Definisi dan Dalil Shalat Lihurmatil Waqti


Menurut Imam Nawawi dalam kitab Majmu Syarhil Muhadzdzab shalat Lihurmatil Waqti adalah

(1) shalat yang dilakukan ketika tidak menemukan dua media bersuci, yaitu air dan debu, sedangkan waktu shalat sudah masuk, atau bisa juga diartikan sebagai

(2) shalat yang dilakukan dalam keadaan tidak sempurna disebabkan tidak memenuhi syarat dan rukun shalat. Shalat ini dilakukan dalam rangka menghormati waktu shalat. (Imam Zakaria Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Majmu Syarhil Muhadzdzab, [Bairut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1998], juz 1, h. 392).

Imam al-Qulyubi (w. 1069 H/1658 M), dalam satu masterpiece-nya menyampaikan salah satu riwayat yang menjadi dalil di balik diwajibkannya shalat bagi orang-orang yang tidak menemukan media bersuci, atau tidak bisa menyempurnakan rukun dan syarat sahnya shalat. Sayyidah Aisyah menyampaikan sebuah hadits sebagaimana yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Muslim:
رَوَتْ عَائِشَةُ أَنَّهَا اسْتَعَارَتْ قِلَادَةً مِنْ أَسْمَاءَ فَهَلَكَتْ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُنَاسًا فِي طَلَبِهَا، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ وَلَيْسُوا عَلَى وُضُوءٍ، وَلَمْ يَجِدُوا مَاءً فَصَلُّوا وَهُمْ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ، فَأَنْزَلَ اللّٰهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ

Artinya,
“Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa ia pernah meminjam kalung pada Asma’. Kemudian (kalung itu) hilang, maka Rasulullah ﷺ mengutus seseorang untuk mencarinya. (Setelah kalung itu ditemukan) datanglah waktu shalat sedangkan ia dalam keadaan tidak mempunyai wudhu dan tidak menemukan air (untuk berwudhu), akhirnya mereka pun mengerjakan shalat (tanpa wudhu). Setelah kejadian itu, Allah menurunkan ayat tayamum.” (Imam Ahmad Salamah al-Qulyubi, Hasyiyata Qulyubi wa ‘Umairah, [Bairut: Darul Fikr, 2002], juz 1, h. 110).
Menurut Alhafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, hadits di atas menjadi dalil diwajibkannya shalat bagi orang-orang yang tidak menemukan media bersuci, baik air ataupun debu. Sebab, sahabat Nabi saat itu melakukan shalat karena mereka meyakini bahwa shalat tetap wajib sekali pun dalam keadaan tidak mempunyai wudhu. Dan juga, jika seandainya semua ini terlarang, maka sudah pasti Rasulullah akan mengingkarinya. Pendapat ini merupakan pendapat ulama mazhab Syafi’i, Imam Ahmad, mayoritas ahli hadits, dan kebanyakan ulama mazhab Maliki (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Sayarah Sahihil Bukhari, [Bairut: Darul Ma’rifah, 1998], juz 1, h. 440).