Meraih Doa Mustajab
Khutbah Pertama:
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ, أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ
وَأَشْكُرُهُ, وَأَسْأَلُهُ الْمَغْفِرَةَ يَوْمَ الدِّيْنِ.وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَامَحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الْمَبْعُوْثُ بِاالْهُدَى وَالنُّوْرِالْمُبِيْنِ,صَلَّى اللهُ وَ عَلَى
أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا
وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّ
مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ أُمُوْرِ دِيْنِهِ
وَدُنْيَاهُ.
Ibadallah,
Doa di dalam Islam memiliki kedudukan sangat agung. Doa merupakan
ibadah yang sangat dicintai oleh Allah. Doa merupakan bukti
ketergantungan seorang hamba kepada Rabb
Subhanahu wa Ta’ala
dalam meraih apa-apa yang bermanfaat dan menolak apa-apa yang membawa
mudharat baginya. Doa merupakan bukti keterkaitan seorang manusia kepada
Rabb-nya, dan kecondongannya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, bahwasannya tiada daya dan upaya melainkan dengan bantuan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Ibadallah,
Sebagian orang ada yang beranggapan, bahwa dirinya tidak selayaknya
banyak meminta kepada Allah. Dia menganggapnya sebagai suatu aib.
Menilainya sebagai sikap kurang bersyukur kapada Allah atau bertentangan
dengan sifat qana’ah. Akhirnya ia menahan diri tidak meminta kepada
Allah, kecuali dalam perkara-perkara yang dia anggap penting dan
mendesak. Sedang dalam masalah-masalah yang dianggapnya ringan dan
sepele, ia merasa enggan meminta kepada Allah.
Pemahaman seperti ini, jelas merupakan kekeliruan dan suatu kejahilan. Kerena doa termasuk jenis ibadah, dan Allah
‘Azza wa Jalla marah jika seorang hamba enggan meminta kepada-Nya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ
“Sesungguhnya doa adalah ibadah.” (HR. Ahmda, Abu Dawud, dan selainnya).
Kemudian beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabb-mu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembahKu akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.
(QS. al Mukmin: 60).
Doa ini -dengan izin Allah
Subhanahu wa Ta’ala – sangat bermanfaat, sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللَّهِ بِالدُّعَاءِ
“Doa itu bermanfaat bagi apa-apa yang sudah terjadi ataupun yang
belum terjadi. Hendaklah kalian memperbanyak berdoa, wahai hamba-hamba
Allah.” (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Seorang muslim, selayaknya banyak berdoa setiap waktu. Karena doa
merupakan ibadah yang memiliki kedudukan sangat mulia di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala , sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak ada yang paling mulia di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala daripada doa”.
Ibadallah,
Doa tidak pernah membawa kerugian. Seseorang yang meninggalkan doa
berarti ia merugi. Sebaliknya seseorang yang berdoa, ia tidak akan
pernah merugi atas doa yang dipenjatkannya, selama ia tidak berdoa untuk
suatu dosa atau memutuskan tali silaturrahmi. Karena doa yang
dipanjatkannya, pasti disambut oleh Allah, baik dengan mewujudkan apa
yang dia minta di dunia, atau mencegah darinya keburukan yang setara
dengan yang ia minta, atau menyimpannya sebagai pahala yang lebih baik
baginya di akhirat kelak. Dalam sebuah hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَدْعُو بِدُعَاءٍ إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ مَا سَأَلَ أَوْ
كَفَّ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهُ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ
قَطِيعَةِ رَحِمٍ
“Tidak ada seseorang yang berdoa dengan suatu doa, kecuali Allah akan
mengabulkan yang ia minta, atau Allah menahan keburukan dari dirinya
yang semisal dengan yang ia minta, selama ia tidak berdoa untuk suatu
perbuatan dosa atau untuk memutuskan tali silaturrahim.”
Oleh karena itu, janganlah seorang hamba merasa keberatan meminta
kepada Rabb-nya dalam urusan-urusan dunianya, meskipun urusan tersebut
dianggapnya sepele, terlebih lagi dalam urusan akhirat. Karena
permintaan itu merupakan bukti ketergantungan yang sangat kepada Allah,
dan kebutuhannya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam semua urusan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan:
إِنَّهُ مَنْ لَمْ يَسْأَلْهُ يَغْضَبْ عَلَيْهِ
“Sesungguhnya, barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan marah kepadanya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Kaum muslimin rahimakmullah,
Dalam berdoa, ada beberapa perkara dan adab yang harus diperhatikan oleh seseorang, sehingga doanya mustajab.
Pertama: Memasang niat yang benar. Seseorang yang
berdoa, hendaklah meniatkan dalam doanya tersebut untuk menegakkan
ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan menggantungkan kebutuhannya kepadaNya. Karena siapa saja yang mengggantungkan hajatnya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, niscaya ia tidak akan rugi selama-lamanya.
Kedua: Berdoa dalam keadaan bersuci. Cara seperti
ini lebih afdhal. Hanya saja, jika seseorang berdoa dalam kondisi tidak
berwudhu, maka hal itu tidak mengapa.
Ketiga: Meminta kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan menengadahkan telapak tangan.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلَا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
“Jika engkau meminta kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, maka
mintalah dengan menengadahkan telapak tangan, dan janganlah engkau
memintanya dengan menengadahkan punggung telapak tangan.” (HR. Abu
Dawud).
Tata caranya adalah dengan mengarahkan telapak tangan ke wajah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau dengan cara mengangkat tangan hingga nampak putih ketiaknya (bagian dalam ketiaknya). Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ إِبِطُهُ يَسْأَلُ اللَّهَ مَسْأَلَةً إِلَّا آتَاهَا إِيَّاهُ
“(Tidaklah seorang hamba mengangkat kedua tangannya hingga nampak
ketiaknya dan memohon suatu permohonan, kecuali Allah mengabulkan
permohonannya itu).” (HR. Tirmidzi).
Cara seperti menunjukkan ketergantungan seorang hamba kepada Allah,
kebutuhannya kepada Allah, dan permohonannya yang sangat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Keempat: Memulai dengan mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Cara seperti ini menjadi sebab lebih dekat kepada terkabulnya doa. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya dan dia tidak mengagungkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala , tidak bershalawat atas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang ini terburu-buru,” kemudian Rasulullah memanggilnya dan bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ
عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ
“Jika salah seorang dari kalian shalat, hendaklah ia memulainya dengan mengucapkan hamdalah serta puja dan puji kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, kemudian bershalawat atas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah itu ia berdoa dengan apa yang ia inginkan.” (HR. Abu Dawud).
Kelima: Bershalawat atas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ia meninggalkan shalawat atas Nabi, doanya bisa terhalang. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semua doa terhalang, sehingga diucapkan shalawat atas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. ad-Dailami).
Keenam: Memulai berdoa untuk diri sendiri terlebih dahulu. Demikian ini yang diisyaratkan dalam Alquran, seperti ayat:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ
“Ya Rabb-ku! Ampunilah aku, dan ibu bapakku.” (QS. Nuh/71 : 28).
Ketujuh : Bersungguh-sungguh dalam meminta.
Janganlah seseorang ragu-ragu dalam doanya, atau ia mengucapkan
pengecualian dengan mengucapkan “jika Engkau berkehendak ya Allah,
berikanlah kepadaku ini dan ini”. Doa seperti itu dilarang, karena tidak
ada sesuatupun yang dapat memaksa kehendak Allah.
Kedelapan: Menghadirkan hati dalam berdoa. Seorang
hamba, hendaklah menghadirkan hati, memusatkan pikiran, mentadaburi doa
yang ia ucapkan, serta menampakkan kebutuhan dan ketergantungannya
kepada Allah. Janganlah ia berdoa dengan lisannya, namun hatinya entah
kemana. Karena doa tidak akan dikabulkan dengan cara seperti itu.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdoalah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, sementara
kalian yakin doa kalian dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak
akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lengah.” (hr. Tirmidzi).
Kesembilan: Berdoa dengan kata-kata singkat dan
padat, serta doa-doa yang ma’tsur. Tidak syak lagi, kata-kata yang
paling padat dan paling singkat dan paling agung berkahnya adalah,
doa-doa yang diriwayatkan dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Doa-doa seperti itu banyak terdapat di dalam buku-buku As Sunnah.
Kesepuluh: Bertawasul dengan nama dan sifat-sifat Allah. Allah
Ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma-ul husna itu.” (QS. al A’raf: 180).
Atau seseorang bertawasul dengan amal shalih yang telah dia lakukan,
sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang mashur tentang tiga
orang yang terperangkap di dalam goa. Atau bertawasul dengan doa orang
shalih yang mendoakan untuknya. Dalil-dalil yang menunjukkan hal ini
banyak ditunjukkan di dalam Alquran maupun Sunnah Nabi.
Kesebelas: Memperbanyak ucapan “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam”. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلِظُّوا بِيَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Ulang-ulangilah ucapan Yaa Dzal Jalaali Wal Ikraam.” (HR. Tirmidzi).
Yaitu selalu ucapkan dan perbanyaklah dalam doa-doa kalian. Karena
hal itu merupakan kata-kata pujian yang sangat tinggi kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang paling agung. Dengan memperbanyak membacanya akan membantu terkabulnya doa dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Keduabelas: Mencari waktu-waktu yang mustajab dan
tempat-tempat yang utama. Ada beberapa waktu dan tempat-tempat yang
utama, sebagaimana telah disebutkan di dalam nash-nash. Orang yang
berdoa, sebaiknya mencari waktu tersebut dan memperbanyak doa pada
waktu-waktu tersebut. Di antara waktu-waktu yang utama dan mustajab
adalah, waktu antara adzan dan iqamah, di dalam shalat, setelah selesai
mengerjakan shalat-shalat fardhu, pada waktu sore hari, ketika berbuka
puasa, di bagian akhir malam, dan sesaat pada hari Jumat -yaitu
saat-saat terakhir pada hari Jumat- dan hari-hari di bulan Ramadhan,
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, pada hari ‘Arafah, pada waktu
mengerjakan haji, di sisi Ka’bah, serta waktu-waktu dan tempat-tempat
lainnya yang disebutkan di dalam atsar.
Ketigabelas: Memperbanyak doa pada saat-saat lapang. Upaya ini agar Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan permintaannya pada saat-saat sempit. Karena termasuk hikmah Allah
Subhanahu wa Ta’ala
tatkala mentakdirkan suatu bala (musibah), bahwasanya Allah menyukai
mendengarkan rintihan hambaNya kepada-Nya. Allah senang melihat para
hamba kembali kepadaNya pada saat-saat sempit dan tercekam. Namun
apabila seorang insan itu bertadharru’ pada saat-saat ia lapang, maka
akan segera dikabulkan baginya permintaan-permintaannya. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيبَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكَرْبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ
“Barangsiapa yang suka Allah mengabulkan doanya pada saat-saat sempit
dan kesulitan, maka hendaklah ia banyak-banyak berdoa pada saat-saat ia
lapang.” (HR. Tirmidzi).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ،
وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ
الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرِ لَهُ عَلَى مَنِّهِ
وَجُوْدِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
تَعْظِيْماً لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ.
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .
Ibadallah,
Untuk mendukung agar doa seseorang dikabulkan, seseorang harus
menghindari beberapa perkara yang dapat menghalangi terkabulnya doa.
Pertama: Mengkonsumsi makanan yang haram. Karena ini termasuk perkara yang menghalangi terkabulnya doa, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ
إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ
حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ
لِذَلِكَ
“Seorang laki-laki yang panjang perjalanannya, rambutnya acak-acakan
dan berdebu, ia mengangkat tangannya ke langit dan mengatakan : “Ya
Rabbi, ya Rabbi,” sementara makanannya haram, minumannya haram,
pakaiannya haram, dan diberi makan dengan barang yang haram, bagaimana
ia akan diterima doanya?” (HR. Muslim).
Kedua: Terburu-buru dalam meminta dikabulkannya doa.
Permintaan yang tergesa-gesa itu dilarang, dan dapat menghalangi
terkabulnya doa. Seseorang yang berdoa juga tidak boleh berputus asa
dari rahmat Allah
Subhanahu wa Ta’ala . Sikap terburu-buru bisa dikategorikan sebagai bentuk pendustaan terhadap janji Allah
Subhanahu wa Ta’ala, padahal Allah telah berjanji mengabulkan doa. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Akan dikabulkan doa salah seorang di antara kamu selama dia tidak
terburu-buru; ia mengatakan “Aku sudah berdoa, namun tidak dikabulkan
bagiku”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Ketiga: Berlebih-lebihan atau melampaui batas dalam berdoa. Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Rabb-mu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
(QS. al A’raf: 55).
Sa’ad
radhiyallahu ‘
anhu pernah melihat anak
laki-lakinya berdoa, dan ia berkata dalam doanya : “Ya Allah, aku
memohon kepadaMu surga, kenikmatannya, kemegahannya, begini dan begini.
Dan aku berlindung kepadaMu dari api neraka, dari rantainya,
belenggunya, begini dan begini”.
Mendengar doa anaknya tersebut, Sa’ad
radhiyallahu ‘anhu berkata: Wahai anakku, sesunggunya aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَيَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ
مِنْهُمْ إِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَ الْجَنَّةَ أُعْطِيتَهَا وَمَا فِيهَا
مِنَ الْخَيْرِ وَإِنْ أُعِذْتَ مِنَ النَّارِ أُعِذْتَ مِنْهَا وَمَا
فِيهَا مِنَ الشَّرِّ
“Akan ada nanti kaum yang melampaui batas dalam berdoa. Jangan sampai
engkau masuk ke dalam golongan mereka. Jika engkau diberikan surga,
niscaya engkau akan diberikan semua apa yang ada di dalamnya. Jika
engkau dihindarkan dari api neraka, niscaya engkau akan dihindarkan
darinya dan seluruh keburukannya”.
Keempat: Meminta perkara-perkara yang mustahil.
Seperti seseorang yang berdoa agar dapat melihat Nabi dalam keadaan
terjaga, atau ia berdoa agar dijadikan sebagai malaikat, atau ia berdoa
meminta kekuatan, yang dengan kekuatan itu ia dapat mengangkat gunung,
atau meminta kepada Allah berupa an nubuwah (kenabian). Karena hal itu
tidaklah mungkin. Bahkan kalau ia meyakini diturunkannya nubuwah setelah
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka ia bisa kafir karena hal itu. Dan permintaan seperti itu juga termasuk bentuk berlebih-lebihan dalam berdoa.
Demikian, mudah-mudahan Allah berkenan memberikan taufiq kepada kita
untuk senantiasa berdoa kepada-Nya, dan menjadikan doa-doa kita sebagai
doa yang mustajab.
عِبَادَ اللهِ: وَ صَلُّوْا وَسَلِّمُوْا -رَعَاكُمُ اللهُ- عَلَى
مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي
كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)).
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
.وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ،
وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ
وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ
حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي
أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ
وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ
العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ
عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ
الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ،
اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ
مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا
وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ
المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ
عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا
قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا
أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
(Diadaptasi dari tulisan Ummu Ihsan di majalah As-Sunnah Edisi 00/Tahun XI/1428H/2007M).