Sejarah bercerita kepada kita bahwa mereka yang masuk Islam dalam fase ini mayoritas adalah campuran dari orang-orang miskin, lemah, dan para budak. Apakah hikmah di balik hal itu? Apakah rahasia terbentuknya negara Islam di atas fondasi orang-orang seperti mereka?
Jawabannya adalah sesungguhnya fenomena ini adalah yang dihasilkan secara alami dakwah para nabi di sat-saat pertama dakwah mereka. Tidaklah Anda melihat kaum Nabi Nuh, bagaimana mereka mencelanya dengan mengatakan bahwa para pengikut yang berada di sekelilingnya tidak lain adalha orang-orang terendah di antara mereka dan terhina?
.... Kami tidak melihat engkau melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya .....
(QS. Hud (11) : 27).
Tidakkah Anda melihat Fir’aun dan kelompoknya, bagaimana mereka memandang para pengikut Nabi Musa a.s. bahwa mereka adalah orang-orang hina dan lemah, sampai-sampai Allah SWT berfirman tentang mereka setelah mengisahkan kehancuran Fir’aun dan kelompoknya.
“Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. .... “
(QS. Al-A’raf (7) : 137).
Tidaklah Anda melihat kauk Tsamud yang Allah utus kepada Nabi Saleh, bagaimana para pembesar yang congkak berpaling darinya, sedangkan yang beriman kepadanya orang-orang fakir lemah. Bahkan, Allah berkalam tentang hal itu:
“Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah, yaitu orang-orang yang telah beriman di antara kaumnya, ‘Tahukah kamu bahwa Shalih adalah seorang Rasul dari Tuhannya? Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami percaya kepada apa yang disampaikannya.’ Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, ‘Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu percayai.”
(QS. Al-A’raf (7) : 75 – 76).
Rahasia di balik itu, bahwa hakikat agama yang Allah utus kepada para nabi dan rasul-Nya tidak lain adalah untuk keluar dari kekangan manusia dan hukumnya pada kekuasaan Allah serta hanya berhukum dengan-Nya. ini adalah hakikat yang pertama kali “menggores” ketuhanan orang-orang yang menganggap dirinya sebagai tuhan, kekuasaan orang-orang yang semena-mena, dan kekuatan orang-orang yang menganggap diri mereka penguasa. Namun, sesuai dengan kondisi orang-orang yang lemah dan diperbudak.
Jadi, reaksi di hadapan dakwah untuk masuk Islam karena Allah semata-mata adalah pembangkangan dan kesombongan dari orang-orang yang menganggap diri mereka tuhan dan penguasa, kepatuhan dan ketaatan dari orang-orang yang lemah.