Adab-Adab Kepada Non muslim
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini merupakan kehendak dan ciptaan Allah Tabaraka wa
Ta’ala. Baik itu yang sifatnya baik atau jelek dalam pandangan manusia. Allah
Ta’ala berfirman,
Allah
Ta’ala berfirman,
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49).
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2).
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya,
dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS.
Al-Hijr: 21).
Dan termasuk ciptaan Allah
Ta’ala adalah adanya orang-orang yang ingkar, yang kafir kepada-Nya. Atau kita sebut dengan orang-orang non-Islam.
Ibadallah,
Agama Islam adalah agama yang haq dan adil, mengajarkan cara-cara
bermuamalah. Bagaimana kita hidup di lingkungan sosial. Hidup berbaur
dengan seluruh jenis manusia, termasuk mengajarkan sikap seorang muslim
kepada orang-orang non-Islam. Melihat beberapa isu akhir-akhir ini,
terjadinya kerusuhan, konflik antar agama, dan keributan-keributan
lainnya, perlu kiranya khotib sampaikan bagaimana agama kita mengatur
hubungan antara seorang muslim dengan orang-orang non-Islam.
Ketahuilah kaum muslimin, hal ini menunjukkan kesempurnaan agama
kita. Tidak ada agama yang merinci hidup bersosial sebagaiman Islam
telah mengaturnya dengan teliti, bijaksana, dan penuh keadilan.
Seorang muslim meyakini bahwa seluruh agama selain agama Islam adalah agama yang batil dan pemeluknya disebut kafir. Allah
Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19).
Dan firman-Nya:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Juga firman-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).
Dengan berita-berita dari Allah
‘Azza wa Jalla ini, seorang
muslim mengetahui bahwa semua agama sebelum Islam telah dihapus dan
Islam menjadi agama semua manusia. Sehingga Allah
Tabaraka wa Ta’ala
tidak akan menerima agama kecuali Islam, juga tidak ridha dengan
syariat selain syariat Islam. Dari sini seorang muslim meyakini bahwa
setiap orang yang tidak tunduk kepada Allah yang telah menciptakan dan
memberinya rezeki, dengan menganut Islam, maka dia disebut kafir
(ingkar) yang harus disikapi dengan sikap yang telah ditentukan syariat.
Di antaranya, sebagai berikut :
Pertama: Tidak menyetujui dan tidak ridha terhadap kekufurannya. Karena ridha terhadap kekufuran merupakan salah satu kekufuran.
Kedua: Membenci orang kafir karena Allah
‘Azza wa Jalla
juga benci kepadanya. Namun ingat, yang perlu digaris-bawahi membenci
itu bukan berarti menzalimi. Sekali lagi, membenci bukan berarti
menzalimi. Allah membenci orang-orang kafir, tapi Allah tidak zalim
kepada mereka bahkan masih Allah berikan kenikmatan dunia kepada mereka.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci orang-orang
kafir, akan tetapi beliau tidak pernah menzalimi mereka. Beliau bergaul
dengan pergaulan yang baik dan berusaha mendakwahi mereka. Demikian juga
para sahabat Rasulullah, mereka benci kepada orang-orang kafir tapi
mereka tidak menzaliminya. Allah
Ta’ala berfirman,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka.” (QS. Al-Fath: 29).
Ketiga: Tidak memberikan wala’ (kedekatan; loyalitas, kesetiaan) dan kecintaan kepada orang kafir. Allah
Ta’ala berfirman :
لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi
wali (teman akrab; pemimpin; pelindung; penolong) dengan meninggalkan
orang-orang mukmin.” (QS. Ali Imran: 28).
Dan firman-Nya:
لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ
أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang yang menentang itu asdalah
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga
mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22).
Prinsip ini sangat ingin dihilangkan oleh orang-orang yang membenci
Islam. Mereka ingin agar umat Islam bersedia memilih pemimpin-pemimpin
dan teman dekat atau sahabat dari kalangan mereka. Mereka pun berusaha
mengubah prinsip ini dengan menampilkan image-image orang-orang
non-Islam dengan ketegasan, kebaikan, dan sifat-sifat terpuji lainnya
melalui pencitraan media masa. Lalu mereka tampilkan umat Islam yang
bobrok, kemudian dibesar-besarkan dan diulang-ulang. Tujuannya agar umat
Islam menganggap sama saja antara kaum muslimin dan orang-orang kafir.
Mereka ingin agar umat Islam memandang sama antara orang-orang yang
menyembah Allah dengan orang-orang yang menyekutukannya.
Kaum muslimin, tidaklah sama keadaannya dan tidak pernah akan sama.
Allah telah memuliakan seseorang dengan dua kalimat syahadat. Mengangkat
derajatnya di dunia dan akhirat. Di dunia, Allah bebaskan dari
peribadatan kepada sesama makhluk ciptaan. Di akhirat, Allah masukkan
mereka ke dalam surga.
Keempat: Bersikap adil dan berbuat baik kepadanya,
selama orang kafir tersebut bukan kafir muharib (orang kafir yang
memerangi kaum muslimin). Berdasarkan firman Allah
‘Azza wa Jalla:
لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ
وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8).
Ayat yang mulia lagi sangat jelas maknanya ini membolehkan bersikap
adil dan berbuat baik kepada orang-orang kafir, kecuali orang-orang
kafir
muharib (orang-orang kafir yang memerangi umat Islam). Karena Islam memberikan sikap khusus terhadap orang-orang kafir
muharib.
Kelima: Mengasihi orang kafir dengan kasih sayang
yang bersifat umum. Seperti memberi makan jika dia lapar; memberi minum
jika haus; mengobatinya jika sakit; menyelamatkannya dari kebinasaan;
dan tidak mengganggunya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Kasihilah orang-orang yang berada di atas bumi, niscaya Dia (Allah)
yang berada di atas langit akan mengasihi kamu.” (HR. at-Tirmidzi).
Keenam: Tidak mengganggu harta, darah, dan
kehormatan, selama dia bukan kafir muharib. Karena itu merupakan
kezhaliman yang dilarang oleh Allah
‘Azza wa Jalla, berdasarkan hadits qudsi berikut ini:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا
عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ
بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا
Dari Abu Dzar
radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau meriwayatkan dari Allah Tabâraka wa Ta’âla berfirman: “Wahai
hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku,
dan Aku menjadikannya sesuatu yang diharamkan di tengah kalian, maka
janganlah kalian saling menzhalimi”. (HR. Muslim).
Ketujuh: Boleh memberikan hadiah kepadanya dan boleh
juga menerima hadiah darinya serta diperbolehkan memakan daging
sembelihan ahli kitab. Allah
‘Azza wa Jalla berfirman,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ
“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu.” (QS. Al-Maidah: 5).
Memberi hadiah kepada orang-orang non-Islam bisa membuat mereka
tertarik dan simpati terhadap agama Islam. Karena dengan akhlak yang
baik hati itu akan tertaut dan jiwa merasa nyaman. Ketika seorang
non-Islam merasa dekat dengan kaum muslimin, maka ia pun tidak segan
untuk bertanya tentang Islam. Selain itu, umat Islam wajib membekali
diri. Jangan sampai ketika hubungan dekat dengan orang-orang non-Islam,
malah akidah umat Islam yang luntur karena dia sendiri tidak pernah
belajar apa itu Islam? Apa makna dan konsekuensi dua kalimat syahadat?
Dan perkara-perkara mendasar lainnya.
Kedelapan: Tidak boleh menikahkan wanita muslimah
dengan laki-laki kafir (walaupun lelaki ini Ahli kitab-pent). Dan
laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita kafir, kecuali wanita ahli
kitab.
Tentang larangan menikahkan wanita muslimah dengan lelaki kafir, Allah
‘Azza wa Jalla berfirman,
لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Mereka (perempuan-perempuan yang beriman) tidak halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi
mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10).
Allah
‘Azza wa Jalla juga berfirman,
وَلَا تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ
مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا
تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ
خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى
النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ
ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
”Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka,
sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221).
Saat ini, isu ini mencuat. Ada segelintir orang yang menampilkan
seolah-olah mereka menyuarakan suara wanita muslimah menuntut agar boleh
dihalalkan menikahi laki-laki non-Islam. Na’udzubillah, ia menuntut
sesuatu yang Allah haramkan agar menjadi halal. Ia lakukan itu atas nama
HAM, hak asasi manusia.
Ironis memang, di Indonesia, kaum muslimin sangat banyak. Laki-laki
muslim dengan segala tipenya ada. Tapi ada muslimah yang menuntut agar
dibolehkan menikahi laki-laki dari kalangan non-muslim. Sementara di
Eropa dan negara-negara Barat lainnya, laki-laki muslim sedikit,
minoritas, sedangkan laki-laki non-muslim banyaka, tapi tidak ada
tuntutan untuk dihalalkan menikahi laki-laki non-muslim.
Islam melarang wanita menikahi laki-laki non-muslim karena dalam
rumah tangga, laki-lakilah yang dominan. Dan secara umum, pengaruh
laki-laki lebih kuat dari wanita. Islam mencegah hal itu agar ia tidak
terpengaruh kepada kekufuran yang membuatnya merugi di dunia dan
akhirat.
Sedangkan tentang bolehnya menikahi wanita Ahli kitab, Allah
‘Azza wa Jalla berfirman,
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“(Dan dihalalkan mangawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah
membayar mas kawin mereka, dengan maksud menikahinya, tidak dengan
maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.” (QS.
Al-Maidah: 5).
Hal ini pun ditujukan sebagai sarana dakwah. Agar wanita non-muslim
itu bisa dipengaruhi untuk memeluk Islam. Karena itu Allah syaratkan
“wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi
al-Kitab”. Orang-orang yang menjaga kehormata, wanita yang baik-baik,
maka akan mudah diajak kepada kebaikan.
Kesembilan: Tidak mendahului orang kafir dalam
mengucap salam. Jika orang kafir tersebut mengucapkan salam terlebih
dahulu, maka cukup dijawab dengan ”Wa ‘Alaikum”. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
Jika salah seorang ahli kitab mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah dengan ”Wa ‘Alaikum. (HR. Ibnu Majah).
Kesepuluh: Kaum muslimin harus menyelisihi orang kafir dan tidak boleh melakukan tasyabbuh (menyerupai) dengannya.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka.” (HR. Abu Dawud).
Tasyabbuh artinya menyerupai atau meniru. Tasyabbuh dengan orang
kafir yang terlarang adalah meniru atau menyerupai orang kafir dalam
masalah keyakinan, ibadah, kebiasaan, atau model-model perilaku yang
merupakan ciri khas mereka.
Inilah beberapa adab berkaitan dengan orang-orang kafir. Lewat
paparan singkat ini, kita dapat mengetahui sikap adil yang diajarkan
agama Islam dalam menyikapi orang-orang kafir secara umum.
نَسْأَلُ اللهَ الكَرِيْمَ أَنْ يُبَصِّرَنَا جَمِيْعاً بِحُدُوْدِ
دِيْنِهِ، وَأَنْ يُفَقِّهَنَا فِي شَرْعِهِ وَتَنْزِيْلِهِ، وَأَنْ
يَّمُنَّ عَلَيْنَا بِالرِّزْقِ الطَيِّبِ اَلْحَلَالِ، اَللَّهُمَّ
بَارِكْ لَنَا فِي أَعْمَارِنَا وَأَمْوَالِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَاغْفِرْ
لَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ
وَالْاِمْتِنِانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى
اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Setelah mengetahui adab-adab seorang muslim terhadap non-muslim, maka
dapat kita ketahui ada dua kelompok yang berlebih-lebihan dalam
permasalahan ini. Semoga Allah melindungi kita dari kedua kelompok ini.
Kelompok yang pertama mereka bermuamalah dan bergaul dengan
orang-orang non-muslim dengan cara keras dan kasar saja. Mereka
menafikan tuntunan Alquran dan Sunnah yang juga menjelaskan adanya
perintah Allah dan Rasul-Nya agar bermuamalah dengan baik terhadap
orang-orang non-Islam. Mereka menganggap orang-orang non-Islam yang ada
di dunia ini, baik di Indonesia maupun selain Indonesia adalah kafir
muharib yakni orang-orang kafir yang diperangi.
Untuk menguatkan pendapat mereka ini, mereka bawakan dalil-dalil dari
Alquran dan Sunnah pula. Namun dalil yang mereka bawakan hanya sebatas
sikap tegas saja, mereka lupakan dalil yang menjelaskan sikap lemah
lembut. Mereka juga beralasan bahwa orang-orang non-Islam sekarang
memerangi umat Islam, minimal menaruh kebencian. Dan alasan-alasan
lainnya.
Akibat dari keyakinan ini, muncullah konflik horizontal. Lahirlah
tindakan anarkis atas nama agama. Akhirnya citra Islam buruk. Dan umat
Islam dinilai jelek. Ditambah lagi media sangat senang mengekspos yang
demikian.
Ibadallah,
Adapun kelompok kedua adalah mereka yang bermudah-mudahan. Mereka
bermuamalah dengan non-Islam dengan toleransi yang kebablasan dan
menafikan batasan-batasan yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan.
Mereka korbankan akidah, berbaur dengan non-muslim dalam
perayaan-perayaan hari besar mereka, membenarkan ajaran mereka dengan
mengatakan sama-sama agama Ibrahimi. Bahkan mereka menjadi penceramah di
tempat-tempat ibadah umat non-Islam atas nama toleransi dan persamaan
agama.
Keadaan yang demikian adalah keadaan yang mengenaskan. Atas nama
toleransi mereka korbankan akidah mereka. Mereka bawakan dalil-dalil
Alquran yang mengatakan Islam adalah agama rahmat bagian sekalian alam.
Iya, Islam adalah agama rahmat bagi sekalian alam. Namun terjemahan
rahmat bagi sekalian alam yang dipraktikkan Rasulullah dan para
sahabatnya apakah yang demikian?
Akibat dari yang demikian, muncullah generasi-generasi Islam yang
tidak jelas indentitas keislamannya. Muncullah generasi-generasi yang
hanya untuk menyebut nama Allah saja mereka malu dan segan kalau hal itu
merusak persatuan. Mereka terus menyebut dan mengganti lafadz Allah
dengan kata Tuhan dalam berbagai kesempatan. Kata mereka nanti
menyinggung dan memecah belah. Allahul musta’an. Inilah pendangkalan
akidah atas nama toleransi.
Ibadallah,
Mudah-mudahan kita menjadi golongan yang Allah dan Rasul-Nya
tuntunkan dalam bermuamalah dengan non-Islam. Tidak bermuamalah hanya
dengan sikap tegas saja dan tidak juga melulu toleransi. Semoga Allah
membimbing dan memberi taufik kepada kita untuk mengikuti petunjuk-Nya.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال
صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ
أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا
لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ
وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
Oleh tim KhotbahJumat.com