Pendidikan Tauhid Sejak Dini
Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، أَمَرَ بِدُعَائِهِ وَوَعَدَ أَنْ
يُجِبَ مِنْ دُعَاءِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَمُصْطَفَاهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،
Kaum muslimin rahimakumullah,
Kita mengimani bahwa tauhid yang murni merupakan fitrah yang telah
diciptakan Allah pada hamba-hamba-Nya, dan ia merupakan dasar bagi
seluruh risalah samawiyah. Adapun yang muncul setelah itu dari berbagai
macam ibadah kepada selain Allah, menisbatkan anak kepada Allah,
meyakini-Nya telah bersatu ke dalam salah seorang ciptaan-Nya, semuanya
itu merupakan kemusyrikan dan perubahan baru, yang para nabi dan rasul
telah berlepas diri darinya.
Allah berfirman menjelaskan tentang diciptakannya makhluk dengan fitrah tauhid,
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا
غَافِلِينَ (172) أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ آبَاؤُنَا مِنْ قَبْلُ
وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِنْ بَعْدِهِمْ أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ
الْمُبْطِلُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Rabbmu”. Mereka menjawab, ”Betul
(Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb)”. Atau
agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan Ilah sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak
keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau membinasakan
kami karena perbuatan orang-orang yang yang sesat dahulu.” (QS.
Al-A’raf: 172-173).
Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwasanya Dia telah
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari tulang rusuk mereka seraya
mereka bersaksi atas jiwa mereka bahwasanya Allah adalah Rabb dan
Pemilik mereka, dan bahwasanya tiada tuhan yang berhak disembah
selain-Nya, karena Allah telah menciptakan mereka berdasarkan fitrah
tersebut.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ
لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لَا يَعْلَمُونَ
“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum : 30).
Para ulama dalam hal ini bersepakat bahwa yang dimaksudkan dengan fitrah dalam ayat ini adalah Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتِجُ
الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تَحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ
جَدْعَاءَ.
“Tidaklah seorang yang dilahirkan itu kecuali dilahirkan dalam
keadaan fitrah, kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana seekor hewan yang melahirkan
dalam kondisi lengkap, adakah kamu dapati dalam kondisi cacat?”
(Muttafaq ‘Alaih dengan lafazh riwayat Muslim). Kemudian Abu Hurairah
berkata: Bacalah –bila anda suka- ayat: “(Tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30).
Artinya, bahwa kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi,
Nashrani atau Majusi setelah anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah,
sebagaimana binatang yang menjadi pincang setelah dilahirkan dalam
kondisi sehat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ
فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ،
وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلَتْ لَهُمْ.
“Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku
menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus, kemudian datanglah
kepada mereka setan-setan yang menyesatkan mereka dari agama mereka
serta mengharamkan atas mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka.” (HR.
Muslim).
Kaum muslimin rahimakumullah,
Karena tauhid dan Islam adalah fitrah yang diberikan Allah kepada
manusia, sudah sepantasnya pendidikan yang pertama diberikan kepada anak
adalah pendidikan yang tidak menjadikan tauhid itu melenceng. Orang tua
harus membekali anaknya dengan pengetahuan tentang hal yang bisa
melencengkannya dari fitrah yang telah Allah berikan. Karena itulah,
pendidikan yang diberikan Lukman kepada anaknya agar menjauhi perbuatan
syirik. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar”. (QS. Lukman: 13).
Allah juga utus Rasul yang menjelaskan agar manusia menyembah Allah semata,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya, ”Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Al-Anbiya’: 25).
وَاذْكُرْ أَخَا عَادٍ إِذْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ بِالْأَحْقَافِ وَقَدْ
خَلَتِ النُّذُرُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا اللَّهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi
peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu
beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan
mengatakan), “Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku
khawatir kamu akan ditimpa adzab hari yang besar.” (Al-Ahqaf: 21).
Allah mengkabarkan bahwa seluruh peringatan dari Nabi Hud dan
nabi-nabi sesudahnya adalah ajakan untuk menyembah Allah semata. Firman
Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan), ”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu.”
(An-Nahl: 36).
Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa seluruh nabi
datang dengan menyerukan tauhid dan ajakan untuk menyembah kepada Allah
semata serta menghindari sesembahan selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا
وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah, ”Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian
yang lain sebagai Ilah selain Allah. Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka, ”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)”.” (Ali Imran: 64).
Peringatan ini mencakup para ahli kitab dari golongan Yahudi,
Nashrani dan yang semisal dengan mereka. Kalimatin Sawaa’
(kalimat/ketetapan yang tidak ada perselisihan) yang semuanya
menyetujuinya dan tidak ada perselisihan tentangnya adalah menujukan
ibadah hanya untuk Allah semata serta tidak pula sebagian manusia
menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Para
Nabi adalah Ikhwah Li’allat (saudara seayah) dengan ibu-ibu
berbeda-beda, dan agama mereka satu.” (Muttafaq ‘Alaih). Maksudnya
mereka sepakat dalam hal tauhid dan berbeda-beda dalam cabang-cabang
syari’at.
Yang dimaksud dengan Ikhwah Li’allat adalah saudara sebapak dengan
berbeda ibu. Adapun saudara seayah dan seibu biasa disebut dengan
Auladul A’yaan.
Firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ
وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ
اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ
الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (79) وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ
تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ
بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya
Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia,
”Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”.
Akan tetapi (dia berkata), ”Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani,
karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya. Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan
malaikat dan para nabi sebagai Rabb. Apakah (patut) dia menyuruhmu
berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam.” (Ali
Imran: 79-80).
Allah menjelaskan bahwa tidak sepatutnya bagi seorang nabi di antara
nabi-nabi Allah untuk menyeru manusia agar mereka menyembah dirinya
sendiri selain Allah. Apabila hal itu tidak patut dilakukan oleh
golongan nabi-nabi dan utusan-utusan Allah, tentunya lebih tidak patut
lagi untuk dilakukan oleh manusia-manusia lainnya yang lebih rendah dari
para nabi.
Allah telah menafikan anggapan orang-orang Nashrani yang menyatakan
bahwa Al-Masih menyeru manusia untuk menyembah dirinya dan ibunya selain
Allah, dalam firman-Nya:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ
اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ
مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ
فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي
نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (116) مَا قُلْتُ لَهُمْ
إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ
وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي
كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, ”Hai ‘Isa putera Maryam,
adakah kamu mengatakan kepada manusia, “Jadikanlah aku dan ibuku dua
orang Ilah selain Allah”. ‘Isa menjawab, ”Maha Suci Engkau, tidaklah
patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku
pernah mengatakannya maka tentulah Engaku telah mengetahui apa yang ada
pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau.
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.” Aku tidak
pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan
kepadaku (mengatakannya) yaitu: “Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu”,
dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau
wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau
adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (Al-Ma’idah: 116-117).
Allah pun menafikan bahwa diri-Nya mempunyai anak serta mengkabarkan
bahwasanya Dia Mahakaya yang mempunyai apa yang ada di langit dan bumi,
dalam firman-Nya:
وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ لَهُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ (116) بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ
كُنْ فَيَكُونُ
“Mereka (orang-orang kafir) berkata, ”Allah mempunyai anak”. Maha
Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan
Allah; semua tunduk kepada-Nya. Allah pencipta langit dan bumi, dan bila
Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya
mengatakan kepadanya, ”Jadilah.” Lalu jadilah ia.” (Al-Baqarah:
116-117).
Dan firman-Nya,
قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ هُوَ الْغَنِيُّ لَهُ مَا
فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ إِنْ عِنْدَكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ
بِهَذَا أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, “Allah mempunyai
anak”. Maha Suci Allah; Dialah Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang
ada di langit dan apa yang di bumi. Kamu tidak mempunyai hujjah tentang
ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu
ketahui?” (Yunus: 68).
Dan firman-Nya,
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ
مُكْرَمُونَ (26) لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ
يَعْمَلُونَ (27) يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا
يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ
(28) وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ
نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ
“Dan mereka berkata, “Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai)
anak”, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah
hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan
perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui
segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang
mereka, dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang-orang
yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut
kepada-Nya. Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, “Sesungguhnya
aku adalah ilah selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan
dengan Jahanam, demikian Kami memberi balasan kepada orang-oramg
zhalim.” (Al-Anbiya’: 26-29).
Allah menjelaskan bahwa anggapan ini hampir-hampir saja menjadikan
langit dan bumi pecah dan gunung-gunung menjadi runtuh, sebagaimana
firman-Nya,
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا
إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ
الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ
وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)
إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ
عَبْدًا (93) لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا (94) وَكُلُّهُمْ
آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
“Dan mereka berkata, ”Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”.
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar,
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, bumi pun belah, dan
gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah
mempunyai anak. Dan tidak layak lagi Yang Maha Pemurah mengambil
(mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali
akan datang kepada Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya
Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan
hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada
hari Kiamat dengan sendiri-sendiri.” (Maryam: 88-95).
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga kita dan
anak keturunan kita di atas fitrah yang suci, sebagai seorang muslim
yang mentauhidkan-Nya dan tidak berbuat syirik kepada-Nya.
بَارَكَ اللهُ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعْنَا بِمَا فِيْهِ
مِنَ البَيَانِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ
ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ
الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى
تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،
Ibadallah,
Setelah kita mengetahui bahwa pendidikan yang pertama yang semestinya
diberikan kepada anak kita adalah pendidikan tauhid dan mengenalkan
bahaya syirik kepada anak-anak sedari dini. Maka para orang tua harus
membekali diri mereka dengan pengetahuan bagaimana mentauhidkan Allah.
Hal-hal apa saja yang termasuk syirik sehingga kita bisa mengatakan
kepada anak-anak. Nak, ini adalah syirik, maka jauhilah, karena Allah
sangat tidak ridha diri-Nya disekutukan dengan sesuatu apa pun.
Orang tua harus mengenalkan kepada anak-anaknya apa tujuan Allah
menciptakan mereka di dunia. Orang tua harus mendidik anak-anak mereka
dengan tauhid. Terlebih di zaman yang syirik begitu menyebar ini. Di
negeri kita, negeri mayoritas umatnya adalah Islam, tapi kita lihat
dukun-dukun memasang iklan di televisi. Dukun-dukun dimuliakan dengan
digelari orang pintar dan diundang di event-event dan kesempatan. Kita
juga menyaksikan, syirik dianggap legal karena alasan tradisi nenek
moyang. Bukankan alasan ini sama dengan alasan orang-orang jahiliyah
dahulu. Mereka tidak inging meninggalkan kesyirikan karena itu adalah
tradisi nenek moyang.
Akhirnya ibadallah, semoga khutbah yang singkat ini bisa menjadi
bahan perenungan bagi kita semua. Terkhusus bagi para orang tua. Agar
mereka bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak mereka. Bertanggung
jawa atas amanah yang Allah embankan kepada mereka.
Semoga Allah menolong kita semua dalam mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)، اللَّهُمَّ
صلِّ وسلِّم عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِّيْنَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ
الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ أَذِلَّ
الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، اَللَّهُمَّ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ،
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُسْتَقِرًّا وَسَائِرَ
بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ عَامَةً يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ
كِفْنَا عَنَّا بَأْسَ اَلَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَأَنْتَ أَشَدُّ بَأْسًا
وَأَشَدُّ تَنْكِيْلًا، اَللَّهُمَّ اجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي نُحُوْرِهِمْ
وَكِفْنَا شُرُوْرَهُمْ، اَللَّهُمَّ سَلِّطْ عَلَيْهِمْ مَنْ يَشْغِلُهُمْ
بِأَنْفُسِهِمْ عَنِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ،
وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ، عَلَيْكَ تَوَكَلْنَا وَإِلَيْكَ
أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ المَصِيْر، رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً
لِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ العَزِيْزُ
الحَكِيْمُ، (رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ)، اللَّهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ البِلَادَ ، اللَّهُمَّ احْفَظْهَا
أَمَنَةً مُسْتَقِرَّةً مِنْ كُلِّ سُوْءٍ وَمَكْرُوْهٍ وَمِنْ كُلِّ
شَرٍّ وَفِتْنَةٍ، وَمَنْ كُلِّ بَلَاءٍ وَمِحْنَةٍ، اَللَّهُمَّ احْفَظ
سَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ يَا رَبَّ
العَالَمِيْنَ، (رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ)، اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَجَعَلْهُمْ
هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلَا مُضِلِّيْنَ، اَللَّهُمَّ
أَصْلِحْ بِطَانَتَهُمْ وَأَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ
وَالمُفْسِدِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَلِّي عَلَيْنَا خِيَارَنَا وَكْفِنَا
شَرَّ شِرَارَنَا وَلَا تُؤَاخِذْنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا،
وَقِنَا شَرَّ الفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.
عِبَادَ اللهِ، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ * وَأَوْفُوا بِعَهْدِ
اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا
وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ
مَا تَفْعَلُونَ)، فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرَ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُوْنَ.