“Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.” (QS. Al-An’am: 121).
Dan sungguh mereka telah merelakan diri mereka terjerembab di jalan
kesesatan. Para dukun dan tukang sihir itu ridha kalau jiwa mereka telah
terkotori dengan dosa dan kesyirikan. Mereka telah berkubang dengan
perbuatan najis. Dan mempraktikkannya di tempat-tempat yang kotor pula.
Mereka benci mendengar Alquran dan lari dari tempat-tempat yang
dibacakan Alquran. Mereka menyembelih hewan dengan menyebut nama selain
Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka tidak bersuci apalagi berwudhu.
Mereka disifati dengan pandir dan sesat, dusta dan penipu. Setiap
praktik sihir yang mereka lakukan pasti sebelumnya mereka
mempersembahkan sesuatu bentuk ibadah kepada setan. Mereka cemari diri
mereka dengan sesuatu yang kotor dan merusak. Mereka hinakan pribadi
mereka dengan kejelekan dan musibah. Semakin hari, semakin bertambahlah
kecintaan mereka terhadap kejelekan. Akhirnya mereka pun kian jauh dari
Allah. Allah Ta’ala berfirman,
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong.” (QS. Al-Maidah: 42).
Bagi mereka kehinaan dan kerendahan.
Di dalam syariat kita, terdapat ayat dan hadits yang menjelaskan
tentang ancaman keras terhadap perdukunan. Di dalam syariat, dukun
dikenal dengan dua jenis. Ada yang namanya ‘arraf, yaitu mereka
yang mengaku mengetahui sesutu yang gaib yang telah terjadi, namun
tidak diketahui orang. Misalnya ketika ditanyakan kepada mereka siapa
yang mencuri barang ini, maka mereka akan menjawab fulan yang
mencurinya. Dan ada pula yang namanya kahin yaitu mereka yang mengaku mengetahui apa yang akan terjadi di hari esok.
Kahin adalah orang-orang yang memiliki jiwa yang jahat. Mereka
mengabdikan diri, bertanya, dan meminta pendapat para jin. Ketika
menghadapi suatu persoalan, maka mereka meminta petuah para jin. Dan jin
pun memberikan masukan kepada para kahin ini.
Sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus,
sangat banyak terdapat dukun. Di antara mereka ada yang mengaku bahwa
mereka adalah pengikut jin dan jin itu memberi kabar kepada mereka. Di
antara mereka ada yang mengaku mengetahui perkara-perkara yang telah
terjadi di masa yang lalu, dan juga tahu penyebab-penyebab terjadinya.
Mereka inilah yang disebut ‘arraf. Mereka mengaku mengetahui pencurian, tempat-tempat rahasia, dll.
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus menjadi Rasul, kesaktian para ‘arraf ini berkurang. Berita-berita dari jin yang mereka dapatkan tidak lagi sehebat sebelumnya. Karena Allah Tabaraka wa Ta’ala
menjaga langit dengan bintang-bintang pelontar. Dahulu jin mendengar
kabar dari langit kemudian mengabarkannya kepada para dukun. Kemudian
jin-jin itu dilempari dengan bintang-bintang pelontar itu sehingga
sedikit kabar yang sampai kepada para dukun.
Di zaman sekarang, para dukun dan tukang sihir ini sering
berpenampilan seorang yang agamis. Mereka disebut wali, kiyai, atau
ustadz. Banyak orang-orang yang tertipu dengan penampilan mereka ini.
Orang-orang awam menyangkanya seorang wali Allah, padahal mereka
sejatinya adalah wali setan. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَيَوْمَ يِحْشُرُهُمْ جَمِيعاً يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم
مِّنَ الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ الإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ
بَعْضُنَا بِبَعْضٍ
“Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan
Allah berfirman): “Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak
menyesatkan manusia”, lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan
manusia: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian daripada kami telah
dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain).” (QS. Al-An’am: 121).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengancam para dukun. Beliau menjelaskan ganjaran bagi mereka. Karena
mereka telah lancang menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal gaib
yang hanya Allah Jalla wa ‘Ala saja yang mengetahuinya.
Hukuman bagi mereka yang bertanya adalah tidak dihitung pahala shalatnya
selama 40 hari. Sementara para dukun dan penyihir ini, hukuman mati
untuk mereka. Oleh karena itu, para dukun dan tukang sihir ini harus
menjadi musuh bersama. Tidak boleh mendatangi mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi kahin atau ‘arraf dan membenarkan apa
yang yang ia katakan maka sungguh telah kafir terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad).
Di dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan sebuah ancaman yang berat bagi mereka yang mendatangi para
dukun, bertanya kepada mereka tentang hal-hal gaib, kemudian
membenarkannya merupakan sebuah bentuk kekufuran terhadap wahyu yang
diturunkan kepada beliau. Karena wahyu telah menjelaskan bahwasanya
hanya Allah saja yang mengetahui perkara-perkara gaib.
Wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk mencegah peraktik
sihir dan perdukunan ini untuk melakukan segala daya dan upaya agar
perbuatan ini dihentikan, terutama bagi mereka yang duduk di
pemerintahan.
Dari Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ
تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا
فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
صلى الله عليه و سلم
“Bukan dari golongan kami, orang yang percaya kepada nasib sial dan
yang minta diramal tentang nasib sialnya atau yang melakukan praktik
dukun dan yang didukuni atau yang menyihir atau yang meminta bantuan
sihir, dan barang siapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang
ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan
kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al Bazzar).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebuah ancaman yang keras bagi mereka yang berpaling dari syariat Allah ‘Azza wa Jalla.
Seperti berkeyakinan sial atau hoki dan mendatangi dukun serta
membenarkan ucapannya. Atau siapa saja yang mengaku mengetahui yang
gaib, baik dinamakan wali, kiyai, ustadz. Tidak ada yang mengetahui hal
gaib kecuali Allah
Ada pula di antara orang-orang yang menulis hurfuf-huruf dan angka-angka untuk meramalkan sesuatu.
Menulis huruf atau angka hukumnya dibagi menjadi dua:
Pertama: diperbolehkan. Jika hal itu dipelajari untuk menghitung.
Kedua: diharamkan. Apabila mempelajari angka-angka tersebut hanya
bertujuan untuk mempelajari dan mengaku mendapat ilmu gaib.
Menghitung-hitung pergerakan bintang kemudian menentukan nasib dan
kejadian yang akan terjadi di bumi. Yang demikian masuk ke dalam hukum
mempelajari ilmu perdukunan.
اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ،
وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.
أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ
إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ
وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ.
Ma’asyiral muslimin,
Kita lihat para tokoh-tokoh sihir, pengaruh sihir mereka akan
berdampak pada orang-orang yang lemah hatinya. Atau yang jiwanya
cenderung kepada syahwat. Karena itulah, umumnya orang-orang yang
terkena pengaruh sihir adalah mereka yang lemah agama dan tawakalnya
kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka yang tidak ambil bagian dalam perkara-perkara ilahi. Atau mereka yang jauh dari tuntunan dzikir-dzikir nabawi.
Dan sihir itu tidak akan berpengaruh kepada seseorang kecuali atas izin dan kehendak dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam firman-Nya,
وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ
“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya
kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah: 102).
Mereka para tukang sihir dan dukun menyembah sesuatu yang lemah, yang
tidak bisa membuka pintu yang tertutup dan tidak pula mampu membuka
bejana yang tertutup. Mereka menyembah sesuatu yang lari terbirit-birit
tatkala mendengar adzan dan dzikrullah ‘Azza wa Jalla.
Tukang sihir dan dukun itu telah menghinakan diri mereka kepada
setan. Mereka telah merusak diri mereka. Menggelapkan hati mereka. Dan
menghancurkan pondasi akhlak yang mereka miliki. Mereka lakukan itu
semua dengan bersungguh-sungguh melewati rintangan kesulitan. Padahal
apa yang mereka usahakan itu adalah jalannya setan, merendahkan diri
padanya, dan mencari ridha setan tersbut. Di sisi Allah kelak mereka
akan mendapatkan kerugian dan penyesalan. Yang mereka temui hanyalah
musibah dan bencana. Allah ‘Azza wa Jallan telah menafikan mereka dari kemenangan dengan firman-Nya,
وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
“Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (QS. Thaha: 69).
Mereka tidak akan menang dan berhasil dari sisi manapun mereka datang.
Kemampuan tukang sihir itu sangat terbatas. Mereka tidak bisa
memberhentikan matahari, menjatuhkan bintang, tidak juga mampu
mengeluarkan apa yang ada di muka bumi. Wajib bagi seorang muslim untuk
terus memperkokoh keimanan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dari segala syubhat dan hal-hal yang membuatnya ragu. Melepaskan diri
mereka dari segala khurofat. Menyingkirkan awan kelam yang meragukan.
Jangan sampai seorang hamba tertipu oleh setan. Jangan sampai setan
berhasil menghembuskan keraguan kepada mereka. Apalagi sampai gandrung
dengan penyakit sihir ini. Seseorang dalam kehidupan ini akan berhadapan
dengan berbagai penyakit yang menimbulkan keraguan pada imannya. Mereka
bisa saja terperosok ke dalamnya karena dosa-dosa yang mereka lakukan.
Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (QS: Asy-Syura: 30).
Wajib bagi seseorang untuk mengumpulkan tekad yang kuat sehingga ia
bisa bertaubat dan kembali beramal shaleh. Menjadikan penguasa timur dan
barat, Allah Ta’ala, sebagai tempat berserah diri. Bermunajat kepada-Nya di akhir malam dan diujung siang. Kemudian meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya yang mulia. Meniti jejak para hamba yang shaleh
dalam bertawakal kepada Allah, kembali kepada-Nya, dan memohon kebutuhan
dari-Nya. Tidak lupa kita menempuh usaha-usaha yang dibenarkan dalam
setiap hal yang kita inginkan. Inilah jalan kesuksesan dunia dan
akhirat.
Kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla keselamatan dan penjagaan dari-Nya.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال
صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا
وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي
رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ.
اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ
سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ
بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ،
وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي
أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا
وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا
كُنَّا.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
Oleh timm KhotbahJumat.com