الْحَمْدُ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا طَيِّبًا كَثِيْرًا خَلَقَ كُلَّ
شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَسُبْحَانَهُ عَمَّا يَقُوْلُ الظَّالِمُوْنَ
عُلُوًّا كَبِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُ اللهِ
وَرَسُولُهُ، بَعَثَهُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا،
وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا صلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَالْأَصْحَابِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِإِحْسَانٍ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيراً، أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا
النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ حَقَّ التَّقْوَى وَاشْكُرُوْهُ عَلَى مَا
خَصَّكُمْ بِهِ مِنَ الْإِنْعَامِ وَالتَّكرِيْم وَخَلَقَكُمْ فِيْ
أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, penguasa alam
semesta yang telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Saya
bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi
selain Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah Subhanahu wa Ta’ala
curahkan kepada pemimpin para nabi, Nabi kita Muhammad, keluarga, para
sahabatnya, dan kaum muslimin yang senantiasa mengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan bersyukur kepada- Nya atas karunia dan nikmat-Nya yang tidak
terbilang jumlahnya. Sungguh, dengan bersyukur dan menaati-Nya,
seseorang akan terus memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Adapun
berbuat maksiat kepada-Nya akan menjatuhkan dirinya ke dalam siksa api
neraka.
Hadirin rahimakumullah,
Sesungguhnya upaya seseorang dalam memperindah penampilan dirinya
dengan berhias, selama tidak melanggar batas-batas syariat, adalah
perbuatan yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Sebab, Allah Subhanahu wa Ta’ala itu Jamil, yaitu Mahaindah dan Menyukai Keindahan, sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ
كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ
حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ
الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya masih ada seberat
dzarrah dari kesombongan.” Seseorang berkata, “Sesungguhnya setiap
orang senang jika baju yang dikenakannya bagus dan sandal yang
dipakainya bagus.” Nabi n menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Jamil dan
menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan
orang.” (HR. Muslim).
Hadirin rahimakumullah,
Di antara penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait dengan berhias dan memperindah diri adalah hadits,
خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: الْخِتَانُ، وَالْاِسْتِحْدَادُ، وَتَقْلِيمُ اْلأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ، وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Lima hal yang termasuk fitrah: khitan, membersihkan rambut di
sekitar kemaluan, memotong kuku, menghilangkan bulu ketiak, dan memotong
kumis.” (Muttafaqun ’alaih).
Hadits ini menjelaskan tentang disyariatkannya memperindah diri
dengan menghilangkan beberapa bagian yang tumbuh di badan. Jadi,
membiarkan bagian-bagian tersebut terus tumbuh, seperti kuku atau kumis,
memanjang tanpa dirapikan bukanlah bentuk berhias yang diperbolehkan.
Kita justru mendapati beberapa hadits yang dengan jelas mengingatkan
masalah ini. Di antaranya yang dikatakan oleh sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu,
وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيم اْلأَظْفَارِ وَنَتْفِ
اْلإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ
أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Telah ditetapkan jangka waktu bagi kami dalam merapikan kumis, memotong
kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur rambut di sekitar kemaluan,
agar tidak kami biarkan sampai melebihi empat puluh hari.” (HR. Muslim).
Di samping aturan yang berkaitan dengan memotong atau membersihkan
beberapa bagian yang tumbuh, syariat Islam juga mengatur tentang apa
saja yang harus dibiarkan untuk tetap tumbuh di badan, seperti
membiarkan tumbuhnya jenggot. Ini sebagaimana yang diperintahkan oleh
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
وَأعْفُوا اللِّحَى
“Dan biarkanlah jenggot . ” (Muttafaqun ’alaih)
Begitu pula, dianjurkan ketika jenggot atau rambut kepala sudah
berwarna putih atau beruban untuk mengubahnya dengan warna merah atau
yang semisalnya, namun tidak boleh mengubahnya menjadi warna hitam.
Dikisahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat sahabat Abu Quhafah radhiyallahu ‘anhu dalam keadaan rambut dan jenggotnya berwarna putih. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
غَيِّرُوا هَذَا وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
“Ubahlah ini, dan jauhi dengan warna hitam.” (HR. Muslim).
Adapun mengubah rambut yang berwarna hitam dengan warna merah atau
lainnya, hal itu dilarang dan termasuk perbuatan meniru-niru orang
kafir.
Hadirin, jama’ah jum’ah yang dirahmati Allah,
Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan memperindah badan. Ada
yang harus dibuang atau dirapikan. Ada pula yang justru harus dibiarkan
dari yang tumbuh di badan. Jadi, apa yang dilakukan oleh sebagian orang
dengan membiarkan kumisnya memanjang hingga menutupi bibirnya, bukanlah
berhias meskipun barangkali sebagian orang menganggapnya indah. Begitu
pula membiarkan kuku memanjang, bukanlah memperindah badan yang sesuai
syariat. Justru perbuatan tersebut adalah bentuk penyerupaan dengan
hewan dan akan membuat badan menjadi kotor sehingga terancam terjangkit
penyakit. Begitu pula apa yang dilakukan oleh sebagian wanita yang
mencukur rambut alisnya untuk kemudian diubah bentuknya, juga bukan
berhias yang dibolehkan oleh syariat. Sesungguhnya, perbuatan tersebut
adalah mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menuruti ajakan setan. Oleh karena itu, Nabi n melaknat perbuatan tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengisahkan perkataan setan,
وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ۚ
“Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benarbenar mereka mengubahnya.” (an- Nisa: 119).
Dalam firman-Nya yang lain,
أَفَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ ۖ
“Apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya
yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang
tidak ditipu oleh setan)? Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki- Nya.” (Fathir: 8).
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita berusaha untuk terus bersungguh-sungguh mempelajari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga semakin memahami perintah dan larangan-Nya serta tidak tertipu oleh ajakan setan. Wallahu a’lam bish-shawab.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ
الرَحِيْمُ
Khutbah Kedua:
الْحَمْدُ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، أَحَلَّ لَنَا الطَّيِّبَاتِ
وَحَرَّمَ عَلَيْنَا الخَبَائِثِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُ اللهِ
وَرَسُولُهِ، صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَالْأَصْحَابِ
وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كثيراً، أَمَّا
بَعْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Termasuk bentuk berhias yang disyariatkan adalah memperindah penampilan dengan berpakaian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ
وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ
اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Pakaian takwa
itulah yang paling baik. Hal itu adalah sebagian dari tanda kekuasaan
Allah agar mereka selalu ingat.” (al- A’raf: 26).
Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan fungsi pakaian, yaitu untuk berhias dan menutup aurat. Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidak menjadikan pada manusia penutup aurat yang tumbuh dari badannya,
agar senantiasa ingat bahwa dirinya membutuhkan pakaian atau semisalnya
untuk menutup auratnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
menyebutkan bahwa ada pakaian yang tidak bisa dilihat atau dirasa oleh
tangan, namun tidak kalah pentingnya dengan pakaian yang sebelumnya.
Pakaian tersebut adalah takwa yang fungsinya bukan untuk menutup aurat
yang ada di badan, melainkan untuk menutup kekurangan agama dan akhlak
seseorang.
Hadirin rahimakumullah,
Berkaitan dengan berpakaian, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kepada kita untuk berpenampilan sebaik-baiknya ketika hendak ke masjid untuk mengerjakan shalat. Firman-Nya,
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (al-A’raf: 31).
Hadirin rahimakumullah,
Maka dari itu, sudah sepantasnya kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
atas nikmat pakaian dengan menggunakannya untuk menutup aurat atau
untuk memperindah penampilan, terutama ketika hendak berdiri
menghadap-Nya dalam shalat. Bukan malah sebaliknya, yaitu menggunakannya
untuk meniruniru model orang kafir yang tidak memedulikan aurat atau
menggunakannya untuk menyombongkan diri. Karena itu, seseorang harus
senantiasa menjaga batas-batas syariat dalam hal berpakaian. Sebab, ada
beberapa larangan yang telah disebutkan dalam beberapa hadits. Di
antaranya adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan melalui jalan sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ
إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ؛ قَالَ
فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ ثَلاَثَ مِرَارًا؛ قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا
وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَال:َ الْمُسْبِلُ
وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Ada tiga jenis manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
akan mengajak bicara mereka, tidak akan melihat mereka pada hari
kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka, bahkan mereka mendapat azab
yang sangat pedih.” Abu Dzar radhyiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah mengucapkannya tiga kali.” Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Sungguh, mereka celaka dan rugi. Siapa mereka, wahai
Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “Laki-laki yang pakaiannya menutup
sampai mata kakinya, seseorang yang menyebutnyebut pemberiannya untuk
menyakiti orang yang menerimanya, dan orang yang melariskan barang
dagangannya dengan sumpah dusta.” (HR. Muslim dan yang lainnya)
Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ، لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ
رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua jenis manusia penghuni neraka yang aku belum pernah melihat
keduanya: (1) sekelompok orang yang memegang cambuk seperti ekor sapi,
mereka mencambuk manusia dengannya; dan (2) wanita yang berpakaian
tetapi telanjang, berjalan berlenggak lenggok dan menjauh dari kebaikan.
Kepala mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka tidak akan mencium
bau surga padahal sesungguhnya baunya akan tercium dari jarak sekian
dan sekian.” (HR. Muslim).
Hadirin rahimakumullah,
Dalam kedua hadits di atas jelaslah adanya larangan bagi laki-laki
untuk mengenakan kain, baik sarung, jubah maupun semisalnya, yang
memanjang hingga menutup mata kaki. Begitu pula, ada peringatan bagi
wanita agar tidak menampakkan auratnya ketika berpakaian. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutnya dengan berpakaian tetapi telanjang. Masih banyak hadits
lain yang berisi larangan yang harus diperhatikan kaitannya dengan
berpakaian dan berhias. Di antaranya, hadits yang melarang laki-laki
memakai baju yang terbuat dari kain sutra, dan yang melarang laki-laki
memakai cincin atau yang semisalnya yang terbuat dari emas. Ada pula
hadits yang melarang laki-laki meniru pakaian model wanita dan
sebaliknya, serta hadits-hadits yang lainnya. Akhirnya, marilah kita
berusaha untuk senantiasa bertakwa sekuat kemampuan kita dengan menjaga
batas-batas syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal berpakaian atau memperindah diri dengannya.
وَاعْلَمُوْا أَنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى
هَدْى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ
مُحْدَثاَتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ
فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ .
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ،
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ
وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
.وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ،
وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِأَعْدَاءِ
الدِّيْنِ فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُوْنَكَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ
فِي نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُ بِكَ اللَّهُمَّ مِنْ شُرُوْرِهِمْ .
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ
أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ
وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ
أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى
طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ .
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ
قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ .
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ، رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ
لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ ،
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ ،
أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، سِرَّهُ وَعَلَنَهُ . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
وَلِوَالِدَيْنَا وَلِمَشَايِخِنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ
وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ .
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ ، وَصَلَّى
اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ وَأَنْعَمَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Sumber: Asy Syariah
Oleh Ustadz Saifudin Zuhri, Lc