Sepeninggal raja Mesir, al-Azizi, permaisuri Zulaikha jatuh pailit, papa lagi pikun, dan terkena penyakit rabun mata. Kendati demikian api asmaranya terhada Yusuf a.s. tidak pupus, bahkan kian berpendar semarak dipelabuhan hatinya. Padahal ia berusaha sehabis daya untuk memadamkannya.
Suatu ketika ia membanting berhala sesembahannya hingga remuk redam. Hal itu ia lakukan karena ternyata “barang yang dianggapnya Tuhan” itu tak mampu mengusir kekalutan hidupnya. IA kemudian menyatakan diri masuk Islam.
“Ya Allah, tak ada lagi bagi hamba harta dan kecantikan yang pernah kumiliki. Hamba kini menjadi ibu tua yang fakir lagi hina. Terlebih-lebih, bencana yang tak kunjung berakhir, yakni rasa rindu dendam dan cintaku yang amat dalam kepada Yusuf.
“Ya Allah, betapa bahagia andai Engkau pertemukan aku dengannya. Kalaupun tidak, lebih baik cabutlah tangkai asmara itu dari kalbu ini, agar lebih ringan derita yang hamba tanggung.” Doa Zulaikha kepada Allah.
Rintihan doa yang penuh keikhlasan itu didengar oleh Malaikat: “Ya Tuhan, Zulakikha datang mengetuk pintu-Mu memohon uluran tangan welas kasih-Mu.
“Wahai para Malaikat-Ku. Aku tahu. Dan kiranya sekaranglah saat ia harus lepas dari derita berkepanjangan. “Allah swt. menjawab permohonan Malaikat.
Suatu hari, Yusuf sang raja, diiringi beberapa pengawalnya lewat di depan rumah Zulaikha. Kebetulan Zulaikha baru keluar dari rumahnya. Ia melihat Yusuf, lalu menyindirnya dengan kata-kata: “Subhanallah (Maha Suci Allah) yang dengan rahmat-Nya menjadikan hamba-hamba-Nya sebagai raja.”
Yusuf tertegun menghentikan langkahnya.
“Siapa Anda wahai perempuan?” tanyanya.
“Aku seorang yang pernah membelimu dengan intan permata, misik dan mutiara. Akulah si perempuan yang tidak pernah enak makan dan tak nyenyak tidur lantaran dibakar api asmara kepadamu.”
“Oh, aku ingat sekarang! Di manakah harta dan kekayaanmu. Manapula kecantikanmu?”
“Wahai Yusuf, semuanya telah sirna! Di makan oleh rasa rindu da cintaku kepdamu yang merasuk jiwa.”
“Sekarang bagaimana perasannmu?”
“Sungguh kian bergejolak dalam kalbu.”
Perbincangan Yusuf dengan Zulaikha di atas tidak jauh berbeda dengan erbincangan seorang Mukmin dengan malaikat setelah ia dibaringkan di dalam kubur.
“Mana hartamu di dunia dahulu?” tanya malaikat.
“Ia telah pergi binasa.” Jawab Mukmin.
“Dan mana kebun dan sawah ladangmu yang subur menghijau itu?”
“Ia pun telah hilang musnah.”
“Kemana pula rumah, gedung dan villamu?”
“Semuanya lenyap bersama anak-anak dan kerabatku.”
“Bagaimanakah pengetahuanmu tentang Allah?”
“Allah adalah Tuhanku, Islam Agamaku dan Muhammad Nabiku.”
Akhirnya menikahlah Nabi Yusuf a.s. dan Zulaikha.