QIYAMUHU TA’ALA BINAFSIHI


Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya . Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua.

Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian :

  • Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah SWT.
  • Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh ( segala sifat yang baharu ).
  • Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .
  • Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Ta’ala.

Dalil ‘Aqli :Seadainya Allah membutuhkan dzat, niscaya Allah adalah sifat, sebab hanya sifatlah yang selalu membutuhkan dzat, sedangkan dzat selamanya tidak membutuhkan dzat lain untuk berdirinya.

Dan apabila Allah “Sifat” adalah mustahil, sebab apabila Allah “sifat”, maka Allah tidak akan disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah, sedangkan sifat tersebut adalah termasuk sifat-sifat yang wajib bagi Allah berdasarkan dalil-dalil tertentu. Berarti apabila Allah tidak disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah adalah salah (Bathil), dan batal pula sesuatu yang mengakibatkannya, yaitu butuhnya Allah kepada dzat. Apabila batal butuhnya Allah kepada dzat maka tetap Maha kaya (istighna)nya Allah dari dzat.

Seandainya Allah membutuhkan sang pncipta, niscaya Allah baru (Hadts), sebab yang membutuhkan pencipta hanyalah yang baru sedangkan dzat qodim tidak membutuhkannya. Dan mustahil Allah Hadits, karena segala sesuatu yang hadits harus membutuhkan sang pencipta (mujid) yang kelanjutannya akan mengakibatkan daur atau tasalul

Dalil Naqli : Surat Al-Ankabut ayat 6:

إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ العنكبوت: 6

Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.