“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10).
Allah juga berfirman,
الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ (٦٧)
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi
sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf:
67).
“Dan ia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci
untuk dilemparkan ke neraka”, disana ada orang yang beribadah kepada
Allah dengan berada di tepi, Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah
ia dalam Keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana,
berbaliklah ia ke belakang, rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata.
Jika datang dunia maka iapun beriman, akan tetapi jika dunia pergi
darinya maka iapun berlepas diri dari keimanan dan kembali kepada
kondisinya semula.
Seorang mukmin yang benar, tidaklah terpengaruh dengan datang dan
perginya dunia, hatinya kokoh, ia selalu dermawan dalam kondisi susah
dan senang, dan kondisi miskin dan kaya, sehat dan sakit.
Orang-orang yang merasakan kelezatan iman mereka menyebutkan tentang
kelezatan tersebut. Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh ada
waktu-waktu kebahagiaan yang lewat di hati, aku katakana jika seandainya
penghuni surga dalam kondisi seperti ini, maka sungguh mereka dalam
kenikmatan”. Yang lain berkata, “Sesungguhnya di dunia ada surga,
barangsiapa yang tidak masuk ke dalamnya maka ia tidak akan masuk ke
dalam surga akhirat”. Yang ketiga berkata, “Sesungguhnya keimanan
memiliki kegembiraan dan kelezatan di hati, barangsiapa yang tidak
merasakannya maka ia telah kehilangan imannya atau kurang imannya, dan
ia termasuk dari golongan yang Allah berfirman tentang mereka:
قَالَتِ الأعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ
Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah:
“Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman
itu belum masuk ke dalam hatimu” (QS Al-Hujuroot : 14)
Diantara mereka yang merasakan manisnya iman adalah Khubaib bin ‘Adiy radhiallahu ‘anhu
–yang tertawan oleh kaum musyrikin-. Dikatakan kepadanya, “Apakah kau
suka jika Muhammad menggantikan posisimu dan engkau dalam kondisi
selamat bersama keluargamu”. Tatkala itu ia hampir dibunuh dengan
disalib. Maka beliau berkata, “Demi Allah, aku tidak suka jika aku
bersama istri dan anak-anakku, dan aku memiliki dunia dan kenikmatannya
sementara Rasulullah tertusuk duri!”
Wanita yang merasakan manisnya iman, tatkala sampai kepadanya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah terbunuh dalam perang Uhud. Maka wanita inipun pergi ke medan
pertempuran, ternyata ayahnya terbunuh, saudara lelakinya terbunuh,
putranya terbunuh, dan suaminya terbunuh. Wanita inipun berkata, “Apa
yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Tatkala matanya memandang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(masih hidup) maka iapun merasa tenang dan ia berkata, “Wahai
Rasulullah, seluruh musibah menjadi ringan selama engkau selamat”.
Orang yang merasakan manisnya iman jika engkau mencincang tubuhnya
maka ia tidak akan bergeser dari agamanya. Kaum musyrikin meletakan batu
di atas dada Bilal agar ia kafir, maka Bilal berkata, “Ahad, Ahad, Yang
Maha Esa, dan bergantung kepadaNya segala sesuatu”
Heraklius raja Romawi yang semasa dengan Nabi ‘alaihi as-sholaatu was
salaam, ia bertanya kepada Abu Sufyan, “Apakah ada yang murtad diantara
pengikut Muhammad karena benci terhadap agamanya?” Abu Sufyan berkata,
“Tidak”. Heraklius berkata, “Demikianlah keimanan jika manisnya telah
merasuk ke dalam hati”
Jika seorang muslim telah merasakan manisnya iman maka ia akan
menjadi manusia yang lain, ada rasa yang lain dalam kehidupannya. Ia
membangun manisnya iman dengan suka memberi, ia bahagia dengan
pemberiannya bukan dengan menerima pemberian, ia memberikan kebaikan
bagi orang lain, ia berusaha agar dirinya agung di sisi Allah meskipun
di sisi manusia ia adalah orang yang rendah.
Diantara ciri-ciri manisnya iman: Seorang mukmin
meyakin dari relung hatinya yang paling dalam bahwasanya rizki di tangan
Allah, apa yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba maka tidak ada
seorangpun yang bisa mencegahnya, dan bahwasanya seseorang/jiwa tidak
akan mati hingga dipenuhi rizqinya dan ajalnya.
Dan diantara buah bentuk manisnya iman: seorang
mukmin terbebaskan dari hawa nafsunya dan godaan jiwanya yang menyeru
kepada keburukan dan fitnah harta. Ia terbebaskan dari sikap pelit dan
kikir, serta ia berhias dengan muroqobatullah (selalu merasa diawasi
oleh Allah), berhias dengan ikhlas, kedermawanan dan mendahulukan
kepentingan saudaranya. Allah berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٩٧)
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (QS An-Nahl : 97).
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ
الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ وَأَطِيْعُوْهُ، وَتُوْبُوْا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ،
Manisnya iman menjadikan seluruh ibadah menjadi ledzat. Salah seorang
dari mereka berkata, “Seluruh kelezatan hanya memiliki satu kelezatan
kecuali ibadah, ia memiliki tiga keledzatan. Tatkala engkau sedang
beribadah, tatkala engkau mengingat ibadah tersebut, dan tatkala engkau
diberi ganjaran atas ibadah tersebut”
Dalam sholat ada kelezatan tatkala ditunaikan oleh seorang muslim
dengan kekhusyukan dan kehadiran hati, maka jadilah sholat adalah
penyejuk pandangannya dan ketenteraman jiwanya serta surga bagi hatinya
dan ketenangannya di dunia. Ia selalu merasa dalam kesempitan hingga ia
melaksanakan sholat. Karenanya Imamnya orang-orang yang bertakwa yaitu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَرِحْنَا بِهَا يَا بِلاَلُ
“Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan sholat”
Sholat malam di sisi para sahabat, para tabi’in, dan para salaf umat
ini memiliki kedudukan yang agung dan kelezatan yang tidak tertandingi.
Berkata salah seorang dari mereka, “Demi Allah, kalau bukan karena
sholat malam aku tidak ingin hidup menetap di dunia, demi Allah
sesungguhnya orang yang sholat malam di malam hari bersama Allah lebih
merasa ledzat daripada orang-orang yang berhura-hura dalam kelalaian
mereka”
Para salaf dan kaum sholeh benar-benar berlezat-lezat dengan
berpuasa. Adapun haji, maka kelezatannya mendorong para jama’ah haji
untuk menaiki tunggangan dan kuat menempuh perjalanan berat dengan penuh
kerinduan untuk ke ka’bah. Dan dzikir kepada Allah ada kelezatan, Allah
berfirman,
أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ro’d : 28).
Membaca Alquran memiliki kelezatan. Utsman bin ‘Affaan radhiallahu ‘anhu
berkata, “Kalau seandainya hati-hati kalian bersih maka kalian tidak
akan pernah merasa cukup dari firman Allah”. Allah berfirman,
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (١٩)
“Dan Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke
arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu
adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Isra':
19).
م اعملوا عباد الله، أنَّ خَيْرَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ
الهُدَى هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ
الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ
بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ
فِي النَّارِ.
(إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)، اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ
خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِّيْنَ، أَبِي بَكْرٍ،
وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ
وَعَنِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ
المُوَحِّدِيْنَ، يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا سَمِيْعَ الدُّعَاءِ،
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ
أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ
وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ
أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنْ سَدِيْدِ الأَقْوَالِ
وَصَالِحِ الأَعْمَالِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ . (رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ)، عَلَى اللهِ تَوَكَّلْنَا، (رَبَّنَا لا
تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ* وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ
مِنْ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ).
عِبَادَ اللهِ، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)، (وَأَوْفُوا بِعَهْدِ
اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا
وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ
مَا تَفْعَلُونَ)، فَذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُوْنَ.
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Baari Ats-Tsubaiti hafizahullah (Imam dan Khotib Masjid Nabawi)
Penerjemah: Abu Abdil Muhsin Firanda