Apakah Manusia Bebas Memilih Agama?
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا؛ مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ،
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ،
وَمُبَلِّغِ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ
الْأُمَّةَ عَلَيْهِ، وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ
اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ: اِتَّقُوْا اللهَ؛ فَإِنَّ مَنِ
اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ
وَدُنْيَاهُ .
Kaum muslimin rahimakumullah,
Muncul di tengah kita pemikiran yang menyatakan bahwa semua agama
sama. Hingga akhirnya, orang pun memiliki hak kebebasan untuk menentukan
agamanya, berpindah-pindah keyakinan, bahkan menciptakan agama baru,
dan seterusnya. Pernyataan yang juga diusung kaum liberal ini, kemudian
dihubungkan pula dengan dalih hak asasi manusia dan kebebasan dalam
memeluk suatu agama dan kepercayaan
Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran pernyataan ini? Dalam khotbah
yang singkat ini, khotib akan menjelaskan tentang permasalahan ini.
Ibadallah,
Sesungguhnya Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi. Tidak ada nabi setelah beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga hari kiamat.
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…” (QS.
Al-Ahzab: 40).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“Dan aku merupakan penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku.” (HR. Tirmidzi).
Syariat beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupakan penutup syariat. Tidak ada syariat yang menyamainya, dan tidak ada syariat baru setelahnya hingga hari kiamat.
Allah berfirman.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali-Imran: 19).
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Ali-Imran: 85).
Islam, artinya menyerahkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala
dengan mentauhidkan dan tunduk kepada-Nya dengan mentaati-Nya, dan
berlepas diri dari kesyirikan serta pelakunya. Islam dengan makna
seperti inilah yang dibawa semua rasul. Jadi, Islam ialah mentauhidkan
Allah, mentaati para rasul-Nya, dan mengamalkan syariat yang
diberlakukan pada zamannya. Aqidah para nabi itu satu (sama), yaitu
mentauhidkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan syariatnya berbeda-beda, karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala memberikan syariat yang sesuai dengan masanya.
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat di antara kami, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. Al-Ma’idah: 48).
لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
“Bagi taip-tiap masa ada kitab (yang tertentu). Allah menghapuskan
apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di
sisi-Nya-lah terdapat Ummul kitab (Lauh Mahfudz).” (QS. Ar-Ra’d: 38-39).
Kaum muslimin rahimakumullah,
Apabila suatu syariat sudah dihapus, maka wajib mengamalkan syariat
baru yang menghapusnya. Tidak boleh mengamalkan syariat yang telah
dihapus. Karena mengamalkan yang telah dihapus bukan ibadah, tetapi
hanya mengikuti hawa nafsu dan setan. Dan syariat Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam
merupakan penghapus bagi semua syariat terdahulu. Karena itu, wajib
mengamalkannya dan meninggalkan syariat lainnya, karena semua sudah
terhapus.
Syariat Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mencakup semua yang bisa memberi kebaikan kepada manusia, di setiap tempat dan segala keadaan.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Aku cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi
agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3).
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah,
Yang dimaksud dengan kalimat “Islam” dalam ayat ini, ialah agama Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena setelah pengangkatan beliau sebagai Rasul. Istilah Islam digunakan pada syariat yang beliau bawa. Dan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan Allah
Subhanahu wa Ta’ala kepada semua manusia.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya.” (QS. Saba’: 28).
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua…” (QS. Al-A’raf: 158).
Oleh karena itu, seseorang yang tetap bertahan dengan agama-agama
terdahulu, seperti Yahudi dan Nasrani atau lainya, berarti ia menjadi
orang yang ingkar kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, karena tidak berada di atas agama yang diperintahkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk diikuti, yaitu agama Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu.” (QS. Al-Maidah: 67).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam merealisasikan perintah
Allah kepada beliau dengan mengirim surat kepada para raja di muka bumi
untuk mengajak mereka masuk Islam, mengikuti beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan membebankan atas mereka tanggung jawab
ittiba’. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengirim para utusan ke berbagai penjuru dunia.
Rasulullah
shallalahu ‘alaihi wa sallam mengirim Mu’adz bin Jabal ke Yaman, seraya bersabda.
إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا
تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
“Engkau akan mendatangi sebagian kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang
pertama kali engkau dakwahkan, ialah syahadat Lailaha Illallah dan
Muhammad itu Rasulullah.” (Al-Hadits).
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ
عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang
munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah
neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS.
At-Taubah: 73).
Maka, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bergegas melaksanakan perintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam memimpin tentara dan membentuk pasukan untuk berjihad di jalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian para sahabat setelah beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam
melanjutkan jihad ini, sehingga berhasil menaklukkan dunia bagian timur
dan barat. Dan agama Allah memperoleh kemenangan, meskipun orang-orang
musyrik membenci.
Sehingga, berdasarkan uraian di atas, maka perkataan “bebas memilih
agama” merupakan perkataan bathil. Perkataan ini akan mengakibatkan
terhapusnya syariat jihad fi sabilillah, padahal Allah
‘Azza wa Jalla berfirman.
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi, dan
(sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka” (QS. Al-Baqarah: 193).
Seruan bebas memilih agama juga memiliki konsekwensi, tidak perlu
dikirimkan Rasul dan diturunkan Kitab untuk memerintahkan (manusia)
beribadah kepada Allah
‘Azza wa Jalla semata. Juga berarti, tidak boleh membunuh orang murtad yang diperintahkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dibunuh, (sebagaimana) dalam sabda beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
“Orang yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.” (HR. al-Bukhari).
Yang melontarkan perkataan ini, hanyalah golongan penganut
‘wihdatul-wujud’ . Mereka berpendapat bahwa semua yang disembah ialah
Allah
‘Azza wa Jalla Maha Tinggi Allah dari ucapan mereka.
Perkataan ini kemudian bertemu dengan perkataan orang-orang musyrik
ketika diperintahkan oleh para nabi mereka untuk beribadah kepada Allah
‘Azza wa Jalla semata dan meninggalkan semua sesembahan yang lain, mereka berkata.
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata : “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq,
dan Nasr.” (QS. Nuh: 23).
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu ilah yang satu saja?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS.
Shad: 5).
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Salah satu ayat yang dijadikan oleh orang-orang penyeru kebebasan beragama adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).” (QS. Al-Baqarah: 256).
Yang dijadikan pegangan oleh para pengusung pendapat ini tanpa alasan
yang benar, maka ayat tersebut tidak seperti yang mereka inginkan.
Perhatikanlah bagaimana para ulama kita menafsirkan ayat ini. Al-Iman Ibnu Katsir
rahimahullah berkata,
Allah
‘Azza wa Jalla berfirman : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)”.
Maksudnya sangatlah jelas, tidak perlu memaksa seseorang masuk Islam. Akan tetapi, orang yang diberi petunjuk Allah
‘Azza wa Jalla,
dan dilapangkan dadanya untuk menerimanya, serta hatinya disinari
cahaya Islam, maka ia akan memeluk Islam. Sedangkan orang yang dibutakan
mata hatinya, pendengaran dan penglihatannya ditutup oleh Allah
‘Azza wa Jalla,
maka tidak ada gunanya memaksanya masuk Islam. Para ulama menyebutkan
ayat ini turun pada sekelompok orang Anshar, meskipun hukum ayat ini
bersifat umum.
Imam Ibnu Katsir
rahimahullah berkata:
Sebagian ulama berpendapat, pengertian ayat ini dibawakan kepada para
ahli kitab dan orang yang mengikuti agama mereka sebelum terjadi
perubahan dan pergantian. Jika mereka sudah membayar jizyah (artinya,
orang kafir yang telah membayar jizyah ini, jangan dipaksa masuk Islam).
Sementara itu, sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa ayat ini telah
dimansukh
(dihapus hukumnya dan diganti) dengan ayat yang memerintahkan untuk
berperang, dan wajib mendakwahi semua umat manusia agar masuk ke dalam
agama Islam yang lurus ini. Jika ada di antara manusia yang tidak mau
masuk Islam, tidak mau tunduk kepadanya, dan juga tidak mau membayar
jizyah, maka ia diperangi sampai terbunuh.
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di mengatakan, dalam firman Allah
‘Azza wa Jalla
surat Al-Baqarah ayat 256 ini, sebagai penjelasan mengenai kesempurnaan
agama ini. Karena kesempurnaan bukti-buktinya, kejelasan ayat-ayatnya,
juga karena keberadaan Islam itu sebagai agama (yang sesuai dengan)
akal, ilmu, fitrah, hikmah, agama kebaikan dan yang mengadakan
perbaikan, agama yang haq dan agama petunjuk. Karena kesempurnaannya
ini, juga karena diterima oleh fithrah, maka tidak perlu memaksa manusia
masuk Islam. Karena pemaksaan itu hanya pada sesuatu yang tidak
disenangi hati, bertentangan dengan hakikat dan kebenaran, atau pada
sesuatu yang tidak jelas bukti dan tanda-tandanya.
Jika tidak demikian, maka orang yang telah sampai padanya agama Islam
ini lalu dia menolaknya, tidak menerimanya, maka itu dikarenakan oleh
pembangkangannya. Karena sudah jelas perbedaan antara petunjuk dan
kesesatan. Sehingga, tidak ada alasan dan argumen menolak Islam.
Makna ini, tidak bertentangan dengan banyak ayat yang menyerukan kewajiban jihad. Karena Allah
‘Azza wa Jalla mewajibkan jihad, supaya semua agama itu hanya untuk Allah
‘Azza wa Jalla,
juga untuk menghalau kezhaliman para pelakunya. Dan kaum muslimin
sepakat, bahwa jihad itu tetap ada bersama dengan pemimpin yang baik dan
zhalim. Itu termasuk yang difardhukan secara terus menerus, jihad
melalui ucapan ataupun perbuatan.
Sehingga jelaslah bagi kita, maksud firman Allah surat Al-Baqarah
ayat 256, bukan membiarkan manusia tetap berada di atas agama kekufuran,
kesyirikan ataupun menyimpang, karena Allah
‘Azza wa Jalla menciptakan makhluk agar mereka beribadah kepada-Nya semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Baragsiapa yang tidak mau beribadah kepada Allah
‘Azza wa Jalla, maka orang itu diperangi, sehingga semua agama (ketaatan, -red) itu hanya untuk Allah
‘Azza wa Jalla.
Demikianlah, kita memohon kepada Allah agar Dia menujukkan kepada
kita kebenaran itu sebagai kebenaran, dan memberikan kepada kita
kekuatan untuk mengikutinya, serta menujukkan kepada kita kebathilan itu
sebagai sebuah kebathilan dan memberikan kekuatan untuk menjauhinya.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي مَقَامِنَا هَذَا أَنْ تَوْفِقَنَا
لِلْقِيَامِ بِمَا أَوْجَبْتَ عَلَيْنَا وَأَنْ نَكُوْنَ مِنْ عِبَادِكَ
المُخْبِتِيْنَ الصَّادِقِيْنَ البَارِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
إِنَّكَ جَوَادٌ كَرِيْمٌ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ .
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى
الظَّالِمَيْنَ وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
أَمَّابَعْدُ:
Kaum muslimin rahimakumullah,
Marilah kita menundukkan diri kita sejenak, berdoa kepada Allah
dengan merendah diri kepada-Nya. Semoga Allah mengabulkan permintaan
kita, menolong kita dalam ketaatan kepada-Nya, dan melindungi kita dari
makar-makar orang-orang yang membenci agama-Nya.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
.وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ،
وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاجْعَلْ هَذَا البَلَدَ
آمِنًا مُطْمَئِنَّ وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ آمِنَّا
فِي دَوْرِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ
وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَارَبَّ
العَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ أَهْلَ الإِسْلَامِ بِسُوْءٍ
فَجْعَلْ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ تَدْمِيْرُهُ
يَاسَمِيْعُ الدُّعَاءِ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ صَلَاتَنَا وَصِيَامَنَا
وَدُعَائَنَا اَللَّهُمَّ لَا تَرُدْنَا خَائِبِيْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابِ
رَبَّنَا اغْفِرْ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ
أَمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Diadaptasi dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI/1428H/2007M.