Terbunuhnya Nabi Jirjis A.s


Jirjis bin Qulthin hidup di zaman seorang raja zalim penyembah berhala, Dardiyan. Suatu hari, patungnya dihiasi emas permata diminyaki dengan kafur dan misik, dan diletakkan di sebuah tempat yang indah. Siapa saja yang bersembah sujud kepadanya, selamat. Ddan barangsiapa yang tidak tunduk menyembah, maka ia dilemparkan ke api bessar yang telah disediakan.

Allah mengutus seorang Nabi-Nya, Jisjis kepada raja durjana itu.

“Mengapa Anda tunduk menyembah kepada benda yang tak dapat mendengar, melihat dan tak dapat memberi kekayaan kepadamu?” Kata Jisjis memulai dakwahnya kepada sang raja.

“Sesungguhnya harta dan tahta kerajaan, seluruh nikmat kemegahan yang tiada terbilang ini kuperoleh semenjak aku menyembah kepadanya. Dan aku tak melihat kesenangan pada dirimu sebagai hasil penyembahanmu kepada Tuhanmu?” jawab dan sanggahan sang raja.

“Sesungguhnya segala kenikmatan dan kesenangan duniawi akan sirna. Sedangkan Allah menganugerahiku nikmat akhirati yang langgeng di alam surgawi.” Sahut Jisjis a.s. menyadarkan sang raja.

Terjadilah debar sengit antara keduanya, yang memebangkitkan emosi sang raja, sehingga sang raja menitahkan pengawalnya untuk menyiksanya. Lalu Jirjis disiksa. Ia disiram dengan air matang mendidih yang dicampuri dedaunan, merontokkan kulit-kulitnya. Kemudian dagingnya diiris-iris dengan besi tajam, hingga nampak tulang belulangnya. Namun setelah itu, Allah swt. menghidupkan kembali dengan bentuk semakin rupawan.

Melihat kejadian menakjubkan itu, sang raja menyuruh pengawalnya membawa enam buah pasak besi. Diikatnya dua tangannya dan direntangkan. Satu di kepalanya, dan yang lain diperutnya. Tapi Allah mengutus Malaikat Jibril a.s. mencabutnya. Tiba-tiba ia pun hidup kembali.

“Wahai yagn zalim, katakanlah: Tiada Tuhan selain Allah.!.”

Raja Dardiyan semakin marah. Ia memerintahkan memasak air di sebuah belanga besar dan melemparkan Jisjis ke dalamnya. Namun golakan air yang panas itu pun dingin dirasakannya. Demikianlah, sang raja zalim menyiksa Jisjis a.s. dengan siksaan yang beragam dan berulangkali sampai tuju puluh kali, bahkan menurut sebagian kitab sampai seratus kali. Setiap kali disiksa, setiap kali pula ia selamat dan tetap hidup berkat kodrat Allah.

Setelah kewalahan dan kehabisan cara, raja zalim berkata merayu: “Jisjis, jika kau menaatiku, aku akan menaatimu. Sembahlah berhalaku sekali, aku akan menyembah Tuhanmu. Bagaimana?”

Lama Jirjis tak menyahut, sampai-sampai seorang lelaki menduga ia menerima tawaran itu.

“Aku telah berkali-kali menyiksamu dengan pelbagai siksaan. Kini marilah ke rumah untuk melepaskan keletihanmu malam ini. Dan beristirahatlah.” Kata raja kepadanya.

Di rumah raja Dardiyan, Jirjis a.s. menunaikan shalat dan membaca Zabur sampai fajar. Bacaannya malam itu meresap ke kalbu sang Permaisuri sampai menagis, bertobat dan secara diam-diam menyatakan masuk Islam.

Pada pagi hari, sang raja sekali lagi menyuruh Jirjis sujud. Tapi ia tetap menolak. Akhirnya ia dibawa ke sebuah gubuk milik seorang nenek pikun yang tinggal bersama puteranya yang buta, tuli dan bisu. Di situ Nabi Jirjis a.s. dipenjara tanpa diberi makan minum. Tatkala melihat sebatang kayu tiang rumah itu, ia berdoa kepada Allah swt.

Maka kayu itu menghijau tumbuh, dan berbuah. Sang nenek keheranan demi menyaksikan hal itu. Lalu memohon kepada Jirjis agar mendoakan puteranya supaya sembuh sehingga dapat masuk Islam bersama-sama.

“Nak, pergilah ke tempat berhala-berhala. Sampaikan kepada mereka bahwa Jirjis mengundang mereka.” Ucapnya kepada putera nenek yang sudah sembuh dan masuk Islam itu.

Sang anak berangkat. Setelah sampai, ia menyampaikan undangan Jirjis kepada tujuh puluh buah patung. Dengan kodrat Allah, serentak patung-patung itu mencabut diri dari tempat dan berjalan menuju Jirjis.

Sesampainya di hadapan Jirjis, ia memberi isyarat kepada bumi dengan menjejakkan kaki. Bumi terbelah menelan habis mereka semua. Sang permaisuri raja, yang menyaksikan kejadian luar biasa itu pun, tampil di atas panggung Istana : “Wahai penduduk negeri, sayangilah jiwamu. Islamlah kalian!.”

“Sungguh, sejak tujuh puluh tahun aku menyaksikan banyak sekali mukjizat dan keajaiban, tapi aku tak pernah masuk Islam. Namun mengapa engkau masuk Islam hanya karena melihat satu mukjizat saja, wahai sayangku?” Kata sang raja.

“Tidak. Yang demikian itu semata-mata kedurjanaan dan kezaliman belaka. Itulah kemalanganmu. Sedangkan ini adalah keberuntunganku.” Jawab sang Permaisuri.

Akhirnya sang Permaisuri dibunuh. Lalu Jirjis berdoa kepada Allah swt: “Ilahi, tujuh puluh tahun hamba menanggung siksaan kaum kafir, sehingga hamba kehilangan daya. Maka anugerahilah hamba mati syahid.” Se usai berdoa, ia melihat nyala api turun dari langit kepada mereka (pengikut) raja). Serempak merekapun mengangkat pedang membunuh Jirjis a.s


Menu