Para Pencari Kebenaran


Sejarah Islam telah menghimpun, baik masa lalu maupun sekarang, banyak contoh yang luar biasa tentang orang-orang yang mendapat petunjuk, yaitu orang-orang yang kuat tekadnya dalam mencari agama yang benar. Mereka mengerahkan tenaga menuju ke sana sehingga patutlah mereka jadikan contoh dan bukti untuk Allah atas hamba-Nya. yaitu, barangsiapa yang bersungguh-sungguh mencari kebenaran didasari keikhlasan, pasti Allah akan menunjukkan jalan dan memberikan nikmat terindah, yaitu nikmat Islam.

Dalam sejarah Islam kita bisa mengenal lebih dekat sosok sahabat yang menempuh gerbang, banyak suku dan negeri-negeri dalam mencari kebenaran. Tekadnya yang kuat menghalanginya dari berputus asa dalam menempuh jalan yang penuh duri meskipun hanya sedetik.

Pada hakikatnya, penulis menghadiahkan kisah tersebut untuk kaum muslimin di zaman sekarang yagn tidak mengetahui betapa berharganya nikmat Islam – kecujali yang dikasihi Allah. Ketika agama dan dunia saling berhadapan, mereka menyingkirkan agama ke samping dan meletakkan dunia di atas kepala – tiada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan bahwa Salman al-Farisi berkata:
“Aku dahulu berasal dari penduduk Persia. Suku Ashbahan, tinggal di Kampung Jai. Ayahku sebagai pembesar kampung tersebut. Dia sangat mencintaiku melebihi harta dan saudara-saudaraku. Saking cintanya kepadaku, diapu menahanku di rumah, sebagaimana seorang gadis. Aku pun menyembah api, bahkan sempat menjadi penjaga api supaya tidak padam. Aku melakukannya tanpa berpikir hal itu benar atau salah. Aku hanya mengikuti apa yang dilakukan orang-orang. Sampai-sampai ayahku membuat bangunan khusus untuk api tersebut. Ayahku memiliki ladang yang memerlukan penggarapan. Dia pun memanggilku seraya berkata, “Anakku! Engkau tahu aku sibuk mengurusi bangunan ini sehingga ladangku terbengkelai.

Hal ini perlu kmita pikirkan. Ayahku pun berangkat ke ladangnya dan menyuruh orang-orang melakukan ini dan ini. Ia pun berkata kepadaku, “Janganlah engkau jauh dariku karena jika itu terjadi, engkau akan membuatku sibuk memikirkanmu dariapda yang lain.” Aku pun keluar menuju ladang. Di perjalanan aku melewati sebuah gereja umat nasrani, aku mendengar suara-suara mereka di dalamnya, aku bertanya, “Apa ini? Mereka menjawab, “Mereka adalah umat nasrani yang sedang beribadah.” Aku pun masukd an mengamati, aku heran terhadap apa yang mereka lakukan. Demi Allah, aku terus duduk di dalamnya sampai terbenamnya matahari.”

Ayahku pun mengirim semua keperluanku sampai aku mendatanginya di malam hari, dan saat itu aku belum pergi ke ladangnya. Ayahku bertanya, “Kamu dari mana saja? Bukankah aku sudah aktakan kepadamu? Aku pun menjawab, “Wahai ayah! Aku tadi melewati sekumpulan manusia yang disebut sebagai umar nasrani, lalu ibadah mereka membuatkuj heran. Aku pun duduk mengamati bagaimana mereka melakukannya. Ayahku berkata, “Nakku, agamu dan agamaa nenek moyangmu lebih baik daripada agama mereka.” Aku menjawab, “Tiadak, wahai ayah, agama kita tidak lebih baik daripada agama mereka.” Mereka menyembah Allah dan berdoa kepada-Nya.

Sedangkan kita, hanya menyembah api yang kita nyalakan dengan tangan kita sendiri. Ketika api tersebut kita tinggal, ia pun akan mati.” Setelah itu ayahku, mengancamku dan membelnggu kakiku dengan besi, mengurungku di rumahnya. Setelah itu aku dikirim kepada orang-orang nasrani, aku pun bertanya kepada mereka. “Dari manakah asal mula agama kalian yang aku lihat? Mereka menjawab. “ Dari Syam. Aku melanjutkan, “Jika datang orang-orang dari sana, tolong beritahu aku. Mereka menjawab, Baik. Setelah itu, datanglah orang-orang dari Syam dalam perdagangan mereka.

Setelah itu, aku diberitahu bahwa rombongan dari Syam telah datang, aku akan dipertemukan dengan mereka setelah mereka selesai berdagang. Aku pun membuang besi yang ada di kakiku dan segera menyusul mereka. Lalu, aku pergi bersama mereka menuju Syam. Setelah sampain di Syam, aku bertanya, “Siapakah yang paling baik agamanya di sini?” Mereka menjawab, “Uskup yang tinggal di gereja.” Aku pun bergegas mendatanginya dan bertanya, “Aku ingin tinggal bersamamu di gereja sehingga aku dapat beribadah kepada Allah dan belajar kebaikan darimu.” Ia pun menjawab, “Baik, tinggalah bersamaku.”

Ia melanjutkan, “Ternyata laki-laki itu berakhlak buruk, ia menyuruh sedekah dan menganjurkannya. Setelah terkumpul, sedekah itu ia timbun dan tidak diberikan kepada fakir miskin. Aku pun marah-marah kepadanya setelah melihat kelakuannya tersebut. Tak lama kemudian ia meninggal. Saat orang-orang datang untuk memakamkannya, aku sampaikan kepada mereka, “Sesungguhnya orang ini telah berbuat jahat kepada kalian, ia menyuruh bersedekah dan menganjurkannya kepada kalian, hingga ketika sedekah terkumpul, ia menimbunnya dan tidak menyerahkannya kepada fakir miskin.

Mereka bertanya, “Apa buktinya?” aku pun menjawab, “Aku akan tunjukkan harta yang ia timbun.” Mereka berkata, “Ayo tunjukkan.” Setelah itu aku mengeluarkan harta timbunannya berupa tujuh buah guci yang dipenuhi emas dan perak. Setelah semua orang melihatnya, mereka berkata, “Demi Allah Orang ini jangan sampai dimakamkan. Mereka pun menyalibnya dengan kayu dan melemparinya dengan batu. Setelah itu mereka memilih seseorang untuk menggantikan kedudukannya.

Demi Allah, wahai Ibnu Abbas! Aku tidak pernah meliaht seorang laki-laki yang shalat lima waktu, aku melihatnya lebih utama dari yang sebelumnya. Ia lebih sederhana, tidak rakus. Ia tidak membayangkan bahwa aku memiliki simpati kepadanya. Lalu, aku pun selalu menemaninya sampai ia meninggal. Aku berkata, “Wahai Fulan! Telah datang perkara dari Allah yang tidak bisa engkau pungkiri. Dan aku sangat bersimpati kepadamu, apakah yang akan engkau perintahkan kepadaku? Kepada siapakah engkau akan mewasiatkanku?” Ia pun berkata, “Anakku! Demi Allah, Aku tidak mengetahui siapa-siapa kecuali seorang laki-laki di Mosul. Datangilah kepadanya, engkau akan menjumpainya memiliki akhlak sepertiku.”

Setelah Wugaib meninggal, aku pergi ke Mosul, kau datangi penghuninya, aku pun menjumpainya berakhlak seperti yang dikatakan dalam hal kesungguhan dan kesederhanaan di dunia. aku berkata kepadanya, “Sesungguhnya Fulan berwasiat kepadaku untuk menemuimu dan tinggal bersamamu.” Ia menjawab, “Baik.”. tinggalah bersamaku. Setelah itu, aku pun tinggal bersamanya sebagaimana yang diwasiatkan temannya di Syam sampai ajal menjemputnya. Akun pun berkata, “Sesungguhnya si Fulan telah mewasiatkan kepadaku untuk menemuimu, sekarang ajal menjemputmu, kepada siapakah engkau mewasiatkanku?” ia menjawab, “Demi Allah! Aku tidak mengetahui siapa-siapa kecuali seorang laki-laki di Nashibain, ia berakhlak seperti kita, temuilah ia.”

Setelah kami memakamkannya, aku menemui yang lain dan mengatakan, “Wahai Fulan! Sesungguhnya si Fulan berwasiat kepadaku untuk menemui si Fulan, dan si Fulan berwasiat kepadaku untuk menemui si Fulan, dan si Fulan berwasiat kepadaku untuk menemuimu.” Ia menjawab, “Tinggallah bersamaku.” Aku pun tinggal bersamanya sampai ajal menjemputnya.

Aku bertanya kepadanya, “Wahai si Fulan! Sekarang ajal menjemputmu, dahulu si Fulan berwasiat kepadaku untuk menemui si Fulan, dan Si Fulan telah mewasiatkan kepadaku untuk menemui si Fulan, dan si Fulan mewasiatkan kepada untuk menemuimu, kepada siapakah engkau mewasiatkanku?” Ia menjawab, “Anakku! Demi Allah, aku tidak mengetahii siapa-siapa yang akhlaknya seperti kita kecuali seorang laki-laki di Amuriyah, Romawi. >

Temuilah ia, pasti engkau akan menjumpainya berakhlak sepertiku dan teman-temanku dahulu. Maka, aku tinggal bersamanya. Aku juga bekerja sampai memiliki kambing dan sapi. Beberapa hari kemudian, ajal menjemputnya. Aku bertanya, “Wahai Fulan! Dahulu si Fulan berwasiat kepadaku untuk mendatangi Fulan,d an Fulan berwasiat kepadaku untuk mendatangi Fulan, dan Fulan berwasiat kepadaku untuk mendatangimu. Sekarang ajal menjemputmu maka kepada siapakah engkau akan mewasiatkanku?” Ia menjawab, “Anakku! Demi Allah, aku tidak mengetahui apakah masih ada orang yang berakhlak seperti kita.

Namun engkau sekarang berada di zaman seorang nabi yang diutus dari tanah haram. Jaraknya dari sini sekitar perjalanan antara dua gurun pasir sehingga engkau akan menjnumpai pohon kurma di daerah tersebut. Dalam diri nabi tersebut terdapat tanda penutup para nabi, ia berkenan menerima hadiah dan menolak sedekah. Jika engkau mampu pergi ke darah tersebut, lakukanlah karena engkau berada satu masa dengannya saat ini.

Setelah kami memakamkannya, aku berdiri menanti rombongan pedagang Arab dari suku Kala. Saat mereka tiba, aku berkata, “Apakah kalian sudi membawaku bersama kalian ke tanah Arab?” Sebagai imbalannya, akan kuserahkan kambing dan sapiku ini!” Mereka menjawab, “Baiklah, ikutlah bersama kami.” Aku lalu memberikan kambing dan sapiku. Setelah kami sampai ke sebuah lembah yang dikenal Lembah Qura, mereka menzalimiku, menjualku sebagai budak kepada laki-laki Yahudi di daerah tersebut.

Demi Allah! Aku melihat pohon kurma, dan aku berharap daerah tersebut merupakan yang disampaikan temanku sebelum meninggal, dan tempat yang aku nanti-nantikan. Setelah itu, datanglah seorng laki-laki Yahudi dari Bani Quraizhah di lembah tersebut. Lalu, majikanku menjualku kepadanya. Ia pun membawaku ke Madinah. Demi Allah! Ia yang aku lihat dan aku ketahui sifatnya. Aku tinggal bersamanya dalam masa perbudakan.

Maka Allah mengutus Nabi saw, tanpa ada yang memberitahuku dalam masa perbukana tersebut sampai beliau mendatangi daerah Quba. Saat itu aku bekerja di keun kurma milik tuanku, aku berada di sana saat anak pamannya datang. Ia lalu berkata, “Wahai Fulan! Allah telah memerangi Bani Qailah. Dan demi Allah, mereka sekarang di Quba, berkumpul dengan seseorang dari Makkah. Mereka mayikininya sebagai nabi.” Demi Allah! Itulah yang aku dengar. Aku pun gemetar sampai-sampai hampir jatuh ke pangkuan temanku. Aku lalu bertanya. “Kabar apa ini? Apa itu?” Majikanku lantas menamparku sambil berkata. “Apa urusanmu dengan kabar ini, kembalilah bekerja! Aku menjawab, “Tidak apa-apa. Aku hanya mendengar berita dan hanya ingin mengetahuinya.”

Saat malam tiba, aku hanya memiliki sepotong makanan yang akan aku bawa untuk Rasulullah di Quba. Saat bertemu beliau, aku mengatakan, “Telah sampai kepadaku bahwa engkau adalah orang shalih yang memiliki banyak sahabat dalam keterasingan. Aku memiliki sesuatu untuk disedekahkan dan aku melihat engkau orang yang paling berhak menerimanya did aerah ini.” Lalu, Rasulullah menerimanya seraya berkata kepada para sahabatnya:

“Makanlah! Beliau sendiri tidak memakannya. Aku berguman, “Inilah sifat yang disampaikan oleh sahabtku dahulu.”

Aku pun kembali. Rasulullah sendiri pergi menujuu Madinah. Aku mengumpulkan apa saja yang aku miliki untuk dipersembahkan kepada Rasulullah. Saat aku menemui beliau, aku pun berkata, “Aku melihat engkau tidak makan dari sedekah. Oleh karena itu, ini sebagai hadiah dan tanda kehormatan, bukan sedekah. Rasulullah pun makan dari hadiah tersebut, diikuti para sahabat beliau. Lalu aku berkata, “Inilah dua tabiatnya.!

Aku mendatangi Rasulullah yang saat itu sedang mengirim jenazah. Aku mengenakan dua jubah, sedangkan beliau bersama para sahabat. Aku pun berbalik ke belakang beliau untuk meliaht tanda di punggungnya. Ketika beliau melihatku demikian, aku pun berbalik badan. Beliau mengetahui bahwa aku ingin membuktikan sesuatu yang disifatkan untukku. Beliau pun membuka baju dan punggungnya, aku pun melihat tanda antara kedua pundak beliau sebagaimana yang diaktakan sahabtku. Seketika itu, aku memeluk punggung beliau dan menciumnya sambil menangis. Beliau saw, bersabda:

“Berbaliklah seperti ini, wahai Salman!” Aku berbalik dan duduk di hadapan beliau. Aku lebih merasa senang lagi saat para sahabt, mendengar perkataanku tentang beliau. Aku pun berbicara dengan beliau. “Wahai Ibnu Abbas, sebagaimana kita bicara saat ini?” Setelah aku selesai, Rasulullah bersabda, “Tulislah, wahai Salman!” Kemudian aku menulis 300 kurma yang aku tanam atas nama sahabatku dan 40 uqiyah. Para sahabat membantuku dengan 50 benih kurma. Setiap orang dari mereka memberikan apa yang ia mampu. Rasulullah saw., bersabda:

“Galilah untuk pohon-pohon kurma tersebut. Kalau sudah selesai, izinkan aku untuk meletakkannya dengan kedua tanganku.”

Aku pun menggali dibantu para sahabat sampai selesai. Setelah itu, aku mendatangi Rasulullah seraya berkata:

“Kami telah selesai menggali, wahai Rasulullah.” Beliau pun pergi bersama kami sampai ke tempat penggalian. Kami membawakan sebuah benih pohon kurma dan beliau meletakkan sambil meratakan tanahnya. Demi Dzat yang mengutus beliau, tidak ada satu pohon pun yang mati.”

Kurma-kurma itu pun dijadikan beberapa dirham, lalu seorang laki-laki mendatangi beliau dengan membawa emas sebesar telur. Rasulullah bersabda, “Di manakah Salman sang penulis?” Aku pun diundang, lalu beliau saw, berkata:

“Ambillah ini, wahai Salman dan gunakan untuk membayar utangmu!” Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimana ini bisa terjadi?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah yang membayarnya untukmu. Maka demi Dzat yang jiwa Salman berada dalam genggaman-Nya, aku sungguh menimbang sebagiannya untuk mereka sebesar 40 Uqiyah. Aku bayarkan kepada mereka.” Salman pun dimerdekakan. Perbudakan telah mengurungku sehingga ku tidak dapat turut dalam Perang Badar dan Uhud. Setelah merdeka, aku bisa ikut Perang Khandaq dan tidak pernah absedn dalam peperangan setelahnya.”
(HR. Ahmad Baihaqi, dan Thabrani).



Menu