Bangsa Arab adalah bangsa yang sangat mengagungkan Ka’bah. Mereka yakin bahwa Ka’bah adalah Baitullah al-Haram yang dibangun Nabi Ibrahim as. dan putranya, Nabi Ismail as. berdasarkan perintah Allah swt. Pengagungan mereka itu tidak hanya pada bangunan Ka’bah.
Tapi, meluas hingga mereka mensucikan kota Mekah dan daerah sekitarnya serta menjadikan wilayah itu sebagai Tanah Haram. Di wilayah itu, siapa pun haram melakukan pelanggaran hak-hak manusia dan menganiaya hewan.
Menurut Ibnul Kalbi, dahulu, setiap orang yang melewati Mekah, pasti mengambil batu dari Tanah Haram. Sepulangnya di negeri masing-masing, mereka akan thawaf mengelilingi batu yang mereka ambil itu seperti thawaf mereka di Ka’bah. Hal itu mereka lakukan sebagai bukti pengagungan, cinta dan rindu pada Baitullah.
Lalu, sepeninggal Nabi Ismail as., bangsa Arab mengagungkan Ka’bah dan Mekah dengan menunaikan ibadah haji dan umrah. Itulah, musim ketika bangsa Arab berduyun-duyun mendatangi Mekah untuk memenuhi pasar-pasar dadakan. Di pasar itu, kegiatan perdagangan, ekonomi dan budaya berkembang sangat dahsyat.
Tapi, tidak hanya bangsa Arab yang mengagungkan Ka’bah. Pengagungan terhadap Ka’bah juga dilakukan bangsa-bangsa lain seperti India dan Persia. Orang-orang India meyakini bahwa Hajar Aswad adalah reinkarnasi roh Siwa. Menurut mereka, proses reinkarnasi itu terjadi ketika sang dewa dan istrinya mengunjungi Hijaz. Bahkan, mereka punya sebutan sendiri untuk Ka’bah yakni “Maksyisya”, “Muksyisya” atau “Muksyisyana” yang berarti rumah Syisya atau Syisyana, keduanya adalah dewa mereka.
Demikian juga bangsa Persia. Mereka mengagungkan Ka’bah karena meyakini “Hormuz” menetap di sana. Itulah sebabnya, mereka juga melaksanakan ibadah haji ke Ka’bah. Sejarawan alMas’udi menyebutkan bahwa bangsa Persia meyakini Hormuz adalah salah satu anak Nabi Ibrahim as. Oleh sebab itu, para pendahulu bangsa Persia melaksanakan thawaf di Ka’bah Sebagai bentuk penghormatan mereka pada nabi Ibrahim as. Adapun orang terakhir dari mereka yang melakukan ibadah haji adalah Sasan bin Babak.
Yaqut al-Hamawi menyebutkan bahwa sumur Zam-zam dinamakan Zam-zam karena kuda-kuda yang dijadikan kendaraan haji pada masa-masa awal, mengeluarkan suara Zamzamah yaitu suara kuda ketika minum air. Demikian juga Sasan, setiap ia pergi ke Baitullah ia membuat suara serupa di sumur Zam-zam, untuk itu seorang penyair zaman dahulu berkata:
Kuda bersuara ‘Zamzamah’ di sumur Zam-zam
demikianlah yang dilakukan pendahulunya sejak dulu kala
Setelah munculnya Islam, sebagian penyair Persia membanggakan diri sebagai golongan awal yang mensucikan Ka’bah dan melakukan haji. Salah seorang dan mereka melantunkan syair:
Kami berhaji ke Baitullah berjalan kaki Masuk ke Tanah Haram dengan aman
Dan Sasan bin Babak berjalan sampai Baitul ‘Atiq bersama para pembesar
Thawaf di Ka’bah serta bersuara Zamzamah
Di sumur milik Ismail yang menghilangkan dahaga orang yang meminumnya
Begitu juga dengan bangsa Shabiah—para penyembah planet dan bangsa Persia dan Kaldania—, mereka menganggap Ka’bah sebagai salah satu dari tujuh rumah agung. Seperti halnya kaum Yahudi yang juga menghormati Ka’bah dan menyembah Allah sesuai dengan agama Ibrahim.
Referensi :
-Yaqut Al-Hamuwi, Mu’jam al-Buldan, (Mesir: Mathbaah As-Sa’adah, 1906)
-lbnu Al-Kalbi, Kitab aI-Ashnam, (Mesir: Dar Al-Kutub Al-Mishriyah, 1924)