan sendi-sendi.

“Tahukah engkau, hai Fatimah, siapakah dia?” beliau berkata kepada puterinya setelah mendengar suara itu.

“Tidak!” jawabnya.

“Itulah dia yang menceraikan kita dari aneka kelezatan yang memisahkan kita dari riang gembira berkumpul bersama, yang membuat rumah-rumah menjadi kosong, yang menjadikan kuburan-kuburan bertambah ramai.” Lanjutnya.

“Masuklah, hai Malaikat maut!” seru Nabi.

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikum salam, Kau datang untuk berziarah atau untuk menjemputku?” tanya Nabi kepada sang Malaikat.

“Aku datang untuk berziarah sekaligus menjemputmu, jika kau mengizinkan. Tapi kalau tidak, aku akan segera kembali.”

“Wahai malaikat maut, dimana kekasihku Jibril.”

“Ia kutinggal di langit dunia. Dan segenap malaikat akan melayatmu.”

Tidak lama kemudian, Jibril a.s turun dan duduk di dekat kepala Nabi saw.

“Wahai Jibril, bukankah engkau telah tahu ajalku sudah hampir?”

“Betul, ya Habiballah.” Sambut Jibril.

“Ceritakanlah kepadaku, apa yang sudah disediakan di sisi Allah untukku?”

“Semua pintu-pintu langit telah dibuka. Seluruh Malaikat berkumpul berbaris akan menyabut ruhmu.” Jawab Jibril.

“Alhamdulillah.” Ucap Rasul. “dan hiburlah aku dengan berita yang lain, ya Jibril!.”

“Pintu-pintusurga sudah dibuka. Sungai-sungai telah mengalir,d an puspa ragam bebuahan lezat telah tersedia. Semua menanti ruhmu. Dan engkau adalah manusia yang pertama kali memberi syafa’at.” Kata Jibril menghibur

“Segala syukur dan puji bagi Allah. Tolong ceritakan berita yang lain kepadaku, ya Jibril!.”

“Tentang apa?” tanya Jibril.

“Tentang orang-orang yang membaca al-Qur’an sepeninggalku. Orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan. Orang-orang yang berziarah ke Baitullah Al-haram untuk menunaikan Haji. Bagaimanakah mereka?”

“Allah telah menandaskan.” Aku telah mengharamkan surga bagi segenap Nabi dan umatnya, sebelum engkau beserta umatmu masuk surga terlebih dahulu.”

Mendengar penjelasan dari Jibril, Nabi berkata : “Kini tenteramlah hatiku!” Wahai malaikat maut, mendekatlah!.”

Saat itu Ali bin Abi Thalib bertanya kepada beliau : “Siapakah yang menadikan dan mengafanimu, ya Rasulullah?”

“Yang akan meandikanku adalah engkau. Sedang Ibnu Abbas yang mencucurkan airnya. Sesudah kalian berdua memandidkan dan mengafaniku, keluarlah beberapa saat sebagaimana yang pernah kujelaskan dahulu.”

Maka malaikat maut mulai menjemput ryh Rasulullah dengan amat hati-hati dan lemah lembut. Akhirnya, manusia teladan paling utama itu berpisah dari dunia fana.

Anas bin Malik bercerita: “Aku pernah lewat di depan pintu rumah Aisyah. IA tengah bersedu sedan berurai air mata ssambil merangkai kalimat:

Wahai yang tak pernah mengenakan sutera
Dan tak pernah tidur di atas tilam
Wahai yang gpergi dari dunia fana
Dan yang tak pernah kenyang
Wahai yang lebih memilih tikar ilalang
Ketimbang ranjang
Wahai yang setiap malam tiada lelap
Lantaran takut api neraka Sa’ir

Diriwayatkan pula dari Said bin Ziyad, dari Hadid bin Sa’ad bahwa Muadz bin Jabal bertutur: “Aku pernah diutus oleh Rasulullah saw. ke negeri Yaman. Di sana aku tinggal selama duabelas tahun di rumah tingkat.

“Pada suatu malam aku bermimpi didatangi seseorang. Katanya: “Wahai Muadz, engkau asyik mendengkur, sedang Rasulullah berbaring di dalam kubur.” Maka aku tersentak bangun, berlindung kepada Allah dari setan terkutuk dan terus shalat malam.

“Pada malam kedua, aku bermimpi lagi seperti sebelumnya. Impian ini pasti bukan dari setan, kataku setelah bangun menjerit. Pada pagi harinya aku menceritakan impian itu kepada khalayak yang datang berrkerumun: “Semalam aku bermimpi. Tolong bawakan kepadaku satu Mushaf.”

Hal itu sesuai dengan apa yang pernah dipraktekkan Rasulullah bila melihat mimpi aneh, yaitu beliau bertafa’ul (mengharap kebaikan), melalui al-Qur’an.

“Setelah dibuka, ayat yang pertama nampak dan terbaca adalah:

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah mayat, dan merekan pun mayat pula.”
(Qs. 39:30).

Sesudah membaca ayat itu aku pingsan. Ketika sadar dari pingsan, aku buka al-Qur’an sekali lagi. Ayat yang terbaca ialah:

“Muhammad itu tak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berllu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jia ia wafat atau terbunuh, kamu berbalik ke belakang?” Barangsiapa berbalik ke belakang, maka tak sedikit pun ia merugikan Allah......”
(Qs. 3:244).

Selanjutnya aku berkata : “Andai hal ini bertul terjadi, maka akan menderitalah para janda, para yatim, dan kaum miskin. Kita akan menjadi laksana domba-domba liar kehilangan pengembala. Betapa pilu berpisah dengan Muhammad! Oh Muhammad, alangkah baik sekiranya aku tahu tentangmu yang sebenarnya. Di atas bumi atau dalam timbunan tanah-kah?”

“Ketika hampir sampai di Madinah, tiba-tiba aku mendengar gema suara dari balik bukit:

“Setiap jiwa akan merasakan mati.”
(Qs. 3:184).”

“Aku mendekat dan bertanya: “Siapakah Anda?”

“Aku adalah seorang hamba Allah.” Jawab seorang Anshar.

“Wahai hamba Allah. Apa yang terjadi pada diri Rasulullah?” aku bertanya penasaran.

“Rasulullah sudah kembali ke pangkuan Allah.” Jawab sang lelaki itu.

Aku jatuh pingsan sesudah mendengar keterangan itu.

“Kau memang patut utnuk pingsan Muadz.” Kata orang itu.

“Setelah siuman, aku diberi sebuah kitab. Kukecup dan kuletakkan kitab itu di atas kedua mataku sebentar. Tak terasa air mata duka membasahi pipi.

“Pada subuh hari, aku tiba di Madinah. Terdengar olehku alunan merdu azan Bilal berazan. Saat Bilal meninggikan suaranya, aku kembali tak sadarkan diri di sisi Salman al-Farisi yang tengah duduk.

“Bilal! Lanatangkan suaramu dalam menyebut kalimat Muhammad! Muadz sedang pingsan teringat kepadanya.” Kata Salman.

“Assalamu’alaikum! Angkatah kepalamu, hai Muadz, saudaraku! Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

“Sampaikan salamku kepada Muadz.” Ujar Bilal.

“Aku mengangkat kepala dan tiba-tiba menjerit sejadi-jadinya, membuat para jamaah menyangka rhku meregang jasad, kalau saja aku tidak segera bicara: “Demi Allah mengapa tak seorang pun ingat kepadaku pada saat Rasulullah wafat?” Sekarang marilah kita ke kuburnya, ke rumah Aisyah.”

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, aku mengucap salam.

“Mendengar salamku, Raihanah keluar dan memberitahukan bahwa Aisyah pergi ke rumah Fathimah az-Zahra. Aku segera ke sana.

“Assalamu’alaikum, ya Ahlil Bait Rasul!.

“Wa’alaikun salam,” sambut Fathimah.

“Aku kembali pingsan demi melihat Fathimah dan Aisyah. Beberapa saat sesudah aku sadar, Gathimah berkata: “Aku masih ingat sabda beliau kepadaku : “Sampaikan salam dariku (buat Muadz ).

Hai Fathimah. Dan ceritkan kepada Muadz bahwa pada hari kiamat ia akan menjadi pemimpin para ulama.”

“Sesudah itu, aku berziarah ke makam Nabi ditemani Imam Ali yang bercerita kepadaku bahwa Fathimah pernah menggenggam sekepal debu pusara Rasul saw. dan diciumnya sambil menyusun untaian kata:

Dia yang mencium debu pusara Ahmad
Tiada ‘kan pernah menemukan lagi sepanjang hayat
Sesuatu yang paling berharga
Demi, aku terlanda musibah maha berat
Yang andai menimpa siang
Niscaya ia akan berganti menjadi malam kelam.

Menu