“Dan ceritakanlah kepada mereka kisah dua putera Adam (Qabil dan Habil) dengan sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah (kurban) salah seorang mereka (Habil), dan ditolak (kurban) yang lainnya.”
(Qs. 5:27).
Ibunda Hawa a.s. melahirkan seratus duapuluh orang anak. Dalam riwayat lain, seratud delapan puluh, bahkan ada satu sumber mengatakan limaratus orang anak. Setiap kali melahirkan keluarlah dua bayi kembar: lelaki dan perempuan. Qabil adalah anak pertama yang lahir bersama Aqlimah. Sedangkan Habil, anak kedua, bersaudarakan Damima (menurut riwayat lain bernama Laburra).
Setelah mereka dewasa, Allah mewahyukan kepada Adam untuk mengawinkan Qabil dengan Damima (Saudara Habil), dan Habil dengan Iqlima. Nabi Adam menyampaikan wahyu tersebut kepada mereka, namun Qabil menolak.
“Iqlima, saudara kembarku jauh lebih cantik daripada Damima. Aku tak mau.” Kata Qabil.
“Anakku, jangan menetang perintah Allah.” Kata Adam memperingatkan puteranya.
“Allah tidak pernah memerintahkan ha ini, melainkan semata-mata karena ayah lebih menyayangi Habil ketimbang aku, hingga menikahkannya dengan Iqlima yang lebih cantik.” Jawb Qabil.
“Baik, kalau begitu.” Kata Nabi Adam a.s., “pergilah kalian kalau meinta keputusan kepada Allah dengan mempersembahkan kurban. Siapa kurbannya yang dikabulkan Tuhan, berati ia yang berhak.”
Mereka berdua berangkat ke sebuah tempat yang telah ditetapkan. Qabil, sebgai seorang petani, membawa beberapa tangkai padi. Sementara adiknya, Habil, seorang penggembala, mempersembahkan kambing kibasy. Masing-masing diletakkan di atas bukit Mina.
Habil berdoa: “Ya Allah, termilah kurbankanku.” Tidak lama kemudian, turunlah sebentuk api tanpa asap berbentuk dia sayap berwana hijau menghanguskan kurban Habil, bukan kurban Qabil.
Setelah kurban Habil dikabulkan Allah. “Niscaya akan ku bunuh engkau.” Ancam Qabil. Habil menjawab tenang, sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menerima persembahan orang-orang gyang betakwa.”
(Qs. 5:27).
Ada tujuh karunia Allah:
1. Allah ‘Azza wa Jalla menghapus dosa-dosa mereka.
“Dan barang siapa takut (takwa) kepada Allah, Ia akan menghapus segala kesalahan (dosa)nya.”
(Qs. 65:5).
2. Allah menyelamatkan mereka dari lumatan api neraka.
“ Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dengan kemenangan.”
(Qs. 39:61).
3. Allah akan mengaruniai mereka balasan yang baik:
“.... dan akibat (balsan) yang baik itu untuk orang-orang yang bertakwa.”
(Qs. 83:28).
4. Allah Rabbul ‘Izzati mewariskan kepada orang-orang yang bertakwa surga.:
“Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba-Ku yang selalu bertakwa.”
(Qs. 19:63).
5. Allah meberikan kepad mereka kemenangan.
“Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang bertakwa dan mereka yang berbuat ihsan.”
(Qs. 16:128).
6. Allah swt. mencintai mereka:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.”
(Qs. 9:4).
7. Allah Ta’ala menerima ketaatan dan doa mereka..
“Hanya Allah menerima doa (persembahan) orang-orang yang bertakwa.”
(Qs. 5:27).
Ketika Qabil mengancam akan membunuh, Habil menjawab:
“Demi, andai kau julurkan tanganmu untuk membunuhku, aku tak akan mengayunkan tanganku untuk membalas membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan alam semesta.”
(Qs. 5:18).
Hari selasa merupakan saat yag paling tepat bagi Qabil untuk melaksanakan rencana kejinya. Berangkatlah ia mencari Habil, saudaranya. Habil tengah mendengkur melepaskan penat, di dekat sekumpulan kambing gembalaannya. Ia angkat seonggok batu dan menimpakannya di kepala Habil sampai bercucuran darah.
Habil menghembuskan nafas terakhir, disaksikan oleh segerombolan burung garuda. Maka terjadilah, untuk pertama kali dalam sejarah hidup umat manusia, pertumpahan darah di atas bumi.
Seusai membunuh, Qabil berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain, memanggul mayak adiknya itu. IA bingung bagaimanakah cara menyembunyikan jasad yang sudah tidak bernyawa itu.
Sementara itu, darah menitik melumuri setiap bumi yang ia lalui. Pada saat itulah Allah swt. mengutus burung gagak memperagakan kepadanya cara mengubur mayat, menimbunnya di galian tanah.
“Ah mengapa aku sedungu ini. Tak mampu berbuat seperti burung gagak itu?” Ujarnya sesudah menyaksikan burung gagak tersebut. Ia nampak menyesali kepandirannya, tanpa menyesali perbuatan jahatnya. Persis seperti kaum Nabi Saleh a.s. yang menyessali pembunuhan terhadap anak unta, namun tak pernah menyesal membunuh induknya.
Selesai mengubur, ia pulang. Sedang ayahnya, Adam a.s. saat itu tengah menuju Baitul Haram. Beberapa hari kemudian ia pulang dan disambut penuh ceria oleh putera puterinya. Mereka berkata : “Sudah beberapa hari ini Habil tak berkumpul bersama kami. Entahlah, kami tak tahu kemana dia?”
Mendengar laporan itu, Adam menjadi sedih semalaman. Dalam tidurnya ia bermimpi Habil memanggil-manggil namanya dari kejauhan: “Ayah, tolonglah puteramu.” IA tersentak bangun gemetaran dan menjerit pingsan. Jibril a.s. turun mebawa dan meletakkan Adam di atas tempat tidur.
“Ya, Jibril, didmanakah puteraku, Habil?”
“Ya, Adam, Alalh telah mengagungkan pahala buatmu dalam hal Habil, IA telah dibunuh oleh Qabil.”
“Aku lepas dari perbuatan terkutuk Qabil.” Sahut Adam. “Begitu juga aku.” Timpal Jibril.
Jibril, tunjukkan aku kuburnya!.”
Setelah menemukan kubur puteranya yang tercinta, nampak oleh Adam sekujur jasad Habil bermandikan darah, yang membuatnya menjerit:
“Wahai puteraku, duhai pelita hatiku.” Adam menangis tersedu berurai air mata, yang menjadikan malaikat tujuh langit menangis karena iba.
“Ilahi, Adam menangis sedih selama tigaratus tahun taida berhenti kecali sebentar saja.” Sembari menangis Adam melantunkan kidung:
Telah berubah negeri-negeri dan
Penduduknya
Maka aduhai sayang, Habil puteraku
Betapa wajah bumi redup berdebu
Puteraku terkapar di dalam pusara
Apabila sampai di suatu lembah, menangislah leba karena tangisannya. Jika Adam mendaki gunung, menangislah bebatuanlanarannya. Sedang apabila bertemu dengan binatang-binatang, mereka pun lari sambil berkata:
“Tak ada baginya beban tanggung jawab terhadap orang yang tidak mengasihi saudaranya. Maka bagaimanakah ia yang tak menyayangi itu akan menyayangi kita?”