Kisah Ja'far ra.

Ja'far Thayyar ra. adalah keponakan Rasulullah saw., kakak kandung Ali ra.. Pada mulanya, keluarganya terkenal sebagai keluarga yang sangat dermawan, pemberani, dan pahlawan di kalangan Quraisy. Namun Ja'far ra., mempunyai pergaulan khusus dengan orang-orang miskin. Ia banyak bergaul dengan orang-orang miskin.
Disebabkan kezhaliman kafir Quraisy, kaum Muslimin berhijrah pertama kaliny a ke Habsy ah. Dan Ja'far ra. ikut rombongan itu. Namun kaum kafir Quraisy tidak membiarkan kaum Muslimin begitu saja.

Mereka mengirim beberapa orang Quraisy, menghadap ke raja Najasyi, yang kisahnya telah diceritakan dalam Bab I, kisah ke-10 yang lalu. Setelah hijrah ke Habsyah, Ja'far pulang dan berhijrah ke Madinah, dan syahid dalam perang Mu'tah, yang kisahnya akan dikisahkan pada lembaran mendatang.

Ketika ia wafat, Rasulullah saw. menziarahi keluarganya dan memanggil anak-anaknya, yaitu; Abdulllah, Aun, dan Muhammad ra.. mereka masih kecil-kecil. Rambut mereka dibelai dan dido'akan keberkahan oleh Nabi saw.. Anak-anaknya memiliki warna sifat yang sama seperti ayahnya. Namun sifat kedermawanan Abdullah ra. lebih menonjol.. Sehingga, ia digelari 'Qutubus Sakho' ketua para dermawan. Pada usia tujuh tahunia telah dibaiat oleh Rasulullah saw..

Suatu ketika, Abdullah bin Ja'far ra. meminta perlindungan bagi seseorang kepada Ali ra., dan Ali ra. mengabulkannya. Setelah orang itu bebas, maka sebagai tanda terima kasihnya, ia memberi 40.000 dirham kepada Abdullah bin Ja'far ra.. Namun Abdullah menolaknya, sambil berkata, "Kami tidak menjual kebaikan kami." Dan juga pernah, ada seseorang datang di majelisnya dan memberinya hadiah 2000 dirham. Langsung ia bagikan uang tersebut kepada ahli majelis itu sampai habis. Pada kesempatan lain, ada seorang pedagang menjual gula dalam jumlah banyak di pasar. Tetapi tiada seorang pun yang membelinya. Ia sangat bersedih. Lalu lewatlah Abdullah bin Ja'far ra.. Melihat keadaannya, Abdullah menyuruh pelayannya agar membeli semua gula tadi dan membagi-bagikannya ke semua orang dengan cuma-cuma. Ia pun akan menjamu makan minum setiap kabilah atau tamu yang mengunjunginya, juga keperluannya, walaupun pada malam hari. (Al-Ishabah)

Suatu ketika, Zubair ra. menyertai suatu peperangan. Sebelum berangkat, ia berwasiat kepada anaknya, Abdullah bin Zubair ra., "Saya merasa, bahwa pada hari ini saya akan mati sy?' .id, maka kamu hendaknya melunasi utang-utang saya, dan selesaikan pekerjaan saya pada fulan dan fulan." Ia berwasiat demikian, dan syahid pada hari itu. Ketika Ibnu Zubair ra. menghitung seluruh utang ayahnya, ternyata berjumlah 2.200.000 dirham. Padahal sebenarnya beliau ini terkenal sifat amanahnya. Banyak orang menitipkan amanah kepada Zubair ra.. Tetapi Zubair ra. senantiasa berkata kepada orang yang menitipkan itu, "Saya ini bukan tempat penyimpanan amanah. Jadi titipan kalian akan saya anggap sebagai utang saya kepada kalian. Jika kalian memerlukannya, maka ambillah dari saya." Kemudian uang itu ia gunakan untuk bersedekah kepada fakir miskin.

Beliau berwasiat kepada Ibnu Zubair ra., "Jika kamu ada kesulitan, mintalah kepada tuan saya." Ibnu Zubair ra. merasa tidak paham, maka ia bertanya, "Siapakah tuanmu, ayah?" Dijawab, "Allah." Akhirnya, Ibnu Zubair ra. dapat melunasi utang-utangnya.

Abdullah bin Zubair ra. bercerita, "Jika ada kesulitan, maka saya akan berkata, "Wahai Tuannya Zubair! pekerjaan si fulan belum diselesaikan." Dan pekerjaan-pekerjaan tersebut menjadi mudah diselesaikan. Selanjutnya ia bercerita, "Suatu ketika, saya berkata kepada Abdullah bin Ja'far ra., "Dalam daftar utang ayahku, kamu berutang sejuta dirham kepada ayahku." Abdullah bin Ja'far ra. menjawab, "Jika demikian, ambillah bayarannya." Namun, setelah saya teliti kembali catatannya, ternyata saya telah melakukan kesalahan. Saya segera kembali ke Abdullah bin Ja'far ra.. Saya berkata, "Ternyata ada kesalahan dalam catatan saya." Abdullah bin Ja'far ra. menjawab, "Saya telah memaafkannya." Saya berkata, "Tidak, tidak cukup dengan memaafkan, saya mesti membayarnya." Abdullah bin Ja'far menjawab, "Jika demikian, bayarlah sesuai kemampuanmu." Saya katakan, "Ambillah sebidang tanah saya sebagai pembayarannya." Saat itu banyak tanah yang saya dapatkan dari rampasan perang. Abdullah bin Ja'far ra. berkata, "Bagus, saya menerimanya." Padahal saya telah memberinya tanah gersang. Bahkan, air pun tidak ada. Tetapi beliau langsung menerimanya dan berkata kepada budaknya, "Hamparkanlah sajadah di atas tanah ini." Setelah dihamparkan sajadahnya, ia shalat dua rakaat dengan sujud yang sangat lama. Selesai shalat, beliau menyuruh hambanya agar menggali sebuah tempat di atas tanah tersebut. Beberapa lama setelah hambanya menggali, terpancarlah sebuah mata air yang sangat deras dari tempat itu. (Asadul Ghobah)

Faedah:

Demikian perilaku para sahabat ra.. Dan masih banyak lagi kejadian seperti itu. Hal itu bukan suatu hal luar biasa bagi mereka. Sifat tersebut, secara umum dimiliki oleh seluruh sahabat ra..