Ada dua hal penting yang perlu direnungkan.
Pertama, sebuah kemungkinan yang dapat terjadi adalah Allah tidak memerintahkan rasul-Nya untuk memperingatkan keluarga dan orang-orang terdekatnya secara khusus. Sebab, cukup dengan keumuman perintah-Nya yang lain, yaitu kalam-Nya:
“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (keapdamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.”
(QS. Al-Hijr (15) : 94).
Dalam ayat tersebut semua anggota keluarga dan kerabat dekatnya dalam keumuman orang-orang yang beliau berikan ajakan dan peringatan. Apakah hikmah dari keistimewaan perintah memperingatkan keluarganya?
Jawabannya adalah terdapat indikasi tingkatan tanggung jawab yang berkaitan dengan setiap muslim secara umum dan para da’i secara khusus.
1. Tingkatan paling rendah dalam tanggung jawab adalah tanggung jawab seseorang atas dirinya.
2. Tingkatan di tengah adalah tanggung jawab seorang muslim atas keluarga dan orang-orang yang berada dalam perlindungannya, yakni dari kerabat-kerabatnya.
Sebagai arahan untuk menjalankan kewajiban tanggung jawab ini, Allah mengkhususkan keluarga dan kerabat dekat dengan urgensi peringatan dan ajakan, setelah memerintahkan ajakan dakwah secara umum dan perintah berdakwah secara terang-terangan. Tingkatan tanggung jawab ini kuat serta di dalam menanggung bebannya semua muslim yang memiliki keluarga dan kerabat.
Tidak ada perbedaan antara dakwah seorang rasul dalam kaumnya dan dakwah seorang muslim dalam lingkup keluarganya di antara kerabatnya. Hanya saja, Rasul adalah orang pertama yang mengajak pada ajaran baru yang diturunkan oleh Allah kepadanya. Sedangkan, seorang muslim mengajak dengan ajakan rasul yang diutusnya, dia menyampaikan dari rasul dan berbicara atas namanya.
Sebagaimana seorang nabi atau rasul tidak dibolehkan berdiam diri dari perintah untuk menyampaikan apa yang diwahyukan kepadanya. Begitu juga, seorang kepala keluarga tidak boleh berdiam diri mengajak keluarganya, bahkan wajib atasnya membawa keluarga untuk mengikuti ajaran tersebut dan memaksa mereka untuk itu.
3. Tingkatan tertinggi, yaitu tanggung jawab seorang alim di kampung atau kotanya dan tanggung jawab seorang pemimpin di negara atau keoompoknya.
Kedua, termasuk hal manusiawi bahwa Rasulullah saw., memulai dakwahnya secara terang-terangan dengan memperingatkan keluarga terdekat karena Makkah adalah sebuah kota yang telah mengakar di dalamnya rasa rasialis. Jadi, memulai dakwah kepada keluarga diharapkan dapat membantu atas kemenangan, dukungan, dan perlindungan.
Sebagaimana melakukan dakwah di Kota Makkah harus mempunyai efek khusus karena kota ini merupakan sentral agama yang sangat penting memasukkannya ke dalam lingkaran Islam harus memberikan dampak yang besar terhadap kabilah-kabilah alinnya. Perlu di catat, hal ini tidak berarti bahwa risalah agama Islam di fase-fase awal penyebarannya itu terbatas kepada seuku Quraisy karena agama Islam sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an menjadikan dakwah di kalangan suku Quraisy sebagai langkah pertama untuk mewujudkan risalahnya secara universal.
Realitasnya, banyak dari ayat-ayat Makkiyah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu.
“Al-Qur’an itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam.”
(QS. At-Takwir (81) : 27).