Terbunuhnya Seorang Bani Israil


“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk menyembelih lembu......”
(Qs. 2:67).

Sebab, penyembelihan sapi tersebut adalah dua orang bersaudara yang fakir papa bersepakat hendak membunuh pamannya yang kaya, Amili. Padahal mereka adalah pewaris tunggal. Namun karena selama ini tak pernah ditolong dan tidak mendapat tunjangan hidup sepeser pun, mereka tak sabar untuk segera memperoleh harta warisan.

Setelah dibunuh, mayat sang paman dilemparkan ke tengah-tengah dua kampung Bani Israil. “Kita mesti melapor kepada ketua kampung bahwa kita menemukan pama kita mati terkapar di sana. Kita harus menuntut diyat” kata keduanya. Ulah licik ini ternyata menimbulkan fitnah, hingga kedua kampung itu bersilang sengketa.

“Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamusaling tuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.”
(Qs. 2:72).

Kemudian berangkatlah wakil penduduk kedua kampung itu kepada Nabi Musa a.s.

“Wahai Musa, mohonlah kepada Allah agar terungkap siapakah gerangan pembunuh misterius itu?”

“Agar peristiwa itu terungkap, Allah menyuruh kalian menyembelih seekor lembu.” Jawab Musa a.s.

“Kau hendak menjadikan kami buah ejekan?”

“Demi Allah, aku berlindung kepada-Nya dari tipu daya orang-orang zalim.” Sahut Musa.

“Baiklah kalau begitu. Tapi mohonkan kepada Tuhanmu agar menjelaskan kepada kami sapi apakah itu?”

“Allah berfirman bahwa sapi itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak muda. Laksanakan, kerjakanlah perintah-Nya.”

“Mohonlah kepada-Nya untuk menerangkan kepada kami, bagaimanakah warnanya?”

“Allah menjelaskan bahwa sapi itu berwana kuning tua, sedap dipandang mata.”

“Tapi, mohonlah kepada Tuhanmu agar Dia menjelaskan hakikat sapi itu. Karena sesungghnya kami, insya Allah, akan mendapatkan petunjuk."

“Allah berfirman bahwa lembu itu belum pernah dipakai membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tetanaman, tidak cacat, dan tidak da belangnya.”

“Kini barulah engkau menjelaskan yang sebenarnya,” kata mereka.

“Maka mereka pun menyembelih dan hampir saja mereka tidak melaksanakan.”
(Qs. 2:67-71).

Setelah itu, Allah memerintahkan kepada Musa supaya memukulkan lidah sapi sembelihan kepada orang yang terbunuh itu. Dan ia pun hidup kembali seraya berkata: “Aku dibunuh oleh dua orang saudaraku.”

“Pukulah mayat itu dengan sebagian anggota badan sapi itu. Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.”
(Qs. 2:73).

Peristiwa di atas menyiratkan peringatan agar mereka sadar bahwa sapi tak patut di sembah atau diagung-agungkan, melainkan sapi adalah binatang yang hanya patut untuk disembelih.

Menurut riwayat, sapi yang disembelih itu milik seorang yatim. Dibeli dengan emas sekarung. Betapa untuk si yatim. Itulah suatu balasan kebaikan bagi seorang anak yang hormat dan taat kepada orang tua.

Ketika sampai pada detik-detik terakhir hidupnya. Sang ayah berdoa:

“Ilahi, hamba fakir dan papa, tak mempunyai apa-apa kecuali seekor sapi sebagai warisan satu-satunya untuk puteraku tersayang. Maka ia kupasrahkan kepada-Mu. Peliharalah agar warisan itu bermanfaat baginya.”

Allah swt. mengabulkan doanya.

Adalagi riwayat serupa yaitu, seorang lelaki bersama anaknya yang serupa pernah datang kepada Umar bin Khaththab. Khalifah terkejut melihat dua orang bapak dan anak yang persis serupa. Belum pernah ia melihat sebelumnya.

“Ya Amirul Mukminin, anakku ini lain daripada yang lain. Ia tinggal di dalam kubur selama sembilan bulan dalam keadaan hidup.” Kata sang bapak. “Betul, ya Amirul Mukminin, dahulu ketika aku akan bepergian, ia masih dalam kandungan rahim bundanya. Sebelum berangkat, aku terlebuh dahulu shalat dua rakaat dan berdoa: “Ya Allah, aku bertawakal kepada-Mu. Lindungilah ia yang akan kutinggalkan, sampai aku pulang kembali.” Maka aku berangkat.

“Sembilan bulan kemudian, aku pulang, aku mendapati rumahku lengang. Kiranya isteriku telah berpulang. Maka kudatangi kuburnya. Di sana aku menangis. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara dari balik tanah pusara. Aku penasaran hingga aku menggalinya. Sungguh, kutemui isteriku telah berubah jasadnya, kecuali puting susunya yang masih sehat, yang sedang diisap oleh si buyungku ini.

Ia pun kuangkat, dan aku berkata: “Ilahi, Dikau anugerahi hamba dengan puteraku ini. Sungguh andai isteriku kau kembalikan, bertapa bertambah besar nikmat-Mu buat hamba.” Selanjutnya kudengar suara: “Kau hanya menitipkan anakmu. Jika dahulu engkau memasrahkan isterimu, niscaya ia juga Kulindungi dan Kukembalikan dengan selamat.” Kisah sang Bapak selanjutnya.

Menu