Nabi Muhammad saw, datang dengan dakwah, memutarbalikan kehidupan manusia 180 derajat, dan ajakan tersebut tidak saja menyentuh ideologi mereka, tetapi meliputi kehidupan mereka di segala aspeknya, baik politik, sosial, keuangan, maupun rumah tangga. Bukanlah hal yang biasa mereka lakukan menyalahi warisan budaya nenek moyang dan negeri mereka. Itulah sebabnya mereka harus menetang ajakan Nabi saw, dan memerangi beliau. Maksudnya agar Nabi saw, kembali mengikuti ajaran nenek moyang yang mereka agungkan dan keluar dari ajaran yang beliau sebarkan.
Akhirnya, suku Quraisy memerangi dakwah yang melibatkan akidah mereka yang salah dan menyimpang. Rasulullah saw, mengajak pada pengesaan Tuhan dan memperingatkan hari kebangkitan. Namun, mereka tidak rela dengan tuhan selain tuhan-tuhan mereka dan mereka merasa tidak rasional dengan ajaran Nabi saw, dalam memahami hari kebangkitan dan hari pembalasan.
Seandainya Nabi Muhammad saw, hanya membatasi dakwahnya dalam hal pengesaan Tuhan dan pembodohan akal mereka, niscaya itu sudah cukup untuk menjadi sebuah pembangkangan. Namun, di samping ajaran semua itu. Nabi saw, mengajak untuk beriman pada hari kebangkitan. Mereka menganggapnya suatu hal aneh dan sangat tidak rasional. Mereka berkata:
“Apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah benar kami akan dibangkitkan (kembali)?”
(QS. Ash-Shaffat (37) : 16).
Mereka mengejek pemikiran itu dan perkataan mereka itu, dijadikan sebuah argumen atas kebodohan akal pembawa dakwahnya.
Suatu hari Ubay bin Khalaf mendatangi Nabi saw, dengan membawa tulang belulang yang sudah rusak. Dia berkata, “Wahai Muhammad, kamu mengatakan bahwa Allah akan membangkitkan ini.” Kemudian Ubay bin Khalaf menghancurkan tulang-tulang tadi dengan tangannya dan meniupnya ke udara dai hadapan Rasulullah saw. Kemudian Al-Qur’an membantahnya dengan kalam-Nya:
“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.”
(QS. Yasin (36) :78 – 79).
Nabi Muhammad saw., tidak berhenti dengan ajakan tauhid, hari kebangkitan, dan mengharaman hal-hal yang merupakan kebahagiaan bagi jiwa mereka. Beliau saw., juga mengajak pada persamaan hak, suatu hal yang sangat aneh di masa mereka dan suatu yang tidak biasa di kalangan mereka.
Sebab, selama hidupnya mereka sudah emnghabiskan umurnya dengan membangggakan garis keturunan. Nabi Muhammad saw, pun keluar kepada mereka denga membawa persamaan antara tuan dan budak serta menjadikan manusia itu adalah sama seperti gigi-gigi siri, suatu dosa besar yang tidak dapat diterima oleh suku Quraisy menurut mereka.