Demonstrasi Pertama Dalam Islam
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه،ُ ((يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ))، ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيباً))، ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً*يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً
عَظِيماً)). أما بعد :
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ
مُحْدَثاَتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
Ma’asyiral mukminin,
Rabb kita, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, menjelaskan keadaan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman:
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ
جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ
بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan Dia yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi,
niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah
telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Anfaal: 63).
Sesungguhnya bersatu dan tunduknya hati kepada Allah
Tabaraka wa Ta’ala adalah sebuah kenikmatan di antara nikmat-nikmat yang Dia berikan kepada orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperingatkan agar orang-orang beriman tidak berpecah belah dan
bersatu dalam ketaatan kepada pemimpin-pemimpin mereka. Dan Allah
Jalla wa ‘Ala berfirman,
لَئِن لَّمْ يَنتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ
وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا
يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلاً*مَلْعُونِينَ أَيْنَمَا ثُقِفُوا
أُخِذُوا وَقُتِّلُوا تَقْتِيلاً*سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا
مِن قَبْلُ
“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang
yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar
bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu
(untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di
Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat.
Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan
sehebat-hebatnya. Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang
yang telah terdahulu sebelum(mu).” (QS. Al-Ahzab: 60-62).
Ma’asyiral mukminin,
Di antara bentuk penyimpangan akidah adalah keluar dari barisan
persatuan kaum muslimin. Menyebarkan desas-desus dan provokasi. Tidak
taat kepada pemimpin. Dan membangkitkan pergolakan. Atau dalam istilah
sekarang kita kenal dengan demonstrasi. Dimana sebagian orang begitu
semangat menempuh jalan ini. Mereka menyatukan tekad mereka. Padahal
mereka tidak paham permasalahan secara utuh dan menempuh jalan yang
keliru. Dalam permasalahan demonstrasi seperti ini, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan:
Pertama: Demonstrasi memicu pertumpahan darah.
Pertumpahan darah antara siapa yang dimaksud? Pertumpahan darah dan
peperangan antara demonstran dan pihak kepolisian. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ فِيْ فُسْحَةٍ مِنْ دِيْنِهِ مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا
“Seorang mukmin senantiasa berada dalam kelapangan agamanya selama ia tidak menyentuh darah yang diharamkan.” (HR. Bukhari).
Kedua: Tidak menaati pemimpin. Lantang menolak
menaati mereka adalah tindakan menjatuhkan martabat pemerintah. Meskipun
dinamakan demonstrasi damai.
Ketiga: Orang-orang yang mengintai umat Islam dan Ahlussunnah akan mencari peluang di air keruh ini.
Keempat: Merobohkan dan merusak stabilitas negara dan memecah belah rakyatnya.
Kelima: Membuka pintu terjadinya penjarahan dan
pemerkosaan. Karena ketika keamanan sudah hilang, maka muncullah
berbagai macam mala petaka. Terjadilah kerusakan di muka bumi.
Keenam: Metode kritik pemerintah seperti ini adalah
caranya orang-orang non Islam. Merekalah yang pertama kali memulai
demonstrasi. Oleh karena itu, kita lihat mereka senantiasa menggembosi
umat Islam untuk melakukan hal ini. Para demonstran –sangat disayangkan-
adalah orang-orang yang melestarikan kebiasaan mereka ini. Dan
orang-orang kafir itu menggemakan seruan ini di negeri kita dan
negeri-negeri lainnya.
Ketujuh: Dampak psikologis terhadap generasi
berikutnya yakni anak-anak kecil. Mereka melihat berita yang
berulang-ulang tentang aksi anarkis dan ofensif yang diperbuat oleh para
demonstran terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah. Semua itu
menggoreskan kesan yang buruk di jiwa polos anak-anak kecil. Sebuah cara
yang liar untuk menuntut suatu perubahan atau menuntut ditunaikannya
hak-hak mereka.
Kemudian, muncul pada diri demonstran sikap menyelisihi hadits-hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang berpegang pada persatuan umat dan mengharamkan untuk keluar
dari ketaatan kepada pemerintah. Rasulullah memerintahkan untuk bersabar
atas kezaliman penguasa dan tidak menyelisihi mereka (kecuali dalam hal
maksiat), kecuali jika kita melihat pada diri mereka suatu kekufuran
yang nyata yang bisa kita jadikan dalil di sisi Allah pada hari kiamat.
Orang-orang yang tidak taat kepada pemerintah dalam kondisi demikian
adalah mereka yang tidak menaati orang kafir. Namun kenyataannya
berbeda. Mereka tidak taat pada pemerintah dalam kondisi menyelisihi
perintah Nabi.
Kita telah melihat bagaimana sebagian negara Arab telah melakukan apa
yang mereka sebut dengan revolusi. Di antara mereka sudah ada yang
menempuhnya selama 50 tahun. Namun tetap tidak ada perubahan progresif
pada mereka. Reformasi dan revolusi dengan cara demikian sudah terbukti
gagal. Pada masyarakat-masyarakat yang melakukan revolusi tersebut kita
dapati keberlangsungan ketidak-stabilan kondisi negara. Tidak akan
berubah kecuali jika Allah
Jalla wa ‘Ala menghendakinya.
Kedelapan: Demonstrasi hakikatnya adalah ekspresi
pendapat segolongan kelompok saja, yang mereka lakukan di jalanan. Jika
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak turun dalam demonstrasi itu,
mungkin jumlah mereka hanya 1% dari total penduduk. Kelompok minoritas
ini kemudian menyerukan pendapat mereka, tanpa mengadakan musyawarah dan
menimbang pendapat kelompok mayoritas yang tidak turun ke jalan. Para
demonstran ini tidaklah mewakili pendapat semua orang, meskipun mereka
menyebut atas nama rakyat.
Kesembilan: Membuka peluang menjerumuskan kepada
akhlak yang negatif. Banyak demonstrasi yang dilangsungkan untuk
menuntut yang mereka sangkakan sebagai hak mereka. Negeri-negeri yang
memperbolehkan demonstrasi dan melindungi para demonstran pada hari ini,
mereka juga melindungi praktik-praktik dan tuntutan-tuntutan yang
menyelisihi syariat dan akhlak Islam. Pada demonstrasi terdapat praktik
campur baur antara laki-laki dan perempuan. Ada juga terdapat tuntutan
melgalkan zina (seperti lokalisasi pelacuran pen.), dll.
Kesepuluh: Para demonstran meremehkan cara-cara yang
sesuai syariat sebagai solusi perbaikan. Ini adalah bentuk kesombongan
terhadap sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para demonstran memandang metode revolusi lebih baik daripada metode yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika kita bacakan kepada mereka salah satu hadits Nabi yang shahih
yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Abi Ashim, dimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانٍ فَلا يُبْدِهِ عَلانِيَةً
وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُوا بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ
وَإِلا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia
menampakkannya terang-terangan. Akan tetapi hendaklah ia meraih tangan
sang penguasa, lalu menyepi dengannya lalu sampaikan nasihatnya. Jika
nasihat itu diterima, maka itulah yang diinginkan. Namun jika tidak,
maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban (menasihati penguasa).”
Kalau kita bacakan hadits ini atau hadits yang semakna, niscaya akan mereka tolak sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.
Kesebelas: Para demonstran tidak menimbang kondisi
negara. Apabila berdiri pemerintahan yang baru hasil dari revolusi
mereka, lalu tampaklah pada pemerintah ini lemah dalam merealisasikan
apa yang mereka inginkan, mereka pun melakukan revolusi lagi, kemudian
revolusi lagi, dan seterusnya. Dan para demonstran ini membebankan
tuntutan kepada pemerintah sesuatu yang tidak dimampui pemerintah.
Kemudian hal ini mereka jadikan alasan untuk menurunkannya.
Kedua belas: Membuka peluang bagi orang-orang Yahudi
dan orang-orang yang menyimpang (semisal Syiah) untuk melancarkan
pengaruhnya kepada pemuda Islam, baik melalui internet dan sarana
lainnya.
Ketiga belas: Stasiun-stasiun televisi menyita
perhatian pemirsanya, mereka menyebarkan berita-berita yang membuat
orang-orang ketakutan. Cara seperti ini sama dengan cara orang-orang
munafik yang dicela Allah
Jalla wa ‘Ala dalam firman-Nya,
لَئِن لَّمْ يَنتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ
وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا
يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلاً*مَلْعُونِينَ أَيْنَمَا ثُقِفُوا
أُخِذُوا وَقُتِّلُوا تَقْتِيلاً*سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا
مِن قَبْلُ
“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang
yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar
bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu
(untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di
Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat.
Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan
sehebat-hebatnya. Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang
yang telah terdahulu sebelum(mu)…” (QS. Al-Ahzab: 60-62).
Siaran berita tersebut malah membuat orang-orang takut, dan kepada Allah lah kita mengadukan permasalahan.
Keempat belas: Demonstrasi akan merusak pertumbuhan
ekonomi di negara. Bahkan tidak jarang malah membuat lumpuh
perekonomian. Tidak heran, jika para ulama mengharamkan demonstrasi ini.
Ma’asyiral mukminin,
Rabb kita, Allah
Jalla wa ‘Ala berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِينا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36).
Sesungguhnya orang-orang yang menonton berita dan membaca hal-hal
yang tersebar di internet, berupa kabar-kabar yang membuat khawatir dan
takut. Membangkitkan rasa pembangkangan terhadap pemerintah. Dan
mengajak untuk melakukan aksi demonstrasi. Tidakkah mereka bertanya
keapda diri mereka sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Apakah sudah menelaah kembali hadits-hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menyerukan untuk bersama jamaah kaum muslimin, melarang untuk
keluar dari ketaatan kepada pemerintah, dan bersabar atas kezaliman
mereka?
Sudahkah merenungkan sabda-sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perkataan salafush shaleh dalam permasalahan ini?
Sudahkah memohon kepada Allah
Jalla wa ‘Ala agar membukakan pintu tadabbur terhadap hadits-hadits Nabi tersebut? Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling tahu tentang kebaikan untuk umat ini.
Apa yang dijelaskan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang menaati pemimpin adalah bentuk menyelisihi perbuatan
orang-orang jahiliyah. Orang-orang jahiliyah dahulu, tidak menaati
pemimpin-pemimpin mereka. Sikap sabar dalam permasalahan ini adalah
pandangan yang keliru menurut mereka. Menurut mereka, sabar dalam
kondisi seperti ini adalah sikap rendah diri dan kehinaan. Lalu mereka
memberontak dan mengangkat pedang-pedang kepada pemimpin. Mereka pun
memerangi dan membunuh para pemimpin tersebut.
Lalu datanglah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menjaga kemuliaan dan persatuan umat ini. Beliau perintahkan untuk
bersabar terhadap sikap kasar dan zalim para penguasa. Karena beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengetahui akan muncul sikap tidak ridha dari rakyat kepada
penguasanya. Jika setiap orang yang ingin memberontak melakukannya,
dengan alasan mereka melihat kemaksiatan atau penyimpangan, maka tidak
akan tegak satu pun negara bagi kaum muslimin. Dengan demikian akan
rusaklah penghidupan mereka, rusaklah agama dan dunia mereka.
اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ،
وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ
إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ
وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ.
Ketika Abdullah bin Saba al-Yahudi berusaha menyebarkan fitnah di
tengah-tengah kaum muslimin di masa Khalifah Utsmani bin Affan
radhiallahu ‘anhu –seseorang yang telah dikabarkan pasti masuk surga sekaligus menantu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Di masa tersebut, umat Islam hidup dalam keadaan lapang dan kecukupan.
Di zaman itu, pegawai Khalifah Utsman setiap hari berseru, “Kemarilah,
aku akan memberi kalian”. Setelah orang-orang datang, ia pun memeberi
mereka harta, makanan, pakaian, dll. Begitu banyak kenikmatan pada masa
itu. Hati-hati masyarakat bersatu. Dan tidak ada rasa ketakutan.
Lalu orang Yahudi ini –Abdullah bin Saba- dan kroni-kroninya menebar
fitnah di kalangan umat Islam. Siasatnya adalah agar para pemimpin dan
ulama umat Islam dicela. Lalu mereka tampil seolah-olah sebagai orang
yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dan mereka pun
berhasil memperdaya hati-hati manusia. Menyebarlah laki-laki busuk ini
dan orang-orang yang bersamanya untuk mencela pemimpin agar rusak
kehidupan dunia. Kemudian mencela ulama agar rusak kehidupan akhirat.
Sehingga orang-orang tidak lagi menghargai ucapan ulama. Lalu
orang-orang yang terpengaruh, diperintahkan agar semakin menyuarakan hal
tersebut lebih luas lagi.
Mereka tampil sebagai sosok yang mengingkari kemungkaran,
menginginkan perbaikan, dan menuntut hak-hak rakyat agar ditunaikan.
Muncullah demonstrasi kepada Khalifah Utsman bin Affan
radhiallahu ‘anhu.
Para demonstran datang ke Madinah, jumlahnya kira-kira 1000 orang.
Mereka datang lewat Madinah seolah-olah akan menunaikan umrah. Ketika
sudah dekat di Madinah, mereka menyerang Madinah dengan pedang-pedang
mereka. Kemudian mengepung rumah Khalifah Utsman bin Affan
radhiallahu ‘anhu. Khalifah dan pemimpin umat Islam.
Mereka menyeru agar Utsman bin Affan dicopot dari jabatannya. Mereka
menuntut agar al-khalifah al-rasyid ini dimakzulkan. Sama persis dengan
seruan para demonstran pada hari ini. Utsman menyebutkan kepada mereka
sebuah hadits dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berwasiat kepadanya, Nabi bersabda,
إِنَّ اللَّهَ مُقَمِّصُكَ قَمِيصًا ، فَإِنْ أَرَادَكَ الْمُنَافِقُونَ عَلَى خَلْعِهِ فَلا تَخْلَعْهُ
“Sesungguhnya Allah akan memakaikanmu sebuah pakaian. Apabila
orang-orang munafik ingin agar pakaian itu dilepas, maka jangan engkau
lepaskan.”
Maksud pakaian tersebut adalah jabatan khalifah. Sesungguhnya
orang-orang akan menuntutmu wahai Utsman agar engkau mundur dari
jabatanmu, maka jangan lakukan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira kepada Utsman dengan surga sebagai balasan dari musibah yang menimpanya.
Orang-orang itu pun semakin ketat mengepung rumah sang khalifah.
Sampai-sampai ketika beliau hendak pergi ke masjid, orang-orang itu ikut
bersama beliau. Mereka memprovokasi Utsman saat berada di masjid.
Ketika beliau sedang menyampaikan khotbah Jumat, mereka lempari Utsman
dengan batu hingga membuat beliau jatuh pingsan. Utsman pun dibawa
menuju rumahnya.
Lalu mereka mengepung Utsman dan melarangnya untuk keluar rumah. Sahabat-sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun marah dan hendak membela beliau. Namun Utsman melarang mereka.
Beliau khawatir terjadi pertumpahan darah di Kota Madinah, kota
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, gara-gara dirinya.
Utsman berkata keapda budak-budaknya, “Siapa yang menyarungkan
pedangnya, maka dia merdeka”. Mereka pun menyarungkan pedang-pedang
mereka. Karena itulah yang diinginkan Utsman
radhiallahu ‘anhu.
Apa hasil dari demonstrasi ini?! Hasilnya adalah kezaliman dan
kerusakan. Setelah satu bulan mereka memboikot Utsman dari makanan dan
minuman yang dikirimkan ke rumahnya. Mereka terus membuat suasanan panas
dan menyebar fitnah. Mereka pun menerobos masuk ke rumah Utsman
–seorang sahabat yang paling mulia yang hidup ketika itu-, lalu salah
seorang dari mereka menarik janggut beliau. Utsman berkata kepadanya,
“Wahai anakku, engkau telah merendahkan janggut yang dulu dimuliakan
oleh ayahmu”. Kemudian yang lain masuk lagi dan ia merusak apa yang ada
di dalam rumah, lalu menikamnya dengan pedang sebanyak sembilan tebasan.
Si pembunuh yang celaka ini berkata, “Tiga tebasan untuk Allah dan enam
lainnya karena kebencianku kepadamu wahai Utsman”.
Abdullah bin Saba berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain,
memprovokasi orang-orang awam dengan bahasa dan tutur katanya. Sekarang,
provokasi ini disebarkan dari chanel-chanel di TV dan website-website
dan juga Facebook, lalu ke website lainnya lagi. Fitnah menyebar ke
negeri-negeri muslim. Inilah bentuk demonstrasi paling mutakhir dalam
sejarah Islam. Hasilnya adalah perpecahan, perselisihan, dan permusuhan.
Jihad pun terhenti dan urusan pun menjadi kacau.
Ini bukanlah cara-caranya umat Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam melakukan perbaikan. Ini adalah metode yang rusak, metodenya
orang-orang kafir. Seperti revolusi Prancis yang tidak kita kenal ada
metode demikian dalam Alquran dan sunnah. Tidak ada ketetapannya dalam
Kitabullah
‘Azza wa Jalla dan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demi Allah, ayyuhal muslimun,
Anda telah mendengar hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَمَنْ مَاتَ وَهُوَ مُفَارِقٌ لِلجَمَاعَةِ ، فَإنَّهُ يَمُوتُ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang mati dan di lehernya tidak ada baiat, maka ia mati seperti keadaan orang jahiliyah.” (HR. Muslim).
Dan juga sabda beliau,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ
“Barang siapa yang melihat pada pemimpinnya suatu perkara ( yang dia benci ), maka hendaknya dia bersabar.” (HR. Bukhari).
Ketika orang-orang meminta izin kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk keluar tidak menaati pemimpin jika mereka berbuat dosa, maka
Rasulullah pun melarangnya. Dan mereka berjanji kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk mendengar dan taat dalam keadaan sulit dan lapang serta dalam
keadaan senang maupun benci. Kecuali jika melihat kekufuran yang nyata
ada pada pemimpin yang bisa dijadikan hujjah di sisi Allah kelak.
Renungkanlah peristiwa-peristiwa yang bisa kita baca di buku-buku
sejarah atau perhatikanlah keadaan revolusi-revolusi yang terjadi di
negeri-negeri kaum muslimin atau yang terjadi pada zaman Utsman, apakah
berdampak baik bagi negeri muslim?
Apakah keadaan mereka setelah revolusi lebih baik dari sebelum revolusi?
Khotib tinggalkan jawaban bagi mereka yang mau membaca dan merenungi peristiwa-peristiwa tersebut.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال
صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا
وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي
رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ.
اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ
سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ
بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ،
وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي
أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا
وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا
كُنَّا.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Sulthan bin Abdurrahman al-‘Id