Pengertian


Shalat Isyraq ;adalah shalat sunnah dua raka’at yang dikerjakan setelah matahari terbit sekitar satu tombak, atau kira-kira lima belas menit setelah matahari terbit. Shalat ini memiliki nilai keistimewaan tersendiri jika pra syaratnya dipenuhi yaitu shalat shubuh berjamaa’h yang diteruskan dengan berdzikir hingga menjelang waktu syuruq (matahari terbit).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ ، وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ ، تَامَّةٍ ، تَامَّةٍ (رواه الترمذي


Artinya ;
“Siapa yang shalat Shubuh dengan berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sehingga matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah sempurna (diulang tiga kali).” (HR. Al-Tirmidzi no. 971).





Majelis Tarjih Muhammadiyah menjelaskan bahwa isyraq/syuruq, berasal dari kata syarq yang maknanya timur, terbit, menerangi. Sedangkan istilah “shalat Isyraq” atau shalat syuruq sering disebut-sebut oleh para ulama kalangan Asy-Syafi’iyah sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab mereka terutama dalam kaitan pembahasan shalat dhuha.

Syaikh Muhammad Shalid Al Munajid menjelaskan bahwa Shalat Isyraq adalah shalat dua rakaat setelah matahari terbit dan meninggi, bagi yang Shalat Fajar (Shubuh) secara berjamaah di masjid kemudian duduk di tempat shalatnya untuk berzikir kepada Allah Ta’ala hingga shalat dua rakaat.

Menurut Syaikh Utsaimin, Shalat Sunnah Isyraq adalah shalat sunnah Dhuha, akan tetapi jika ditunaikan segera sejak matahari terbit dan meninggi seukuran tombak, maka dia disebut Shalat Isyraq, jika dilakukan pada akhir waktu atau di pertengahan waktu, maka dia dinamakan Shalat Dhuha. Akan tetapi secara keseluruhan dia adalah Shalat Dhuha. Karena para ulama berkata bahwa waktu shalat Dhuha adalah sejak meningginya matahari seukuran tombak hingga sebelum matahari tergelincir.

Dari Abdullah bin Al Harits bin Naufal, bahwa Ibnu Abbas tidak shalat Dhuha. Dia bercerita, lalu aku membawanya menemui Ummu Hani’ dan kukatakan,
“Beritahukan kepadanya apa yang telah engkau beritahukan kepdaku.”

Lalu Ummu Hani berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah masuk ke rumahku untuk menemuiku pada hari pembebasan kota Mekkah, lalu beliau minta dibawakan air, lalu beliau menuangkan ke dalam mangkuk besar, lalu minta dibawakan selembar kain, kemudian beliau memasangnya sebagai tabir antara diriku dan beliau. Selanjutnya, beliau mandi dan setelah itu beliau menyiramkan ke sudut rumah. Baru kemudian beliau mengerjakan shalat delapan rakaat, yang saat itu adalah waktu Dhuha. Berdiri, ruku, sujud, dan duduknya adalah sama, yang saling berdekatan sebagian dengan sebagian yang lainnya.”
Kemudian Ibnu Abbas keluar seraya berkata,
“Aku pernah membaca di antara dua papan, aku tidak pernah mengenal shalat Dhuha kecuali sekarang.”

“Untuk bertasbih bersamanya (Dawud) di waktu petang dan pagi.” (QS Shaad: 18)
Dan aku pernah bertanya,
“Mana shalat Isyraq ?”
Dan setelah itu dia berkata,
“Itulah shalat Isyraq”

Diriwayatkan oleh

Ath Thabari di dalam Tafsirnya dan Al Hakim.