Pelipur Lara Si Miskin
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
وَخَلِيْلُهُ، وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِالْهُدَى
وَدِيْنِ الْحَقِّ، فَبَلَّغَ الرِسَالَةَ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ،
وَنَصَحَ الْأُمَّةَ، وَجَاهَدَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ، فَصَلَوَاتُ
اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَأَسْأَلُ اللهَ – تَعَالَى –
بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ أَنْ يَجْعَلَنَا مِمَّنِ اتَّبَعُوْهُمْ
بِإِحْسَانٍ، إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Kekayaan dan kemiskinan merupakan ujian dari Allah terhadap
hamba-hamba-Nya. Allah memberi kelapangan bagi hamba yang ini, Allah
menganugerahkan berbagai macam kebaikan agar Allah mendengar apakah sang
hamba memujiNya dan bersyukur kepada-Nya ataukah sang hamba sombong dan
melampaui batas. Dan Allah menyempitkan rezeki kepada hambanya yang
lain dan menahannya dari sebagian dunia untuk mengujinya apakah ia sabar
dan ridho ataukah ia menunjukkan kemarahannya dan berkeluh kesah. Allah
berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ (٣٥)
“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada Kamilah kalian
dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyaa : 35)
Dan sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, jika ditimpa dengan
kesulitan dan penderitaan maka ia bersabar maka inilah yang terbaik
baginya, dan jika mendapatkan kesenangan dan kegembiraan maka ia
bersyukur dan inilah yang terbaik baginya, maka seorang mukmin berada
diantara merenungkan dosa-dosanya sehingga bersabar (karena musibah
dapat membersihkan dosa-dosanya) dan menyaksikan karunia Allah sehingga
bersyukur kepada-Nya.
Tingkatan-tingkatan dalam rezeki, Dialah Allah yang telah memberi
karunia kepada yang ini dan juga kepada yang itu dalam kehidupan dunia.
Allah berfirman
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
“Dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain.” (QS. Az-Zukhruf : 32)
Yaitu agar sebagian menggunakan sebagian yang lain dalam memenuhi
kebutuhannya, maka timbulah kedekatan dan kesatuan diantara mereka.
Orang-orang kaya dengan harta mereka mempekerjakan para pekerja yang
miskin, maka sebagian mereka merupakan sebab untuk kehidupan sebagian
yang lain, yang sebagian dengan hartanya dan sebagian yang lain dengan
kerjaannya.
Bisa jadi kemiskinan adalah yang terbaik bagi seorang hamba, Allah berfirman
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الأرْضِ
“Dan Jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah
mereka akan melampaui batas di muka bumi.” (QS. Asy-Syuroo : 27)
Yaitu mereka akan tersibukkan sehingga lalai dari menjalankan
ketaatan kepada Allah, dan kelapangan tersebut akan mengantarkan mereka
untuk berbuat kezoliman, sikap melampaui batas, dan sombong kepada orang
lain.
وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ (٢٧)
“…tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.
Sesungguhnya Dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha
melihat.” (QS. Asy-Syuroo : 27)
Jika Allah menguji seorang hamba dengan kemiskinan maka ibadah yang
termulia adalah kesabaran. Barang siapa yang sempit rezekinya, keras
kehidupannya, maka janganlah sempit dadanya, dan janganlah ia berkeluh
kesah selalu dalam menjalani kehidupannya, karena sesungguhnya kehidupan
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mayoritas para
sahabat adalah pas-pasan, dan perhiasan dunia yang sedikit dan akan
sirna tidak pantas untuk disedihkan tatkala terluputkan.
Dan agar jiwa tenteram dan mengetahui bagaimana besarnya karunia
Allah kepadanya dan bisa menunaikan rasa syukur kepada Allah maka
datanglah pengarahan yang bersumber dari sabda Nabi kita yang mulia
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي الْمَالِ
وَالْخَلْقِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ مِمَّنْ فُضِّلَ
عَلَيْهِ
“Jika salah seorang dari kalian melihat orang yang lebih unggul dalam
harta dan tubuh maka hendaknya ia melihat kepada orang yang di bawahnya
dari orang yang ia lebih unggul darinya” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim dengan tambahan
فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
“Maka hal itu lebih layak menjadikan kalian agar tidak meremehkan karunia Allah kepada kalian”
Sungguh Islam telah menyeru kepada kaum faqir –secara khusus-
sebagaimana pula Islam menyeru kepada kaum kaya untuk mendidik jiwa
mereka agar memiliki jiwa yang kaya, yang mengekang hawa nafsunya,
mengaturnya hingga sampai pada sifat qonaah dan ridho dengan apa yang
Allah bagikan kepadanya meskipun hanya sedikit. Tidak akan terluput
sedikitpun yang telah Allah bagikan kepadamu sejak azali. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ
“Ridholah dengan apa yang Allah bagikan untukmu maka engkau akan menjadi manusia yang terkaya” (HR AT-Tirmidzi)
Dan sesungguhnya bagi seorang yang faqir ada adab-adab baik dalam
batinnya maupun dzohirnya serta pergaulannya dan sikap-sikapnya. Adapun
adab batinya yaitu hendaknya ia tidak membenci dengan ujian Allah
kepadanya berupa kemiskinan.
Adapun adab dzohirnya hendaknya ia menampakkan kehormatan diri dan
menghiasi dirinya sehingga tidak menampakkan keluhan dan kemiskinannya,
akan tetapi hendaknya ia menutupi kemiskinannya. Allah berfirman :
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ
“Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta.” (QS. Al-Baqoroh : 273)
Adapun adab dalam amal pergaulannya maka adalah ia hendaknya tidak
merendahkan diri dihadapan orang kaya karena hanya kekayaannya, Ali
radhiallahu ‘anhu berkata :
مَا أَحْسَنَ تَوَاضُعَ الْغَنِيِّ لِلْفَقِيْرِ رَغْبَةً فِي ثَوَابِ اللهِ تَعَالَى
“Betapa indah tawadu’ (rendah dirinya) seorang kaya kepada seorang miskin karena mengharapkan pahala Allah ta’aala”
Maka si faqir hendaknya tidaklah diam untuk menyampaikan kebenaran
hanya karena melakukan mudahanah dihadapan orang-orang kaya dan karena
berharap mendapatkan pemberian dari mereka.
Adapun adab dalam sikap dan perbuatannya maka hendaknya ia tidak
menjadi pemalas dalam beribadah karena kefaqirannya, dan tidaklah ia
terhalangi dari bersedekah walaupun sedikit dari sedikit karunia yang
Allah berikan kepadanya, karena hal itu merupakan pengorbanan yang
sedikit akan tetapi keutamaannya lebih banyak dari harta yang
dikeluarkan dari kondisi orang yang kaya.
Allah berfirman
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ
“(juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka.” (QS. Al-Hasyr : 8)
Allah juga berfirman :
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ
“ (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di
jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi.” (QS. Al-Baqoroh :
273)
Dalam ayat ini Allah mendahulukan penyebutan wali-waliNya dengan
sifat kefaqiran sebelum pujian Allah atas sifat hijroh dan terkepungnya
mereka, dan Allah tidaklah menyebutkan orang yang Allah cintai kecuali
dengan sifat yang juga Allah cintai. Kalaulah bukan karena kefaqiran
merupakan sifat yang sangat dicintai Allah tentunya Allah tidak akan
memuji orang-orang yang Allah cintai dengan sifat tersebut serta tidak
akan memuliakan mereka dengan sifat tersebut.
Dari Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءُ
“Aku melihat surga maka aku lihat mayoritas penghuninya adalah orang-orang faqir.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Bersamaan dengan sikap ridho terhadap apa yang Allah bagikan kepada
kaum faqir dan keutamaan mereka, Islam juga mengatasi kemiskinan dengan
menyeru orang-orang kaya untuk berbuat kebaikan dan kebajikan serta
menyantuni kaum faqir serta ikut berpartisipasi dalam mengurangi
penderitaan mereka, mengangkat kesulitan mereka, serta mengeluarkan
bantuan untuk mereka. Rasulullah bersabda :
السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنَ كَالْمُجَاهِدِ فِي
سَبِيْلِ اللهِ وَأَحْسَبُهُ قَالَ وَكَالْقَائِمِ لاَ يَفْتُرُ
وَكَالصَّائِمِ لاَ يُفْطِرُ
“Seseorang yang berusaha membantu janda dan miskin maka seperti
seorang mujahid di jalan Allah –dan aku menyangka Nabi berkata- dan
seperti seorang yang sholat malam tanpa lelah dan seperti seorang yang
berpuasa tanpa berbuka.” (HR Muslim)
Demikian juga Islam mengatasi kemiskinan dengan menyeru kepada kaum
faqir untuk bekerja dan membuang sikap pengangguran dan kemalasan, agar
mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat dan menjadi beban atas diri
mereka dan keluarga mereka sendiri.
Mengatasi kemiskinan, berusaha bekerja di atas muka bumi, mencari
rezeki, dan ikhtiar merupakan perkara yang disyariatkan serta sikap yang
terpuji. Allah berfirman :
فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ
“Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk : 15)
Agar si faqir menjadikan dirinya aktif bekerja, memakan dari hasil
tangannya sendiri, memikul bebannya sendiri dan menjaga harga dirinya,
serta mendidik anak-anaknya untuk menjaga harga diri, demikian juga ikut
serta dalam membangun dan mengembangkan masyarakatnya, dan hal itu
membantunya dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, mengenal Allah, dan
memperbaiki hubungan dengan Allah, serta mengharapkan akhirat dan
akhirat lebih baik dan lebih kekal.
Allah menyebutkan karunianya kepada Nabi berupa kekayaan setelah
kemiskinan, dan sesungguhnya hal tersebut merupkan anugerah dariNya,
Allah berfirman :
وَوَجَدَكَ عَائِلا فَأَغْنَى (٨)
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (QS. Ad-Dhuha : 8)
Dan diantara doa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
“Ya Allah aku memohon kepadaMu petunjuk, ketakwaan, penjagaan diri, dan kecukupan.” (HR Muslim)
Sebagaimana Nabi berdoa banyaknya harta bagi sahabatnya dan pelayannya Anas
radhiallahu ‘anhu
(اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَباَرِكْ لَهُ فِيْهِ) “Ya
Allah perbanyaklah hartanya dan anaknya dan berkahilah ia pada
karunia-Mu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan rezeki yang banyak merupakan buah dari amal sholeh. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah silaturahmi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Nabi juga bersabda:
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَالْيَدُ الْعُلْيَا الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى السَّائِلَةُ
“Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, tangan diatas
adalah yang berinfak, dan tangan dibawah adalah yang meminta.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Pekerjaan dengan memproduksi atau keahlian atau pertanian merupakan kemuliaan, Rasululllah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطٌّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah seorangpun memakan suatu makananpun yang lebih baik dari memakan hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Al-Bukhari).
Nabi ditanya : (أَيُّ الْكَسْبِ أَفْضَلُ؟) “Penghasilan apa yang
terbaik?”, beliau berkata : (عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ أَوْ بَيْعٌ
مَبْرُوْرٌ) “Pekerjaan tangannya sendiri atau penjualan yang baik” (HR
Ahmad), dan beliau berkata :
لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ
عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيْعُهَا فَيَكُفُّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ
مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوْهُ
“Sungguh salah seorang dari kalian mengambil talinya lalu memikul
kayu di atas pundaknya lalu menjual kayu tersebut sehingga Allah menjaga
wajahnya lebih baik dari pada ia meminta kepada orang-orang, baik
mereka memberinya atau tidak memberinya.” (HR. Al-Bukhari)
Inilah sikap yang tepat dan jalan yang benar, adapun meminta-minta
(bukan karena terpaksa) atau karena ingin memperbanyak hartanya maka
merupakan sifat yang tercela dan perbuatan yang buruk. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Senantiasa seseorang meminta-minta kepada orang-orang sehingga ia
datang pada hari kiamat dalam kondisi tidak ada sedikit dagingpun di
wajahnya.” (HR. Muslim).
Dan Nabi berkata
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلْ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barang siapa yang meminta kepada manusia harta mereka dalam rangka
memperbanyak hartanya maka sesungguhnya ia meminta bara api, maka
silahkan ia meminta sedikit atau ia meminta yang banyak.” (HR. Muslim)
Dan hal ini menjadikan seorang yang bersedekah dalam memberi sedekahnya mencari orang yang butuh bukan yang lainnya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَحِلُّ المَسْأَلَةُ لِغَنِيٍّ وَلَا لِذِي مِرَّةٍ سَوِيٍّ
“Tidaklah halal meminta-minta bagi seorang yang berkecukupan dan tidak juga orang yang kuat” (HR At-Tirimidzi),
Dan beliau juga berkata :
إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَصْلُحُ إِلَّا لِثَلَاثَةٍ: لِذِي فَقْرٍ مُدْقِعٍ، أَوْ لِذِي غُرْمٍ مُفْظِعٍ، أَوْ لِذِي دَمٍ مُوجِعٍ
“Sesungguhnya meminta-minta tidak dibenarkan kecuali bagi tiga orang,
seorang yang sangat miskin, orang yang menanggung hutang yang sangat
berat, dan orang yang menanggung pembayaran diyat orang yang
dibunuhnya.” (HR. Abu Dawud)
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا محمد، خَاتِمِ النَّبِيِّيْنَ
وَإِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Khutbah Kedua :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى، وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ
اصْطَفَى، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، لَهُ الْحَمْدُ فِي الآخِرَةِ وَالأُوْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى، وَخَلِيْلُهُ الْمُجْتَبَى، صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ بِهُدَاهُمُ اهْتَدَى،
وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً.
أَمَّا بَعْدُ:
Tidak diragukan bahwasanya peningkatan tingkat kemiskinan di alam
Islami disebabkan tidak diperhatikannya pengembangan, bertambahnya
hutang, tenggelamnya umat dalam riba, dan kelemahan dalam menempuh
sebab-sebab ilmu dan teknologi yang maju.
Dan kemiskinan menimbulkan dampak negatif, terlebih lagi jika dalam
kondisi hilangnya keimanan atau lemahnya keimanan. Kemiskinan termasuk
sebab utama yang merupakan faktor dibalik kerendahan dan hilangnya
kemuliaan, munculnya perzinahan, pencurian, praktik sogok menyogok,
mengambil harta orang lain dengan kezoliman, bertambahnya tingkat
kriminal, pertengkaran keluarga, bahkan tingkat pembunuhan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya (أَيُّ الذَّنْبِ أَكْبَرُ عِنْدَ اللهِ؟) “Dosa apakah yang
terbesar di sisi Allah?”. Nabi berkata (أَنْ تَدْعُوَ للهِ نِدًّا وَهُوَ
خَلَقَكَ) “Engkau berdoa kepada selain Allah padahal Allah-lah yang
telah menciptakanmu”, lalu ditanya lagi (ثُمَّ أَيٌّ؟) “Kemudian dosa
apa?”, Nabi berkata (أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ مَخَافَةَ أَنْ يَطْعَمَ
مَعَكَ) “Engkau membunuh anakmu karena takut ia ikut makan bersamamu”
(HR Al-Bukhari dan Muslim).
Allah berfirman :
وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al-An’aam :
151)
Kemiskinan juga memberikan dampak negatif bagi masyarakat, yaitu
dengan menggugah pada jiwa-jiwa berupa kedengkian dan permusuhan. Bisa
jadi seorang faqir -yang tidak memiliki harapan lagi- membawa keburukan
bagi masyarakat. Di sinilah peran para ahli ilmu dan pemikir serta para
pemilik harta untuk bersungguh-sungguh dalam mengatasi kemiskinan demi
mengharapkan pahala dari Allah, dan untuk menjaga masyarakat dampak
negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kemiskinan, yaitu dengan membuka
lapangan-lapangan pekerjaan bagi orang-orang miskin, dengan menaungi
mereka dalam perusahaan-perusahaan mereka, mengembangkan kemampuan dan
bakat orang-orang miskin tersebut serta menghilangkan
penghalang-penghalang yang ada di hadapan mereka. Allah berfirman:
وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا
“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik
dan yang paling besar pahalanya.” (AS. Al-Muzammil : 20).
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ،
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَلَى الأَرْبَعَةِ الخُلَفَاءِ الأَئِمَّةِ
الحُنَفَاءِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي وَارْضَ اللَّهُمَّ
عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِعَفْوِكَ
وَرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ،.
اَللَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي دَوْرِنَا وَأَوْطَانِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ
وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَصْلِحْ بِطَانَتَهُ يَارَبَّ
العَالَمِيْنَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ ؛
أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، سِرَّهُ وَعَلَنَهُ . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا مَا
قَدَّمْنَا وَمَا أَخَّرْنَا وَمَا أَسْرَرْنَا وَمَا أَعْلَنَّا وَمَا
أَسْرَفْنَا ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا ، أَنْتَ المُقَدِّمُ
وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ .
اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ،
اَللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَخُذْ بِنَوَاصِيْنَا
لِلْبِرِّ وَالتَّقْوَى رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90) وَأَوْفُوا بِعَهْدِ
اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنْقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ
تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ
يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ﴾ [النحل: 90-91]، واذكروا الله العظيم الجليل
يذكركم، واشكروه على نِعَمِهِ يزِدْكم، ﴿وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ﴾ [العنكبوت: 45]
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh DR. Abdul Baari Ats-Tsubaiti hafizohulloh (Imam dan Khothib Masjid Nabawi)
Penerjemah: Abu Abdil Muhsin Firanda