Nabi Ibrahm Menghrap Raja Mesir


Setelah selamat dari api Namrud, Ibrahim berangkat ke Mesir beserta isterinya, Sarah. Ibrahim berkata:

“Sesungguhnya aku pergi kepada Tuhanku yang akan menunjukki jalan bagiku.”
(Qs.37:99).

Konon raja Mesir itu adalah seorang kaisar yagn zalim. Ia suka merampas isteri orang yang cantik jelita. Ia memiliki tentara yang ditugaskan untuk merampok para musafir. Sebelum berangkat, Ibrahim membuat peti untuk menyembunyikan Sarah, seorang wanita paling cantik pada zaman itu. Kemudian dengan mengendarai seekor unta, ia berangkat. Di pintu gerbang kota, Ibrahim diminta bayaran masuk. Ketika sang penjaga hendak memeriksa petinya, Ibrahim menolak kera: “Akan kubayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tetapi jangan buka peti ini.” Mereka memaksa hendak membukanya.

“Apakah dia isterimu?” mereka bertanya garang setelah nampak seorang wanita yang luar biasa cantiknya.

“Dia saudara perempuanku .....” jawab Ibrahim.

“Amat serasi sekali ia buat tuan raja.” Sambung mereka sembari merebut sarah dari Ibrahim. Saat itu, Allah swt. menyingkap tabir dinding-dinding bangunan, hingga Ibrahim dapat melihat apa yang dibuat si raja durjana terhadap isterinya. Ketika sang raja zalim hendak mendekati Sarah, tiba-tiba tangan dan kakinya kaku.

“Kiranya engkau wanita tukang sihir.” Ucap raja terheran-heran.

“Bukan, aku bukan tukang sihir. Tapi aku adalah isteri Khalilullah (Ibrahim a.s.). Oleh karena itu Allah mengakukan tangan dan kakimu. Bertobatlah dan minta ampunlah kepada Allah, Ia akan menyembuhkanmu.” Jawab Sarah.

Sang raja bertobat, dan ia pun sembuh. Tapi, melihat Sarah jelita di hdapannya, darahnya kembali tersirap nafsunya kembali bergolak tak tahan hendak mengganggunya lagi. Kali ini ia menjadi buta.

“Kau memang tukang sihir.” Katanya geram.

“Bukan, aku bukan tukang sihir. Aku isteri kekasih Allah. Karena engkau akan melakukan perbuatan terkutuk, maka engaku dibutakan oleh Allah, sekarang bertobatlah atas dosa-dosamu dengan sebenar-benarnya. Sarah kembali menyadarkannya.

Setelah bertobat, dan ia pun sembuh, raja kembali mencoba hendak mencengkeram Sarah, tapi tak mampu, karena Allah ta’ala melumpuhkan seluruh badannya.

“Engkau memang benar-benar tukang sihir, wahai perempuan!” ucapnya kesal.

“Sudah kukatakan, aku bukan tukang sihir. Aku adalah isteri Ibrahim, Khalilullah. Minta ampunlah kepada Allah!.” Jawab Sarah tenang. Barulah setelah itu sang raja memanggil Nabi Ibrahim.

“Wahai Ibrahim, hukumlah aku sekehendakmu. Kini aku benar-benar bertobat. Mohonkanlah kepada Allah agar aku sembuh!.” Pinta sang raja.

“Kuserahkan perkara kepada-Nya. Aku tak dapat menghukummu tanpa izin-Nya.” Jawab Ibrahim a.d.

Sekonyong-konyong datang Malaikat Jiril a.s. menyampaikan wahyu bahwa Dia menyuruh raja supaya melapas baju kerajaannya dan menyerahkan tahta kekaisarannya kepada Nabi Irahim a.s. Raja menerima keputusan tersebut dengan kesadaran imannya, dan Ibrahim A.s. pun berddoa sampai sang raja sembuh.

Kisah ini menyiratkan baha Sarah adalah seorang isteri yang amat dicintai suaminya. Maka Allah melindunginya dari tangan najis manusai zalim. Dan bahwa kalimat tauhid yang terpateri di kalbu mukmin amat dicintai pemiliknya, yaitu Allah swt. Maka apabila seorang musuh (sang raja zalim) saja tak mampu, walau dengan berrbagai cara, mengganggu dan menjahati seorang yang menjadi kekasih Ibrahim Al-Khalil (sarah), maka mungkin setan erkutuk akan dapat menemukan jalan untuk mengganggu dan membencanakan mukmin, kekasih Allah Mahaagung.

Akhirnya Nabi Ibrahim a.s. menjadi raja. Ia mendapat hadiah dari raja Mesir itu seorang wanita yang diserahkannya melalui Sarah.

“Kuserahkan Hajar untukmu, wahai suamiku. Karena engkau telah bersussah paya membelaku.” Kata Sarah.

Hajar takut dan malu-malu sewaktu diterima oleh Nabi Ibrahim a.s.

“Jangan takut. Jangan sedih dan malu,hai Hajar! Allah swt. membuka tabir antara kita. Ia telah menyatakan hubungan kita secara terang.” Nabi Ibrahim a.s. mencoba menenangkannya.

Andai ada seorang yang berkata bukankah Nabi Muhammad saw. lebih utama daripada Nabi Ibrahim a.s. namun mengapa Allah tidak menyingkap tabir antara Nabi Muhammad saw. dan Aisyah, iterinya, tatkala isterinya tertinggal sewaktu pulang dari suatu peperangan, yang mengakibatkan orang-orang munafik dengan yakin menuduhnya telah berbuat serong dengan seorang sahabat (Safwan bin al-Mu’aththal). Mengapa tidak disingkapkan tabir untuk beliau, sehingga dengan tersingkapnya tabir tersebut, seperti yang dialami Nabi Ibrahim a.s. Rasulullah dapat melihat langsung dan mengetahui – walau dari kejahuan – kejadian sebenarnya yag dialami oleh Aisyah? Denagn begitu, maka tidak terjadi fitnah yang dikobarkan oleh kaum munafik itu.

Andai tabir dibuka, tentu Rasulullah dapat mengetahui secara psti hal-ihwal isterinya (Aisyah) saat tertinggal jauh sendirian itu. Dengan demikian, tak akan ada persoalan apa-apa, dan tak ada fitnah yang ditebarkan oleh orang-orang munafik. Tetapi, sengaja Alalh tidak membukakan tabir itu untuk Rasulullah (melainkan hanya dengan Wahyu tentang kesucian Aisyah dari berbuat serong seperti yang dihebohkan orang-orang munafik). Hal itu agar orang-orang munafik tidak ragu-ragu dan tanggung-tanggung dalam melontarkan tuduhan keji.

Seakan-akan Alalh berfirman: “Wahai Muhamad, kusingkap tirai dari padangan mata Ibrahim supaya ia dapat mengetahui langsung keadaan isterinya di istana raja, sehingga walau jauh, ia dapat selamat dari nafsu serakah raja. Tapi Aku tidak membuka tabir bagimu, karena Aku sendiri langsung yang menyelamatkan isterimu. Sarah dijaga oleh al-Khalil (Ibrahim), sedang Aissyah dijaga langsung oleh al-Jalil (Allah swt.).

Menu