“Dandia masuk ke kota Mesir ketika penduduknya sedang tidak sadar, lalu ia bertemu dengan dua orang yang sedang baku hantam.”
(Qs. 28:15).
Tentang masuknya Musa ke Mesir, ada beberapa pendapat. As-Suda berkata bahwa, ketika Musa a.s. tumbuh dewasa, pada suatu hari ia naik kuda bersma Fir’aun ke luar kota, lalu kembali pada tengah hari. Menurut Muhammad ibnu Ishak, setelah Musa dewasa, ia mengerti dan mengetahui tentang kesesatan dan kedurjanaan Fir’aun. Semenjak itulah ia mencoba kabur dari lingkugan kerajaan. Tapi pada suatu hari, ia kembali pulang pada tengah hari. Dan menurut Abu Yazid, setelah Musa memukul Fir’aun, ia diusir dari istana. Tapi kemudian ia pulang kembali pada saat penduduk sedang terlena (tidur).
Hasan al-Bashri mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada hari raya. Adapun menurut Muqtil, kejadian itu adalah antara waktu Maghrib dan ‘Isya. Pada waktu keluar, ia menjumpai dua orang tengah berkelahi. Seorang dari sukunya (Bani Israil) dan yang lain dari kelompok Fir’aun (Qibthi).
Melihat Musa, orang Bani Israil itu meminta bantuan. Maka Musa membantunya. Tapi ia ditinju oleh Qibthi tersebut, akhirnya Musa marah dan membunuhnya. Namun ia menyesali perbuatan itu, lalu bertobat: “Ilahi, aku bertobat. Mulai hari ini aku tak akan lagi berbuat semacam itu.” Dalam janjinya itu ia tidak mengucapkan Insya Allah.
“Wahai Tuhanku, dengan nikmat yang Kau anugerahkan kepasaku, aku tak akan lagi menjadi orang yang berbuat dosa.” Lanjutnya.
Esok harinya, di tengah perjalan pulang, Musa berjumpa lagi dengan orang Bani Israil yang kemarin dibelanya sedang baku hantam dengan pengikut Fir’aun yang lain.
“Kau memang keterlaluan.” Kata Musa.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa lelaki Bani Israil itu mengepalkan tinjunya hendak menghantam lawannya. Tapi tidak jadi, akrena takut kepada Musa yang menyaksikannya dengan marah, kendati dalam hatinya ia marah kepada si Qibthi.
“Musa kau akan bunuh pula aku seperti temanku kemarin?” kata si lelaki Qibthi ketakutan demi melihat Musa. Ia terus pulang melapor kepada Fir’aun, sesudah ia mendengarkan pembicaran antara si lelaki Bani Israil itu dengan Musa. Akhirnya Fir’aun memaklumkan untuk membunuh Musa a.s. Dari peristiwa ini lahirlah pepatah:
“Musuh yang cerdik dan berakal lebih baik daripada sahabat yang pandir lagi bodoh.”