Mentari Kenabian Terbit di Jazirah Arab


Ketika umur Muhammad hampir empat puluh tahun, beliau diberi kecintaan oleh Allah untuk menyendiri. Muhammad meninggalkan Makkah setiap tahun untuk menghabiskan bulan Ramadhan di Gua Hira, gua yang jaraknya beberapa mil dari kampung terjauh dari Makkah. Gua ini berada di puncak sebuah gunung dari gunung-gunung yang menjorok ke Makkah, tidak ada kata-kata kosong manusia dan perbincangan mereka yang batil. Suasana yang sangat sunyi di atas puncaknya gunung yang menjulang tinggi.

Muhammad membawa bekal untuk malam-malam yang panjang, kemudian memutus hubungan dengan manusia dan memfokuskan hatinya yang penuh rindu kepada Tuhan semesta alam. Di dalam gua yang menakutkan dan tertutup ini, sesosok jiwa yang besar sedang melihat jauh dari ketinggiannya terhadap segala yang bergolak di dunia, seperti fitnah, kegilaan, kezaliman, dan keterpurukan. Beliau termenung karena perasaan sedih yang mendalam dan kebingungan, tidak tahu jalan untuk keluar darinya dan tidak tahu solusi baginya.

Di dalam gua yang jauh ini, sepasang mata mengintai sedang berusaha meninjau kembali pusaka para pembawa hidayah terdahulu, yakni para rasul Allah SWT. Dia seperti seorang penambang yang memakai penutup kepala yang tidak dapat mengekspoitasi logam mulia darinya, kecuali setelah usaha keras, terkadang tanah bercampur dengan emas dan tida ada manusia yang dapat memisahkannya.

Di dalam Gua Hira ini, Muhammad saw., beribadah, memoles hatinya, membersihkan jiwanya, serta mengupayakan dirinya dekat pada kebenaran dan jauh dari kebatilan. Hingga sampai pada derajat kesucian yang tinggi, terpantul darinya cahaya hal-hal gaib pada kehidupannya yang nyata sehingga tidaklah beliau melihat sebuah mimpi, kecuali ia nyata seperti cahaya pagi hari.



Menu