60. Prof. DR. KH. Muhammad Tholhah Hasan



A. Mengenal Muhammad Tholhah Hasan

Beliau bernama Muhammad Tholhah Hasan dilahirkan pada hari sabtu pon, 10 Oktober 1936 di Tuban Jawa Timur, dari pasangan Tholhah dan Anis Fatma, sedangkan kakeknya bernama Hasan. Beliau adalah anak pertama dari dua bersaudara, dan adik beliau bernama Afif Najih.

Sejak usia kanak-kanak beliau ditinggal oleh ayahnya untuk menghadap Sang Kholiq (wafat), kenudian beluai ikut kakek dan neneknys dilamongan. Sejak saat itu nama ayah dan kakeknya digunakan menjadi satu kesatuan dengan nama beliau yang semula hanya Muhammad, sehingga menjadi Muhammad Tholhah.


Hasan, yang sekarang panggilan akrab beliau yaitu Kyai Tholhah. Tholhah Hasan tergolong orang yang mempunyai kemauan keras untuk mencapai cita-cita. Di saat beliau masih anak-anaksampai usaha dewasa sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menuntut ilmu-ilmu agama. Beliau suka bermukin dilingkungan dimana dimana ia belajar dan berorganisasi, bahkan beberapa organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan yang ditekuninya beliau sering menjadi ketuanya.

Dari berbagai pengalaman itulah yang membentuk jiwa dan kematangannya dalam mengelola organisasi, lembaga pendidikan maupun kemasyarakatan. Organisasi yang pernah beliau kembangkan antara lain Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Waktu itu beliau masih duduk pada bangku Madrasah Tsanawiyah di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, dan disaat itulah beliau telah berani mengambil keputusan dengan segala resiko yang terjadi.

Ketika beliau menjadi ketua IPNU, Pesantren Tebuireng dipimpin oleh KH. Khaliq, menganggap semua yang berbau Nahdlatul Ulama (NU) adalah Wahabi, dan hal itu tidak sesuai dengan yang dianut oleh kyai. Menghadapi kenyataan ini beliau tetap berkeyakinan bahwa IPNU adalah organisasi yang tepat untuk diterjuni.

Sewaktu pindah ke Singosari beliau selama menjadi mahasiswa sekitar tahun 1970-an, pernah berkiprah di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Malang, sebelum lahirnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan kurang lebih satu tahun kemudian beliau beraluh ke PMII setelah organisasi tersebut lahir.

Tholhah Hasan mulai menekuni organisasi Nahdlatul Ulama (NU), sejak tingkat yang paling rendah (ranting), kemudian naik ketingkat Pengurus Cabang, kemudian ke Pengurus Wilayah Hingga ke Pengurus Besar. Karir beliau dipengurusan NU dimulai tahun 1960, beliau dipercaya sebagai pimpinan ranting NU Singosari Malang, kemudian di tahun 1963 beliau menjadi ketua majekis Wakil Cabang (MWC) NU Singosari Malang sampai 1966. kenudian di tahun 1966 sampai 1969 beliau menjadi ketua cabang NU Kabupaten Malang.

Selanjutnya 1986 sampai 1989 menjabat salah satu Ketua Tanfidiyah NU Wilayah Jawa Timur periode 19886-1992. Sebelum habis masa kepengurusan Tanfidiyah NU wilayah Jawa Timur tersebut, beliau ditarik ke pusat menjadi salah satu Ketua Tanfidiyah Pengurus Besar (PB) NU periode 1990-1994 hasil Muktamar NU ke 28 yang berlangsung di Pondok Pesantren Al-Munawir Yogyakarta, sebagai ketua IV (Bidang Urusan Luar Negeri).

Sejak tahun 1994 sampai sekarang beliau aktif di salah satu ketua Rois Syuriah PBNU sampai 2009, sebagai Syuriah urusan pengembangan sumber daya manusia.

Masa lajang beliau diakhiri sejak beliau menjadi menantu KH. Masykur (mantan Menteri Agama Kabinet Amir Syatifuddin dan Kabinet Ali Sastro Amijoyo dan Mantan ketua DPR-MPR Kabinet Pembangunan III). Tholhah Hasan mulai saat itu didampingi Istri bernama Hj. Solichah Noor (anak angkat KH. Masykur yang sebetulnya masih keponakannya sendiri).

Sampai sekarang beliau telah dikaruniai 3 orang anak, masing-masing adalah Dr. Hj. Fathin Furaida Alumni Fakultas Kedokteran Universitas YARSI (Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta). Ir. Nadya Nafis Alumni Fakultas Peternakan/ Jurusan Produksi Ternak Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Ir. Mohammad Hilal Fahmi Alumni Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Islam Malang (UNISMA).

Pada masa mudanya Tholhah Hasan pernah menjabat sebagai anggota Badan Pemerintahan Harian Pemerintah Daerah (BPH-PEMDA) Kabupaten Malang selama kurang lebih 9 tahun. Dalam karier politik beliau juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang, Menteri Agama Republik Indonesia pada era Presiden Abdurrahman Wahid.


B. Background Pendidikan Muhammad Tholhah Hasan

B.1. Pendidikan Umum

Tholhah Hasan memperoleh pendidikan tingkat dasar pada Sekolah Rakyat (SR) pada pagi hari di Brondong Kabupaten Lamongan, beliau sekolah di SR selama 6 tahun mulai 1943 sampai dengan 1949, dan sorenya studi di Madrasah Ibtidaiyah di Sedayu Lawas Lamongan.

Setelah menamatkan pendidikan dasar beliau tidak langsung meneruskan pendidikan umumnya ke jenjang di atasnya, akan tetapi terlebih dulu menggali ilmu agama di beberapa pondok pesantren.

Baru pada tahun 1951 beliau meneruskan ke jenjang pendidikan menengah tingkat pertama pada madrasah Tsanawiyah (MTS) Salafiyah Syafi’iah di pondok pesantren Tebuireng Jombang. Pendidikan ini dijalaninya selama 3 tahun, sejak 1951 sampai 1953. Pendidikan menengah tingkat atas ditekuninya pada madrasah Aliyah (MA) Salafiyah Syafi’iah pondok pesantren Tebuireng Jombang, selama 3 tahun sejak 1954 sampai 1956.

Setelah pindah ke Malang, beliau menekuni pendidikan umum pada jenjang Perguruan Tinggi. Jenjang Sarjana Muda beliau dapatkan pada jurusan ilmu pemerintahan pada fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Merdeka Malang. Jenjang ini ditekuninya selama 3 tahun mulai 1963 dan selesai pada 1966.

Pada 1974 beliau mengambil progam sarjana jurusan Ketatanegaraan Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan (FKK) sekarang berubah namanya menjadi Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya malang, hingga memperoleh derajat kesarjanaannya pada 1973.

Uniknya, bila dilihat dari rentetan pendidikan formal yang pernah beliau tekuni, yakni pada bidang sosial politik, namun beliau begitu concern untuk mengkaji dan berbicara tentang Pendidikan Islamkhususnya, dan islamic Studies pada umumnya sehingga dapat mengantarkan beliau memperoleh gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 april 2005 dengan orasi ilmiahnya yang berjudul Pendidikan Islam Sebagai Upaya Sadar Penyelamatan dan Pengembangan Fitrah Manusia.


B.2. Pendidikan Agama

Tholhah Hasan bila dilihat dari sejarah hidupnya adalah sosok orang yang cerdas dan gemar membaca dan mempelajari ilmu pengetahuan baik umum maupun agama.

Pada saat bersamaan dengan sekolah umum dan pada saat di sela-sela sekolah jenjang satu dengan yang lain, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mempelajari pengetahuan agama di berbagai pondok pesantren. Pengalaman belajar di pesantren inilah yang paling dominan dalam membentuk pola pikir dan dasar-dasar keilmuan yang beliau muliki.

Beberapa pesantren, guru dan ilmu-ilmu yang dipelajarinya antara lain, di pesantren Keranji dibawah asuhan Kyai Mustofa yang sekarang bernama pesantren tarbiyatul Waton. Beliau mengaji Al-Qur’an dan kitab-kitab dasar, antara lain Kitab Jurumiahy, Hadits Arba’in Nawawi dan Taqrib. Sewaktu beliau mondok di pesantren Bahrul Ulum Tambak 48 Ahmadi Sofyan dan Fauzi (ed). op.cit., hlm. 10-12.

Beras Jombang, saat itu di asuh Kyai Abdul Fatah, beliau hanya sempat mangaji kitab Fathul Mu’in dan kitab-kitab lainnya tetapi tidak sempat khatam, karena beliau hanya sempat belajar selama 6 bulan saja.

Kemudian beliau pindah ke pondok pesantren Tebuireng Jombang, di pondok pesantren ini Tholhah (sapaan akrabnya) mengaji kepada beberapa Kyai antara lain Kyai Adlan Ali, Kyai Baidlowi, Kyai Mahfud, Kyai Anwar, Kyai Samsuri Badawi, Kyai Samsun, dan Kyai Idris. Beliau sempat mempelajari beberapa kitab, antara lain Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Chozin, Tafsir Jalalain, Tafsir Fatkhul Wahab dan Fiqh Kifayatul Ahyar.

Kitab-kitab lainnya yang merupakan Ilmu Nahwu, Sorof, Ushul Fiqih, Ilmu Hisab dan Ilmu Mantiq. Lebih spesifik lagi, beliau banyak mendalami secara khusus, yakni Tafsir dan Hadits di bawah bimbingan KH. Idris dan KH. Adlan Ali (Al-Maghfurlah) sejak 1951 hingga 1956 di Pesantren Tebuireng Jombang.

Tholhah Hasan juga pernah mondok posoan di pesantren Al-Hidayah Lasem Pati Jawa Tengah, pada waktu itu diasuh oleh Kyai Ma’sum.

Kitab-kitab yang yang dipelajari antara lain Tajridu as-Sharih, Riyadu as- Shalihin, Shahih Bukhori dan Al-Hikam, kemudian beliau juga bertahun- tahun berada di pondok pesantren Miftakhul Ulum Bungkuk Singosari Malang, tetapi statusnya di pesantren ini bukan sebagai santri melainkan sebagai pengajar.