Pembagian Fâqiduth Thahûraini


Seperti disebutkan, ada empat sebab dilaksanakannya shalat Lihurmatil Waqti, di antaranya lantaran sakit yang membuat seseorang tidak bisa melakukan wudhu dan tayamum. Ia harus melakukan shalat Lihurmatil Waqti semampunya meski tanpa bersuci. Penyebab lainnya adalah tidak adanya media bersuci, yakni air dan debu (fâqiduth thahûraini). Kasus yang kedua ini lebih sering terjadi serta lebih banyak disebutkan dalam kitab-kitab fiqih.

Fâqiduth thahûraini terbagi menjadi dua bagian,
(1) fâqiduth thahûraini tanpa hadats besar dan
(2) fâqiduth thahûraini disertai hadats besar.

Fâqiduth thahûraini yang pertama harus membaca bacaan yang menjadi rukun dalam shalat, seperti surat takbiratul ihram, surat al-Fatihah, shalawat, dan salam yang pertama. Juga, diperbolehkan baginya untuk membaca bacaan-bacaan sunnah dalam shalat, seperti membaca surat pendek setelah membaca al-Fatihah dan bacaan sunnah lainnya.

Sedangkan fâqiduth thahûraini yang kedua tidak diperbolehkan menambah bacaan-bacaan sunnah. Ia hanya diperbolehkan membaca bacaan wajibnya saja, seperti yang telah disebutkan. Semua ini bisa terjadi apabila seseorang dalam keadaan hadats besar, dan tidak menemukan dua alat bersuci; air dan debu, sedangkan waktu shalat sudah masuk. Saat itu, tidak memungkinkan baginya untuk mencari alat bersuci (Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Bairut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1992], juz 4, h. 174).

Menurut Syekh Musthafa al-Bugha, fâqiduth thahûraini bisa terjadi disebabkan beberapa keadaan, yaitu:
  1. Orang yang dipenjara, dipasung sehingga tidak bisa bergerak dan tidak bisa wudhu dan tayamum.
  2. Orang sakit yang badannya dijejali selang infus atau peralatan medis lainnya, yang jika dilepas akan membahayakan keselamatan dirinya.
  3. Dalam kendaraan, seperti pesawat, tidak bisa bersuci dan tidak ada media bersuci (air dan debu). Atau ada, tapi tidak bisa melakukan shalat dengan sempurna. Seperti tidak bisa menghadap kiblat, tidak sempurna ruku’ dan sujudnya. (Syekh Musthafa al-Bugha, Fiqhul Ibadat, [Darul Musthafa, Damaskus, 2018], h. 170).

Tiga keadaan di atas, diwajibkan untuk melakukan shalat Lihurmatil Waqti. Ia harus mengerjakan shalat sebagaimana yang ia mampu. Jika masih mampu untuk mengerjakan rukun-rukunnya, maka harus dikerjakan, namun jika tidak bisa, maka shalat semampunya. Syariat Islam (fiqih) menoleransinya disebabkan keadaannya yang tidak memungkinkan.