Permulaan Wahyu


Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. dia berkata, “Diturunkan wahyu kepada Nabi saw., ketika beliau berumur 40 tahun, di Makkah selama 13 tahun dan di Madinah selama 10 tahun. Beliau wafat ketika berumur 63 tahun.

Diriwayatkan dari hadits Ibnu Abbas bahwasanya Nabi saw., berkata kepada Khadijah r.a., “Sesungguhnya aku melihat cahaya dan mendengar suara, aku takut diriku terkena gila.” Khadijah berkata, “Allah tidak akan berbuat demikian kepadamu, wahai putra Abdullah.” Kemudian Khadijah mendatangi Waraqah bin Naufal dan menceritakan kejadian itu kepadanya. Waraqah berkata, “Jika memang dia berkata benar, sesungguhnya itu adalah Namus (Malaikat Jibril), seperti Namus yang datang kepada Musa. Jika dia diutus dan aku masih hidup, aku akan memuliakan dan menolongnya seeta beriman kepadanya.”

Diriwayatkan dari Aisyah r.a., dia berkata, “Pertama kali Rasulullah saw., diberi wahyu adalah mimpi yang nyata di dalam tidur”. Tidaklah beliau melihat sebuah mimpi, kecuali ia datang seperti cahaya terang di pagi hari, kemudian beliau menyendiri dan mengasingkan diri di Hua Hira serta beribadah di sana (bermalam-malam) sebelum kembali ke keluarganya dengan membawa bekal. Beliau pulang kembali kepada Khadijah dan mengambil bekal, hingga wahyu datang kepadanya dan beliau sedang di Gua Hira.

Datanglah malaikat kepadanya dan berkata:

“Bacalah!”. Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”. Nabi saw., berkata, “Dia pun meraihd an mendekapku sampai aku sesak, kemudian melepaskanku.” Jibril berkata, “Bacalah!”. Aku (Nabi saw.) menjawab, “Aku tidak dapat membaca.”. Dia pun meraih dan mendekapku untuk kedua kalinya sampai aku merasa sesak, kemudian melepaskanku. Dia berkata, “Bcalah!” Aku menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Dia pun meraih dan mendekapku untuk ketiga kalinya, kemudian melepaskanku. Dia berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia.”
(QS. Al-‘Alaq) (96) : 1-3).

Akhirnya pulanglah Rasulullah saw., bersama ayat tersebut dengan hati berdebar-debar. Beliau masuk ke kmar Khadijah binti Khuwalid dan berkata, “Selimuti aku!” Kemudian Khadijah pun menyelimutinya hingga rasa takut tersebut hilang dari diri beliau. Kemudian berkata kepada Khadijah tentang peristiwa yang menimpa diri beliau, “Aku takut atas diriku.”

Kemudian berkatalah Khadijah, “Sekali-kali tidak, demi Allah. Dia tidak akan pernah menghinakanmu karena sesungguhnya engkau menyambung tali silaturahmi, membantu orang-orang lemah, memberi orang yang tidak punya, dan memuliakan tamu. Kamu tidak akan tertimpa hal buruk karena dalam dirimu terdapat akhlak dan perangai mulia.”

Khadijah pun pergi bersama beliau menuju Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza (anak paman Khadijah). Dia adalah seorang Nasrani di masa Jahiliah dan menulis naskah Arab dan Injil dengan bahasa Arab dalam jumlah yang cukup banyak. Dia sudah sangat tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya, “Wahai anak pamanku, dengarlah ini dari anak saudaramu!”

Waraqah berkata kepada Nabi saw., “Wahai anak saudaraku, apa yang kamu lihat?” Rasulullah saw. Pun menceritakan kepadanya apa yang beliau lihat. Waraqah berkata kepada beliau. “Ini adalah Namus (Jibril) yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Musa, seandainya di saat itu (ketika Nabi saw., diutus menjadi Nabi), aku adalah seorang pemuda yang kuat, seandainya aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu.”

Rasulullah berkata kepadanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Dia menjawab, “Ya, tidak ada seorang pun yang membawa apa yang engkau bawa, kecuali dia dimusuhi. Seandainya aku mendapatkan hari itu, niscaya aku akan emnolongmu dengan pertolongan sekuat tenagaku.” Tidak alam dari peristiwa ini, Waraqah pun meninggal dunia dan wahyu pun berhenti.



Menu